Bahasa Arab, Kesusahan Berbanding Kecerdasan
Oleh Izzuddin Hadidullah
Bahasa Arab, Alat Pemersatu
Selain sebagai media efektif komunikatif, bahasa juga berfungsi sebagai interpersonal. Yakni menghantarkan komunikasi menjadi kemampuan membina dan menjalin hubungan sosial dengan manusia dalam berbagai kepentingan, seperti: bisnis, sosial, keagamaan, politik dan lain sebagainya.
Bila dilakukan berkelanjutan, bahasa juga dapat menjadi sarana mendireksi lawan bicara dalam bentuk permintaan, advis, meyakinkan, dan sebagainya.
Tidak diragukan lagi, dalam konteks sejarah, bahasa Arab merupakan alat komunikasi verbal yang paling tua hingga hari ini dan dijadikan bahasa resmi di 27 negara.
Tercatat lebih dari 1600 tahun silam bahasa ini mulai dikomunalkan oleh anak dari bapak para Nabi, Ismail bin Ibrahim.
Tidak terbatas pada sebuah bangsa dan teritorial tertentu, bahasa Arab memiliki jangkauan hingga ke beberapa peradaban seperti peradaban bangsa Arab, Persia, dan Yunani.
Selain itu, bahasa Arab termasuk bahasa induk dari berbagai bahasa lain seperti bahasa Himyar, Babilonia, Habasyah, dan bahasa Aram.
Semenjak Nabi Muhammad ﷺ diutus menjadi Rasul terakhir, bahasa Arab semakin populer dan menjadi alat pemersatu bagi kaum muslimin di seluruh dunia. Bahasa Arab juga menjadi politik identitas tersendiri bagi Islam dan para pemeluknya.
Bertranformasi bukan lagi sebatas alat komunikasi melainkan sebagai titik persatuan, simbol keagamaan, dan lencana kekerabatan.
Berkenan ataupun tidak, bahasa Arab benar-benar menjadi salah satu unsur terpenting dalam agama Islam baik dalam ibadah, doa, dan keputusan hukum.
Dikatakan suatu ketika oleh Imam Malik dengan tegas
“.من تكلم في مسجدنا بغير العربية فأخرجوه منه”
“Barangsiapa yang berbicara di masjid kami ini dengan selain bahasa Arab, maka keluarkanlah dia.”
Peristiwa tersebut menunjukkan betapa menjamurnya bahasa Arab di kalangan kaum muslimin sehingga mereka berprinsip untuk tidak meninggalkan bahasa Arab dalam setiap lini kehidupan.
Oleh karena itu, tak ayal bagaimana bahasa Arab menjadi salah satu sarana pemersatu bagi komunitas kamu muslimin.
Benarkah Bahasa Arab itu Sulit?
Bahasa Arab memiliki keragaman dan kesempurnaan kaidah dan praktik. Sebagai disiplin ilmu, bahasa Arab memiliki 12 cabang keilmuan yang lengkap membahas dari gramatika kebahasaan, keahlian kepenulisan, seni keterampilan, kaidah sastra syair, hingga skill retorika kefasihan.
Selain itu secara praktik, bahasa Arab juga mengalami keanekaragaman dialektika di setiap komunitas bangsa Arab.
Aksen Quraisy berbeda dengan logat Bani Tamim, bahasa Tamim juga memiliki perbedaan dengan gaya bahasa Bani Asad, Qois, Bakr, Taghlib, dan kabilah-kabilah bangsa Yaman lainnya.
Meski demikian mereka sepakat dengan satu bahasa standar yang dikenakan oleh kaum Hijaz.
Atas dasar hal tersebut maka tidak mengherankan bilamana ilmu bahasa Arab merupakan ilmu yang diumpamakan sebagai lautan tak bertepi.
Sangatlah jarang ada seseorang yang mampu menguasai teori dan praktik bahasa Arab secara detail. Hingga dikatakan oleh Imam Syafi’i
لسان العرب أوسع الألسنة مذهباً وأكثرها ألفاظاً ولا نعلمه يحيط بجميع عمله إنسان غير نبي…”
“Bahasa Arab adalah bahasa yang paling luas ragam pendapat dan yang paling banyak jumlah lafaznya. Kami tidak tahu seorang pun yang menguasai seluruh praktiknya kecuali Nabi.”
Benar apa yang dikatakan Imam Syafi’i, bahasa Arab merupakan bahasa yang kompleks. Di antara tanda keluasannya adalah dalam hal kekayaan leksikon.
