Kita bertanya-tanya, “kenapa ummat-ummat terdahulu enggan mengikrarkan kalimat ini, padahal tuntutannya hanya ‘mengucap’ ?, kenapa Abu Bakar dan para sahabat bersepakat untuk memerangi para pembangkang yang tidak mau membayar zakat padahal mereka bersyahadat, sholat dan puasa ?. Kenapa banyak ayat mensyaratkan seseorang untuk melaksanakan beberapa amal agar keimanannya sah, padahal ia telah bersyahadat ?.
Tidak sekedar melafadzkan
Para ulama sepakat bahwa kalimat syahadat tidak akan memberikan manfaar apapun bagi yang mengucapkannya selama konsekwensi syahadat tidak diindahkan dan direalisasikan dalam kehidupan sehari-sehari.
Dengan melaksanakan konsekwensi syahadat, hartanya terjaga, jiwa dan darahnya terlindungi dan ia mendapat jaminan masuk jannah. Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab berkata, “seorang mukallaf tidak bisa menyandang gelar muslim jika hanya mengucakan syahadat tanpa mengetahui makna dan melaksanakan konsekwensinya “
Dan telah menjadi ijma’ (kesepakatan) bahwa melafadzkan dua kalimat syahadat tanpa mengetahui maknanya dan tidak melaksanakan konsekwensinya tidak memberikan manfaat apapun bagi orang yang melafadzkannya “.
Fenomena syirik hari ini
Kemusyrikan yang hadir ditengah umat sangat parah, menyedihkan dan mengkhawatirkan, karena mayoritas ummat tidak menyadarinya, kalau dulu kaum musyrikin tidak mau mengucapkan syahadat lantaran paham konsekwensinya. Hari ini banyak orang yang mengucapkan kalimat tauhid dan mengaku diri sebagai muslim, namun kenyataannya mereka sangat jauh dari tuntutan syahadat. Tanpa sadar mereka terjerembab dalam berbagai jenis kesyirikan, Semua berawal dari kebodohan terhadap konsekwensi syahadat yang mereka ikrarkan.
Mengomentari hal ini syaikh Abdurrahman bin Hasan berkata,” Dahulu orang orang musyrik mengingkari لاإله إلاالله baik lafadz maupun maknanya, akan tetapi kaum muslimin hari ini mengikrarkan syahadat secara lisan namun mengingkari makna dan tuntutan-tuntutannya. Kita saksikan mereka bersyahadat disatu waktu namun dilain waktu mereka beribadah kepada selain Allah dengan cinta, khouf, ta’dzim (pengagungan), roja’ (berharap) atau ibadah yang lainnya”
Konsekwensi syahadat
Para ulama menjelaskan konsekwensi-konsekwensi syahadat berlandaskan dalil-dalil dari Al-qur’an dan as-sunnah karena mayoritas tema ayat-ayat Al-qur’an adalah tauhid, bahkan seluruh ayat-ayat alquran, baik cerita, hukum atau yang lainnya. Syaikh Muhammad bin abdul wahhab berkata:” sesungguhnya setiap ayat dalam alqur’an mengandung petunjuk dalam masalah tauhid”.
Secara garis besar, konsekuwensi syahadat ” لاإله إلاالله ” terangkum dalam empat poin pokok dibawah ini ;
1.menghapus seluruh bentuk peribadatan kepada selain Allah,
Tuntutan ini terkandung dalam ungkapan syahadat “لاإله “, para ulama mengatakan bahwa makna “ ilah” adalah “ma’luh “ atau “ma’bud” bermakna sesembahan (yang berhak diibadahi), jadi jika yang mengucapkan syahadat dituntut untuk mengakui bahwa sesembahan selain Allah tidak berhak disembah dan juga dituntut untuk tidak mempersembahkan semua bentuk ibadah kepada selain Allah.
Syaikh Abdurrahman bin Hasan berkata, ”termasuk dalam makna “ilahiah” adalah seluruh bentuk ibadah yang bersumber dari penyembahan hati kepada Allah, berupa hubb ( cinta ), khudhu’ (perendahn diri), inqiyad (ketundukkan diri) kepada Allah dan sejenisnya”.
