Kultum Ramadhan: Doa dan Shalat Menjadi Jalan Keluar
Oleh Ammar Syarifuddin (Staf Pengajar Ma’had Aly An-Nuur)
Download PDF di sini.
Berikut adalah kisah seorang presenter kondang bernama Jamil Azzaini:
“Pada September-Oktober 2003, istrinya terbaring di salah satu rumah sakit di Jakarta. Sudah tiga pekan para dokter belum mampu mendeteksi penyakit yang diidapnya.
Dia sedang hamil 8 bulan. Panasnya sangat tinggi. Bahkan sudah satu pekan istrinya telah terbujur di ruang ICU. Sekujur tubuhnya ditempeli kabel-kabel yang tersambung ke sebuah layar monitor.
Suatu pagi dia dipanggil dokter yang meminta izin untuk mengganti obat istrinya karena obat yang akan diberikan kali ini sangat mahal.
Satu kali suntik 12 juta, sehari 3 kali suntik. Hingga totalnya 36 juta. Tahun 2003 nominal 36 juta adalah angka yang sangat besar.
Pak Jamil meminta dokter untuk memeriksa sekali lagi, dan beliau akan berdoa kepada Allah ﷻ. Setelah percakapan itu usai, beliau pergi menuju mushola kecil dekat ruang ICU.
Beliau shalat dan berdoa, ‘Ya Allah Ya Tuhanku. Aku mengerti bahwa Engkau pasti akan menguji semua hamba-Mu.
Aku pun mengerti bahwa setiap kebaikan yang aku lakukan pasti akan Engkau balas dan akupun mengerti bahwa setiap keburukan yang pernah aku lakukan juga akan Engkau balas.
Ya Tuhanku. Gerangan keburukan apa yang pernah aku lakukan sehingga Engkau uji aku dengan sakit istriku yang berkepanjangan, tabunganku telah terkuras, tenaga dan pikiranku begitu lelah.
Berikan aku petunjuk Ya Tuhanku. Engkau Maha Tahu bahkan Engkau mengetahui setiap guratan urat di leher nyamuk. Engkau pun mengetahui hal yang kecil dari itu.
Aku pasrah kepada-Mu Ya Tuhanku. Sembuhkanlah istriku. Bagimu amat mudah menyembuhkan istriku, semudah Engkau mengatur milyaran planet di jagat raya ini.’
Ketika beliau sedang berdoa itu, tiba-tiba terbesit dalam ingatan akan kejadian puluhan tahun yang lalu.
Ketika itu, beliau hidup dalam keluarga yang miskin papa. Sudah tiga bulan belum membayar biaya sekolah yang hanya Rp 25,- per bulan.
Akhirnya beliau memberanikan diri mencuri uang ibunya yang hanya Rp 125,-. Beliau ambil uang itu, Rp 75,- digunakan untuk membayar SPP, sisanya digunakan untuk jajan.
Ketika ibu beliau tahu bahwa uangnya hilang, ia menangis sambil terbata berkata, ‘Pokoknya yang mengambil uangku kualat, yang mengambil uangku kualat.’
Uang itu sebenarnya akan digunakan membayar hutang oleh ibunya. Melihat hal tersebut Pak Jamil kala itu hanya terdiam dan tak berani mengaku bahwa dirinya lah yang mengambil uang itu.
Usai berdoa beliau merenung, ‘Jangan-jangan inilah hukum alam dan ketentuan Yang Maha Kuasa bahwa bila saya berbuat keburukan maka aku akan memperoleh keburukan.
keburukan yang aku terima adalah penyakit istriku ini karena diriku pernah menyakiti ibu dengan mengambil uang yang ia miliki itu.’
Setelah menarik napas panjang, beliau tekan nomor telepon rumah yang saat itu ibunya sedang di rumah menemani tiga buah hatinya.
Setelah salam dan menanyakan kondisi anak-anak di rumah, maka beliau bertanya kepada ibunya, ‘Bu, apakah ibu ingat ketika ibu kehilangan uang sebanyak seratus dua puluh lima rupiah beberapa puluh tahun yang lalu?’
‘Sampai kapan pun ibu ingat, Mil. Kualat yang ngambil duit itu, Mil. Duit itu sangat ibu perlukan untuk membayar hutang, kok ya tega-teganya ada yang ngambil,’ jawab ibunya dari balik telepon.