Imam Jalaludin as-Suyuthi dalam kitabnya “Zahrah fi Ulumil Lughoh wa Anwa’uha” menyebutkan sejumlah 46 hal keistimewaan yang dimiliki oleh bahasa Arab.
Diantaranya adalah bahasa yang paling banyak kosakata, prosa/majaz, dan perbedaan makna.
Tidak dipungkiri lagi, selain jumlahnya yang banyak dibanding bahasa Inggris, bahasa Arab juga lebih dominan dalam kuantitas dan kualitas. Bahkan bahasa Arab memiliki banyak kata ganti dalam mengungkapkan suatu benda.
Abu Abdillah al-Hamadani berkata, “Aku menghitung nama-nama singa (dalam bahasa Arab) mencapai 500 kosakata dan jenggot sejumlah 200 kosakata.”
Bahkan Imam Fairuzabadi menulis buku tersendiri yang berjudul “Raudul Masluf Fima Lahu Ismani Ila Uluf” di dalamnya beliau menghimpun kesamaan kata-kata bahasa Arab mulai yang memiliki 2 hingga ribuan antonim.
Sebagai gambaran bagaimana bahasa Arab menjadi sangat rumit dan menarik adalah kisah ahli bahasa al-Imam Sibawaihi dari Persia. Suatu ketika salah seorang fakih terheran dan ingin membuktikan, benarkan orang yang paling mengetahui bahasa Arab adalah tokoh ajam (non-Arab).
Lantas beliau mendatangi rumah Imam Sibawaih namun tidak mendapati kecuali seorang anak kecil. Tatkala ditanya kemana pemilik rumah pergi, ia menjawab
فاء إلى الفيافئ ليفيئ لنا بفيء فإذا فاء الفيء فاء
Anak kecil itu hanya menjawab dengan susunan huruf yang sama, yaitu (ف – ا – ء) namun disusun sedemikian rupa sehingga mengandung multimakna. Sang fakih-pun berkata dalam hati, “Bukankah lafal yang digunakan anak ini memiliki nilai sastra yang tinggi, dan bagaimana dengan ayahnya.” Sedangkan orang biasa melafalkan dengan:
ذهب إلى الصحراء ليصطاد لنا بـفريسة أو غنيمة فإذا ذهب الوقت من زوال الشمس للغروب عاد
Atau dalam bahasa Indonesia “Ia pergi ke gurun untuk berburu buruan dan nanti jika telah berlalu waktu sore, ia akan kembali”. Demikian kemudian sang fakih mengakui kehebatan Imam Sibawaih tanpa bertemu langsung.
Semua hal tersebut menunjukkan bahwa bahasa Arab benar-benar merupakan bahasa kesempurnaan dan elusif luar biasa.
Sehubung terdapat keterkaitan erat antara bahasa Arab dan Islam maka paten hukumnya para ulama harus mempelajari ilmu bahasa Arab sebagai alat pengantar memahami dan menyimpulkan hukum Islam. Inilah keunikan pemeliharaan Islam dalam kebudayaan dan ajarannya.
Menggunakan bahasa yang sangat kaya akan kosakata di satu sisi dan dijaga oleh para ulama yang memahami benar ilmu kebahasaan di sisi lain. Oleh karena itu banyak bermunculan berbagai macam perbedaan yang timbul dari perbedaan pemahaman dalam membaca sebuah teks syar’i.
Di sisi lain hal tersebut memberikan standarisasi kepada para cendekia muslim dan mengeliminasi para infiltran pemikiran luar. Bahwa ajaran Islam hanya dapat dipahami oleh para ulama yang paham betul seluk beluk bahasa Arab.
Mereka juga mewanti para kelompok tertentu; kelompok yang spesifik disebut oleh Hasan al-Bashri. Dinukilkan dalam Tafsir Ibn Wahhab bahwa beliau berkata, “Hampir-hampir kalian binasa karena orang ajam (yang tidak paham bahasa Arab), mereka menafsirkan Al-Qur’an dengan selain tafsiran yang benar.”
Berdasarkan paparan di atas dapat kita ambil benang merah bahwa bahasa Arab merupakan bahasa yang kompleks secara ilmu pengetahuan, bahasa yang paling luas makna secara kosakata, dan bahasa yang paling rumit secara frasa kedaerahan.
Hal tersebut memiliki hikmah yang besar yakni sebagai sarana penjagaan keautentikan ajaran Islam dan kebudayaan bangsa Arab sebagai ibu pertiwi dari banyak bangsa-bangsa yang lain.
Kesulitan Berbanding Kecerdasan
Syaikh Dr. Muhammad Jalal al-Yusufi al-Yamani berkata, “Buku yang kamu tidak pahami sepenuhnya adalah hakikat kualitasmu, adapun buku yang sudah kamu pahami seutuhnya itu bukanlah tingkatanmu lagi.