Mengenai konsekwensi ini, Syaikh Soleh bin Fauzan berkata, ”Tuntutan syahadah yang terkandung dalam lafadz, “ لا ا له “ adalah menghapus seluruh bentuk peribadatan kepada selain Allah.” Hal ini ditegaskan dalam surat Adz Dzariat :56.
Disini Allah menggunakan huruf ما dan الا sebagai alat untuk membatasi yaitu membatasi ibadah hanya untuk Allah dan meniadakan seluruh bentuk ibadah kepada selain Allah. Para mufassirin mengatakan bahwa maksud ليعبدون ” ” adalah ليوحدوني ” ” yaitu ” agar mengesakan Aku dalam beribadah”.
Jadi mengesakan Allah dalam ibadah dan meniadakan semua bentuk ibadah kepada selain Allah merupakan tujuan utama penciptaan manusia, jika ini belum dilaksanakan oleh manusia maka sia-sialah hidupnya, begitu pula syahadatnya batal jika tujuan diatas tidak terealisasi.
Syaikh Muhammad Al-Qohtoni menambahkan bahwa diantara tuntutan syahadat yang terkandung didalam لا إ له ” ” adalah meniadakan dan berlepas diri dari empat hal yaitu;
-
Al–aalihah ” yaitu sesuatu yang dituju dengan menggunakan sarana apa saja, untuk mendapatkan kebaikan dan menolak bahaya
-
Ath thogut yaitu segala sesuatu yang disembah dan ia ridho untuk disembah atau sesuatu yang dijadikan tempat untuk beribadah,
-
Al-andaad yaitu segala sesuatu yang menghalangi hamba dari dinul Islam baik berupa keluarga, tempat tinggal, ataupun harta.
-
Al-arbaab yaitu siapa saja yang menfatwakan atau menasehati dengan sesuatu yang menyelisihi Al Haq (Islam) kemudian mentaati dan membenarkannya.
2. Menetapkan semua bentuk ibadah hanya untuk Allah.
Ini ditunjukkan oleh ungkapan ” إلا الله ” maknanya, kita dituntut untuk menetapkan semua bentuk ibadah hanya kepada Allah, tidak menduakan dan tidak mempersekutukan Nya dalam ibadah.
Syaikh Sholeh bin fauzan berkata, “konsekwensi syahadat ” لاإله إلاالله ” adalah menghapus semua bentuk peribadatan kepada selain Allah, sebagaimana ditunjukkan oleh lafadz لاإ له ” ” dan menetapkan semua bentuk ibadah hanya kepada Allah semata, ini ditunjukkan lafadz الا الله ” “.
inilah dua tuntutan pokok dari syahadat ” لاإله إلاالله ” sedangkan yang lainnya merupakan cabang dari keduanya.
3. Mengkufuri dan memusuhi Thoghut
konsekwensi ini mutlak harus dilakukan oleh siapa saja yang menghendaki keabsahan syahadat, agar diterima disisi Allah, karena mengkufuri thogut dan beriman kepada Allah merupakan kewajiban yang paling pertama diwajibkan oleh Allah kepada ummat ini. Allah berfirman : ( An-Nahl :36 )
Allah mengkategorikan, mengkufuri thogut sebagai syarat sah keislaman seseorang, Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab berkata, “ketahuilah, seseorang tidak akan bisa mejadi mukmin kecuali setelah ia mengkafiri thogut. dalil dalam masalah ini adalah firnman Allah , (2:265)
Bentuk mengkufuri thogut
Syaikh Muhammad bin Abdul wahhab menjelaskan, “adapun makna mengingkari thoghut adalah hendaknya engkau berlepas diri dari setiap yang diibadahi selain Allah baik dari kalangan jin, manusia, pohon, batu atau yang lainnya dan hendaklah engkau mempersaksikan kekafiran dan kesesatannya, engkau harus memusuhi dan membencinya walaupun itu bapakmu ataupun saudaramu…. Jika ada yang menyatakan, ‘aku beriman kepada Allah tapi saya tidak memprotes dan menentang bangunan atau kubah yang didirikan diatas kuburan’ atau menyatakan perkataan sejenis ini, sungguh ia telah berdusta atas syahadat ” لاإله إلاالله “. Dan pada hakekatnya ia belum mengkufuri thogut. “
Sekilas thoghut hari ini
Thogut yang paling nampak hari ini adalah perundang-undangan positif, yang menandingi dan menyaingi perundang-undangan Allah, atau berhukum kepada selain huku Nya, ataupun menyelisihi hukum Nya.
