Oleh: Budi Yahya
Allah Ta’ala telah mengutus Rosululloh shalallohu ‘alaihi wasallam ke dunia ini, sebagai penutup para Nabi, pengemban Risalah Dienul Islam yang sempurna. Ini adalah salah satu kekhususan serta kemuliaan yang Allah berikan kepada Beliau shalallohu ‘alaihi wasallam dan tidak diberikan kepada para Nabi sebelumnya.
Banyak sekali nash-nash Al Quran maupun As-Sunnah yang menunjukkan atas kewajiban seorang mukmin untuk mengimani seluruh berita yang dibawa oleh Beliau. Serta menjadikan Rasul shalallohu ‘alaihi wasallam sebagai suri tauladan dan mencintainya melebihi cinta kepada keluarga, harta benda dan dari materi dunia. Allah ta’ala berfirman,
قُلْ إِن كَانَ ءَابَآؤُكُمْ وَأَبْنَآؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَآ أَحَبَّ إِلَيْكُم مِّنَ اللهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللهُ بِأَمْرِهِ وَاللهُ لاَيَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ
Katakanlah : “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluarga, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai adalah lebih kamu cintai lebih daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya”. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (Q.S. At taubah : 24)
Begitu pula disebutkan dalam hadits, Rosululloh shalallohu ‘alaihi wasallam bersabda,
لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَلَدِهِ وَوَالِدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ (رواه البخاري)
“Tidak akan sempurna iman seseorang, sehingga ia mencintai diriku, melebihi cintanya kepada anak, orang tua dan manusia seluruhnya”
Telah jelas makna dhohir hadits diatas, bahwa tidak akan sempurna iman seseorang sehingga menjadikan Rosululloh shalallohu ‘alaihi wasallam lebih ia cintai dari anak, orang tua dan manusia seluruhnya.
Dalam riwayat lain, banyak kisah-kisah heroik yang diperankan oleh para sahabat, dalam melindungi Rosululloh shalallohu ‘alaihi wasallam karena rasa cinta pada Beliau shalallohu ‘alaihi wasallam. Coba kita tengok sekilas, perjuangan para Sahabat dalam perang Uhud, suatu peperangan yang sangat menegangkan. Ketika itu, Rosululloh shalallohu ‘alaihi wasallam dalam keadaan terpojok dan terdesak, lantas mereka jadikan diri mereka sebagai tameng hidup bagi Rosululloh.
Kisah lain menimpa Sahabat Khobab bin Al Arth, yang disiksa oleh orang-orang Quraisy diatas tiang salib dan akhirnya syahid diatasnya mereka melakukannya sebagai pelampiasan dendam perang Badar. Saat itu dia ditanya, bagaimanakah kalau sekiranya Rosululloh menggantikan posisinya saat itu. Maka, ia menjawab dengan ungkapan yang sangat indah. Jawabannya menyiratkan satu kecintaan yang sangat kepada Rosululloh shalallohu ‘alaihi wasallam. Jawabnya, bahwa ia takkan ridho sedikitpun walau hanya satu duri saja yang mengenai kulit beliau.
Satu hal yang perlu kita sadari dan kita camkan baik-baik. Bahwasanya Rosululloh shalallohu ‘alaihi wasallam adalah sosok yang harus kita cintai melebihi cinta kita kepada harta maupun keluarga kita.
Namun disisi lain, hendaknya kita juga tahu bahwa Rosululloh shalallohu ‘alaihi wasallam melarang kita berlebihan dalam mencintai Beliau. Sebagaimana kaum Nasrani yang berlebihan dalam mendudukkan Nabi Isa bin Maryam dengan mengangkatnya sebagai tuhan yang mereka puja dan mereka sembah. Padahal, hakekatnya beliau hanyalah utusan dan hamba Allah ta’ala saja. Itulah salah satu contoh kesalahan fatal yang menimpa kaum Nasrani. Yaitu menjadikan seseorang sholih walau ia hanya seorang hamba Allah, sebagai tandingan Allah yang dipuja dan dimintai pertolongan.
Perbuatan dan sikap pengkultusan terhadap para Rahib dan Pendeta mereka telah termaktub dalam Al Qur’an. Allah ta’ala berfirman,
اِتَّخَذُوْا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُوْنِ اللهِ وَالْمَسِيْحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَآأُمِرُوْا إِلاَّ لِيَعْبُدُوْا إِلَهًا وَاحِدًا لآإِلَهَ إِلاَّ هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُوْنَ
“Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai rabb-rabb selain Allah, dan (juga mereka menjadikan Rabb) Al-Masih putera Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Ilah Yang Maha Esa; tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (Q.S. At-Taubah: 31)
Itulah sejarah kesesatan mereka, yang berlanjut hingga hari ini dan. Sementara mereka dijuluki dengan julukan khusus dalam Al Quran dengan sebutan orang-orang yang sesat (الضالين).
Juga sebaliknya, jangan sampai kita meremehkan Rosululloh shalallohu ‘alaihi wasallam dan meninggalkan sunnah-sunnahnya. Karena, hari ini paham seperti ini tumbuh subur bagai cendawan di musim hujan. Khususnya dikalangan orang-orang yang menamakan dirinya dengan ‘Inkarus Sunnah’ (meski hari ini telah bergontaganti baju) yang berdampak kepada pengingkaran terhadap As-Sunnah sebagai sumber kedua dalam Islam setelah Al-Qur’an.
Maka, agar tidak terjerumus kedalam salah satu dari dua keadaan, antara ifroth (berlebih-lebihan) dan tafrith (meremehkan). Hendaknya kita mengikuti ajaran Islam dengan berittiba’ kepada Rosulullah shalallohu ‘alaihi wasallam. Hal ini tersirat dalam lafadz syahadat,
أَشْهَدُ أَلاَّ إِلهَ إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
“Saya bersaksi bahwasanya tidak ada ilah yang berhak diibadahi, kecuali Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya”