Tim Ulin Nuha – Ma’had ‘Aly An-Nuur li ad-Dirasat al-Islamiyah
Abstrak
Zakat memiliki dua makna. Pertama, menyucikan jiwa dan harta. Ini merupakan ibadah yang bersifat individual, yaitu hubungan antara seorang hamba dengan Rabb-Nya. Kedua, bersifat sosial, yaitu menjadi solusi dalam mengentaskan kefakiran, kemiskinan, dan kesenjangan sosial di tengah masyarakat. Dengan adanya zakat, kesamaan strata sosial di antara orang kaya dan miskin akan tercapai, inilah inti ajaran zakat ditinjau dari kacamata sosial.
Pandemi Covid-19 yang belakangan ini muncul telah menyebakan angka kemiskinan melonjak pesat. Zakat di harapkan bisa menjadi solusi mengatasi krisis kemiskinan di tengah masyarakat Muslim. Karenanya, MUI mengeluarkan fatwa untuk menyegerakan pembayaran zakat dalam rangka mengatasi problem kemiskinan akibat pandemi.
Tulisan ini fokus membahas hukum ta’jil zakat (penyegeraan pembayaran zakat) menurut perspektif fikih Islam. Dengan harapan dapat menjelaskan kepada masyarakat terkait hukum menyegerakan zakat, agar amalan mereka sesuai dengan syariat Islam.
Kesimpulannya, menurut pendapat jumhur fukaha dan pendapat yang rajih, zakat boleh ditunaikan jika telah mencapai nishab, meski haulnya belum tiba. Oleh itu, jika terjadi suatu kondisi yang menuntut untuk segera menyantuni delapan ashnaf yang berhak menerima zakat—seperti Pandemi Covid-19 ini—sementara persediaan logistik di Baitul Mal tidak mencukupi bahkan berkurang, maka ta’jil (penyegeraan) zakat dibolehkan, sebagaimana pula yang difatwakan oleh sejumlah ulama kotemporer.
Kata kunci: zakat, ta’jil, covid-19, fatwa, haul, nisab.
Pendahuluan
Zakat memiliki dua makna. Makna pertama menyucikan jiwa dan harta. Penyucian jiwa dan harta bermakna, zakat merupakan ibadah yang bersifat individual, yaitu hubungan antara seorang hamba dengan Rabb-Nya. Kedua bersifat sosial, yaitu menjadi solusi dalam mengentaskan kefakiran, kemiskinan, dan kesenjangan sosial di tengah masyarakat. Dengan adanya zakat, kesamaan strata sosial di antara orang kaya dan miskin akan tercapai, sirkulasi kekayaan tidak hanya dirasakan orang kaya namun juga orang miskin, dan hal ini menjadi inti ajaran zakat ditinjau dari kacamata sosial.[1] Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan diwajibkan zakat atas umat Islam adalah mengentaskan kemiskinan, kefakiran dan mendorong hadirnya kesejahteraan pada umat dan negara.[2]
Belakangan ini, muncul Pandemi Covid-19 yang berdampak pada melonjaknya angka kemiskinan[3]. Karenanya, MUI mengeluarkan fatwa untuk menyegerakan pembayaran zakat walaupun belum mencapai haul dan juga zakat fitrah di awal Ramadhan dalam rangka mengatasi masalah yang ditimbulkan wabah Covid-19[4]. Selain itu, hal ini juga dapat menjadi salah satu solusi dalam pengadaan berbagai macam sarana dan prasarana untuk membantu pasien terdampak Corona. Sebagaimana Muhammadiyah Covid-19 Command Center yang membutuhkan alat kesehatan untuk membantu pasien bernafas yang harga persatuannya mencapai 300 juta rupiah. Lalu seandainya ada 20 rumah sakit Muhammadiyah yang siap membantu pasien Corona, maka setidaknya membutuhkan dua alat bantu nafas. Maka lembaga zakat harus mampu menyediakan dana miliaran rupiah untuk itu.[5]
Tulisan ini akan mengkaji hukum ta’jil zakat (penyegeraan pembayaran zakat) menurut perspektif fikih Islam. Harapannya hal ini dapat menjelaskan kepada masyarakat terkait hukum menyegerakan zakat agar amalan zakat mereka sesuai dengan syariat Islam.
Definisi Zakat
Lafazh zakat berasal dari bahasa Arab yang merupakan bentuk mashdar dari kata زكا – يزكو – زكاء و زكاة . Menurut Ibnu Mandzur, zakat secara etimologi berarti; tumbuh, suci, berkah dan baik.[6] Adapun secara terminologi, zakat adalah mengeluarkan sebagian tertentu dari harta tertentu jika telah mencapai haul dan nishab,[7] kepada orang-orang yang berhak menerimanya.[8]
Legalitas Zakat
Dalam Islam, zakat merupakan kewajiban bagi setiap muslim, karena zakat adalah salah satu rukun dari lima rukun Islam. Hal ini berdasarkan dalil-dalil dari Al-Qur’an, as-Sunnah dan ijmak.