Sebab bersama pergantian hari kamu akan memahami buku yang belum kamu pahami dahulu. Di situlah kamu naik tingkat.”
Jika kita renungi kembali perkara tersebut juga berlaku pada segala bidang keilmuan, termasuk ilmu bahasa Arab. Semakin susah seseorang memahami ilmu yang rumit di situlah ia akan naik tingkat dalam pemahaman, derajat dan kecerdasan.
Berkata Ibn Syabraham dalam kitab “Adab Syar’iyyah wa Minah Mar’iyyah” (1/129), “Jika kamu suka hati untuk dibesarkan di mata orang yang melihatmu kecil, atau mengecilkan di matamu orang yang sebenarnya besar, belajarlah bahasa Arab.“
Beliau berpesan setinggi apa pun gelar yang dimiliki seseorang bilamana lemah dalam hal bahasa maka akan runtuhlah kredibilitas keilmuannya.
Betapa tidak bahasa dha’ atau yang biasa disebut bahasa Arab merupakan bahasa pilihan Allah yang diberikan kepada Nabi Ismail selaku pewaris peradaban dan kemajuan dalam ilmu komunikasi.
Zamakhsyari berkata dalam kitabnya Alfaiq, “Segala puji bagi Allah yang menyingkap segala kerumitan ucapan sang Dzabih (Nabi Ismail) dengan mengajarkannya bahasa Arab sebagai bahasa yang paling lugas dan komunikasi yang paling fasih.”
Maka dari itu Allah memilih bahasa Arab sebagai bahasa pengantar bagi kitab terakhir; Al-Qur’an. Karena tidak ada bahasa yang mampu menggambarkan makna dan lafal dari firman Allah secara sempurna kecuali bahasa Arab.
Lihatlah tafsir ayat kedua dalam surat Yusuf, bagaimana para mufasir menyimpulkan hikmah di balik penggunaan bahasa Arab untuk Al-Qur’an. Ibn Katsir berkata, “Sebab bahasa Arab merupakan bahasa yang paling terkonsep, terjelas, terluas, dan terbanyak mengandung makna untuk menyentuh jiwa-jiwa manusia.”
Beliau juga menafsirkan ayat ketiga dalam surat Fussilat bahwa orang yang memahami Al-Qur’an dalam bahasa Arab bukanlah orang sembarangan. Beliau berkata, “Sesungguhnya maksud Al-Qur’an dan penjelasannya hanya diketahui oleh orang yang berilmu dan mendalam ilmunya.”
Oleh karena itu perlu kemampuan khusus dan ketekatan tulus untuk dapat menguasai bahasa Arab. Maka tidak sembarang orang mampu memahaminya dan bukan sembarang orang siapa yang mampu menguasainya. Dikatakan
لو لا الحذف والتقدير لفهم النحو الحمير
“Kalaulah bukan karena konsep hadzf (pembuangan kata) dan taqdir (perkiraan kata) niscaya keledai pun mampu memahami ilmu nahwu (tata bahasa Arab).”
Secara tidak langsung pepatah Arab di atas ingin menyampaikan bahwa orang yang tidak memahami bahasa Arab tingkatannya satu tingkat di atas keledai, sebagai hewan perumpamaan sifat bodoh.
Hal itu juga ditegaskan oleh sahabat mulia Umar bin Khattab, dinukilkan oleh Imam Baihaqi dalam bab Syuabul Iman, beliau berkata, “Pelajarilah bahasa Arab, sesungguhnya ia akan membantu menguatkan kecerdasan dan menambah kewibawaan.”
Khususnya sebagai seorang muslim, ketahuilah bahwa membiasakan berbahasa Arab itu akan sangat berpengaruh pada kecerdasan, akhlak, dan agama. Juga sebagai bentuk mengikuti jalan pada pendahulu umat dari para sahabat dan tabi’in.
Demikianlah kata Ibn Taimiyah dalam Iqtidha’ Shirat Mustaqim menyebutkan faedah dalam bersusah-susah mempelajari bahasa Arab.
Akhir kata, kita simpulkan bahwa bahasa Arab merupakan bahasa pemersatu dan pencetus bahasa-bahasa yang lain. Memiliki berbagai macam logat bicara, bidang keilmuan, kesastraan, dan pengucapan.
Meski tidak dapat dipungkiri menjadi ilmu yang luas tidak bertepi namun orang yang bersusah payah menekuninya akan membuahkan hasil berupa pemahaman, kecerdasan dan kehormatan.