Ibnul Qoyyim berkata :” Toghut adalah batasan-batasan yang dilanggar oleh hamba, baik berupa sesembahan yang diikuti, atau ditaati, jadi thoghut adalah setiap sesuatu yang dijadikan tempat berhukum, kepada selain hukum Allah dan Rosul-Nya, atau sesuatu yang di sembah selain Allah atau yang diikuti tanpa perintah dan petunjuk dari Nya “(T.A.H 50)
Syaikh Utsaimin berkata, “Ath-thogut adalah apa saja yang menyelisihi hukum Allah dan Rasul-Nya.”.(M Fues I/29)
Termasuk kategori thogut adalah segala sesuatu yang menyelisihi Kitabullah dan sunah Rasul-Nya, serta di jadikan tempat rujukan dalam berhukum seperti aturan perundang-undangan positif buatan manusia, ada-istiadat, pemuka kaum dll.”-FDL I/542
4. loyalitas kepada Ahlu tauhid serta berbaro’ dari ahli syirik
Konsekwensi syahadat yang satu ini banyak dilupakan kaum muslimin hari ini, padahal ini merupakan salah satu dari beberapa perkara yang mendudukan seorang hamba sebagai mukmin atau tidak di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala, Syaikh Sa’id Al-Qohthoni berkata, “Al-Wala’ dan Albaro’ merupakan konsekwensi syahadat ” لاإله إلاالله “. Dalil dalam masalah ini banyak sekali diantaranya adalah sebagai berikut; ( 3:28), ( 5:51), rasulullah bersabda,
أوثق عـرى الإيمان المـوالا ة في الله والمعادة في الله و الحـبّ في الله و البغض في الله
“ikatan iman yang paling kuat adalah muwalah fi llah (loyalitas karena Allah) dan mu’adah fillah (bermusuhan karena Allah), mencintai karena Allah dan membenci karena Allah” (sohih jami’ shogir 2/434)
Diriwayatkan dari imam Ahmad, bahwa jarir bin Abdullah berkata “dalam berbai’at, Rasulullah menuntut agar saling menasehati sesama muslim, dan berlepas diri dari orang-orang kafir “.
Syaikhul Islam ibnu Taimiyah berkata,” sesungguhnya syahadat ” لاإله إلاالله ” menuntut untuk tidak mencintai kecuali karena Allah, tidak membenci kecuali karena Allah, tidak berloyal kecuali karena Allah, tidak bermusuhan kecuali karena Allah, dan mewajibkan untuk mencintai apa yang dicintai Allah serta memusuhi apa yang dibenci Allah”.
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab berkata, ” jangan menyangka jika kamu berkata,” Islam adalah pilihan saya, dan saya meninggalkan semua bentuk peribadatan kepada selain Allah, tapi saya tidak mau memusuhi orang musyrik, serta tidak akan menjelek-jelekkan mereka, jangka sangka engkau dengan berkata seperti itu sudah memeluk Islam, akan tetapi kamu harus membenci orang musyrik dan membenci siapa saja yang mencintai mereka, sebagaimana bapakmu Ibrahin a.s berujar, “(almumtahanah ; 4).
Beliau juga berkata, ” Dien seseorang tidak akan lurus dengan hanya mentauhidkan Allah dan meninggalkan kesyirikan, kecuali dengan memusuhi orang-orang musyrik serta memproklamirkan permusuhan dan kebencian terhadap mereka”.(almumtahanah : 1)
Perlu dicatat bahwa konsekwensi diatas tidak akan bermanfaat bagi kita dengan hanya menghafalkan, membaca atau menulis akan tetapi harus dinyatakan dalam perbuatan sehari-hari. Disamping itu kita juga dituntut untuk membedakan antara “husnul mu’asyarah” (berbuat baik) kepada orang kafir dengan muwalah (berloyal), karena selain dituntut untuk berbaro’ dari mereka, kita juga dituntut untuk berbuat baik kepada mereka. Wallahu a’lam [majalah An-Nuur vol.6]