Dalil dari Al-Qur’an, diantaranya yaitu firman Allah subhanahu wata’ala,
وَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتُوا الزَّكٰوةَ
“Dan laksanakanlah shalat, tunaikanlah zakat.[9]”
Juga firman-Nya:
خُذْ مِنْ اَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيْهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْۗ
“Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka.[10]”
Selain kedua ayat di atas masih banyak lagi ayat Al-Qur’an yang menyatakan pensyariatan zakat.
Adapun dalil dari as-Sunnah, yaitu sabda Nabi Muhammad ﷺ,
بُنِيَ الإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ.. (مِنْهَا) إِيْتَاءُ الزَّكَاةِ
“Islam dibagun di atas lima perkara… )diantaranya( yaitu menunaikan zakat.[11]”
Selain hadits di atas, Nabi Muhammad ﷺ pernah mengutus sahabat Muadz bin Jabal untuk berdakwah ke Yaman. Sebelum kepergiannya, Nabi ﷺ menyampaikan beberapa pesan kepadanya, yang diantaranya yaitu,
أَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللَهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً فِيْ أَمْوَالِهِمْ تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ وَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ
“Beritahulah mereka bahwa Allah mewajibkan atas mereka shadaqah (zakat) yang diambil dari orang kaya di antara mereka, lalu dikembalikan kepada orang-orang fakir di antara mereka.[12]”
Sementara dalil ijmak, yaitu kaum muslimin di semua masa sepakat akan kewajiban zakat.[13] Bahkan para sahabat sepakat akan kafirnya orang yang mengingkari kewajiban zakat[14]dan memerangi mereka.[15]
Bersambung… [Hukum Menyegerakan Zakat di Masa Pandemi – bagian 2]
download publikasi ini secara lengkap dalam bentuk PDF:
[1] M Arifin Purwakanta & Noor Aflah (ed), Sothest Asia Zakat Movement, (Padang, FOZ, DD, Pemkot Padang, 2008), hlm. 156.
[2] Yusuf al-Qaradhawi, Musykilat al-Faqr wa Kaifa ‘Alajaha al-Islam, (Beirut, Dar al- ‘Arabiyah, 1966,) hlm. 90.
[3] “Pandemi Covid-19 Jadi Penyebab Kemiskinan Meningkat ” https://www.republika.co.id/berita/qdi4h5370/pandemi-covid19-jadi-penyebab-kemiskinan-meningkat (diakses pada 01 Februari 2021, pukul 11:12)
[4] “MUI Keluarkan Fatwa Pemanfaatan Zakat-Sedekah untuk Penanggulangan Corona” https://news.detik.com/berita/d-4988983/mui-keluarkan-fatwa-pemanfaatan-zakat-sedekah-untuk-penanggulangan-corona (diakses pada 27 Januari 2021 pukul 05:12)
[5] “Lazismu: Menyegerakan Bayar Zakat Sangat Wajar” https://republika.co.id/berita/q8bkx1430/lazismu-menyegerakan-bayar-zakat-sangat-wajar (diakses pada 27 Januari 2021 pukul 05:04)
[6] Ibnu Manzhur, Lisan al-‘Arab, (Beirut: Daar al-Ma’arif, 1988) vol. 4, hlm. 386.
[7] Al-Mausu’ah al-Fiqhiyah, (Kuwait: Wizarah al-Auqaf wa as-Syu’un al-Islamiyah, 1992) vol. 23, hlm. 226.
[8] Orang yang berhak menerima zakat ada 8 golongan; orang fakir, orang miskin, amil zakat, mualaf, budak, orang yang terlilit hutang, fi sabilillah, dan ibnu sabil. Lihat: al-Mausu’ah al-Fiqhiyah… hlm. 312.
[9] Q.S An-Nuur/ 24: 56.
[10] Q.S At-Taubah/ 9: 103.
[11] Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, (Beirut: Daar Thauqu an-Najah, 1422 H) Vol. I, hlm. 11, no. 8; Muslim, Shahih al-Muslim, (Beirut: Daar Ihya At-Turats, tt) vol. I, [12] Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, (Beirut: Daar Thauqu an-Najah, 1422 H) Vol. I, hlm. 104, no. 1395; Muslim, Shahih al-Muslim, (Beirut: Daar Ihya at-Turats, tt) vol. I, hlm. 50, no. 29; at-Tirmidzi, Sunan at-Tirmidzi, (Beirut: Daar Al-Gharbu al-Islami, 1998) vol. II, hlm. 14, no. 625.
[13] Barang yang wajib dizakati ada 5: binatang ternak, emas dan perak, barang dagangan, tanaman dan buah-buahan, barang tambang. Lihat: al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu… hlm. 734 dan 758.
[14] Jika ia sudah lama memeluk Islam atau tinggal di negeri Islam
[15] Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, (Damaskus: Daar al-Fikru, 1985) vol. 2, hlm. 734