Mendengar jawaban itu, beliau menutup mata perlahan, butiran air mata mengalir di pipi.
Sambil terbata beliau berkata, ‘Ibu, maafkan saya… yang mengambil uang itu saya, Bu… saya minta maaf sama ibu. Saya minta maaaaf… saat nanti ketemu saya akan sungkem sama ibu, saya jahat telah tega sama ibu.’
Suasana hening sejenak. Tidak berapa lama kemudian dari balik telepon beliau mendengar ibunya berkata:
Ya Tuhan, pernyataanku aku cabut. Yang mengambil uangku tidak kualat, aku maafkan dia. Ternyata yang mengambil adalah anak laki-lakiku. Jamil, kamu nggak usah pikirkan dan doakan saja istrimu agar cepat sembuh.’
Setelah memastikan bahwa ibunya telah memaafkannya, maka dia mengakhiri percakapan dengan memohon doa darinya.
Kurang lebih pukul 12.45 WIB beliau dipanggil dokter. Setibanya di ruangan, sambil mengulurkan tangan kepadanya, sang dokter berkata, ‘Selamat, Pak. Penyakit istri Bapak sudah ditemukan, infeksi pankreas.
Ibu telah kami obati dan panasnya telah turun. Setelah ini kami akan operasi untuk mengeluarkan bayi dari perut ibu.’
Sambil menjabat erat tangan sang dokter, beliau berkata, ‘Terima kasih, Dokter. Semoga Tuhan membalas semua kebaikan dokter.’ MasyaAllah.
Hikmah yang Dipetik
Ada dua pelajaran yang dapat kita ambil dari pengalaman hidup presenter Jamil Azzaini.
Pertama, jangan sakiti orang tua.
Kita telah tahu bersama, pesan dari Nabi ﷺ bahwa, “Ridha Allah tergantung pada ridha kedua orang tua, dan murka Allah tergantung pada murka orang tua.” (Tirmidzi, Hakim, Ibnu Hibban, Al-Hakim)
Oleh karena itu, jangan durhaka kepada mereka. Jangan sakiti mereka secara langsung atau tidak langsung.
Sakitnya hati mereka adalah petaka untuk anak-anak yang menyakitinya, dan bahagianya mereka adalah keberkahan untuk anak-anak yang membahagiakannya.
Allah ﷻ dan Rasul-Nya telah mengajarkan kepada kita, apa pun yang dilakukan orang tua, kita tetap harus berbuat ma’ruf kepada mereka.
Dalam surat Luqman disebutkan, “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.” (QS. Luqman: 15)
Ayat ini mengajarkan kepada kita, tidak boleh mengikuti keyakinan orang tua yang menyimpang, dan memerintahkan kita untuk mengedepankan adab dalam berdialog dengan mereka.
Tetap andap asor terhadap mereka. Tetap menghormati dan tidak boleh menyakiti mereka. Meskipun dalam ayat tersebut mereka meminta anaknya untuk menyekutukan Allah, dosa dari biangnya dosa-dosa.
Artinya, ketika yang kita hadapi adalah kedua orang tua yang muslim dan muslimah, maka adab dan sopan santun kita lebih ditekankan lagi.
Kedua, apapun masalahnya, doa dan shalat adalah solusi terbaiknya.
Allah ﷻ berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah: 153)
Syekh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Adapun salat maka akan menjadi penolong dalam setiap urusan dunia maupun agama.
Sehingga disebutkan dalam sebuah hadits, ‘Bahwa Rasulullah apabila mengalami sesuatu masalah serius, beliau segera melakukan shalat.’” (HR. Abu Daud, hasan)
Shalat adalah sebab datangnya pertolongan, baik shalat wajib maupun shalat sunah. Shalat yang bagaimana yang bisa menjadi sebab pertolongan kita?
Shalat yang akan menjadi sebab pertolongan adalah shalat yang dikerjakan secara sempurna, yaitu menghadirkan hati dan melakukan dengan sempurna perkara yang wajib dalam shalat.
Oleh karena itu, jagalah shalat-shalat kita. Semoga dengan demikian, Allah akan mempermudah segala urusan kita. Aamiin.







