Kultum Ramadhan: Istiqamah Meski Ramadhan Berlalu
Oleh Ammar Syarifuddin (Staf Pengajar Ma’had Aly An-Nuur)
Download PDF di sini.
Di bulan Ramadhan ini kita banyak sekali mendapatkan kemudahan untuk beribadah kepada Allah ﷻ.
Kita pun tentu sangat berharap, kemudahan tersebut akan terus berlanjut sampai datang Ramadhan berikutnya. Bahkan sampai ajal menjemput kita.
Jika selepas Ramadhan kita tetap mudah mengerjakan ibadah-ibadah yang biasa dikerjakan di bulan Ramadhan, maka bergembiralah, karena kita sedang mendapat karamah terbesar.
Karamah itu adalah istiqamah.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan
أَعْظَمُ الكَرَامَةِ لُزُومُ الاسْتِقَامَةِ
“Karamah terbesar adalah berpegang teguh dengan istiqamah.”
Umar bin Al-Khattab radhiyallahu ‘anhu berkata, “Istiqamah adalah; engkau komitmen mengerjakan perintah dan meninggalkan larangan. Jangan suka menyimpang seperti rubah ketika ia berjalan.”
Memaknai Istiqamah
Istiqamah di jalan yang benar adalah perkara yang sangat penting. Sehingga, ketika salah seorang sahabat Nabi ﷺ meminta nasihat kehidupan maka salah satu pesan beliau adalah agar mereka istiqamah dalam ketaatan.
Sebagaimana diriwayatkan oleh Sufyan bin ‘Abdillah Ats-Tsaqafi, dia berkata, aku bertanya kepada Rasulullah ﷺ, “Wahai Rasulullah, beri saya satu nasihat dalam Islam. Sehingga saya tidak perlu lagi bertanya pada selain engkau.”
Rasulullah ﷺ menjawab
قُلْ أَمَنْتُ باِللهِ ثُمَّ اسْتَقِمْ
“Katakanlah, aku beriman kepada Allah kemudian istiqamahlah!” (HR. Muslim).
Kiat Menggapai Istiqamah
Istiqamah pasca Ramadhan berlalu tidak datang dengan sendirinya. Seorang yang menghendaki rezeki ini, dia harus berusaha mencari dan mendapatkannya.
Di antara usaha yang dapat membantu kita untuk mendapatkan istiqamah adalah:
Pertama, membersihkan hati.
Rasulullah ﷺ bersabda, “Ketahuilah, bahwa di dalam hati itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baiklah seluruh tubuh dan jika dia rusak maka rusaklah seluruh tubuh. Segumpal daging itu adalah hati.” (HR. Bukhari Muslim)
Ibnu Rajab Al-Hambali berkata, “Pokok istiqamah adalah; istiqamahnya hati pada tauhid.”
Bakar Ash-Shiddiq menafsirkan kata istiqamah dalam firman Allah ﷻ, “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan Rabb kami Allah kemudian dia istiqamah.” (Al-Ahqaf : 13) bahwa mereka tidak pernah berpaling kepada selain Allah ﷻ.
Ketika hati ini tetap istiqamah dalam hal mengenal Allah ﷻ, khasyah kepada-Nya, mengagungkan-Nya, mencintai-Nya, beramal hanya untuk-Nya, berharap hanya kepada-Nya, berdo’a kepada-Nya, bertawakal kepada-Nya, dan berpaling dari selain-Nya; maka seluruh anggota badan akan istiqamah untuk senantiasa taat kepada-Nya.
Sebab hati adalah raja, sementara anggota badan adalah pasukannya. Jika sang raja istiqamah, maka pasukan dan rakyatnya pun akan istiqamah.
Sarana kedua, berkumpul dengan orang shalih.
Rasulullah ﷺ bersabda, “Perumpamaan teman yang baik dengan teman yang buruk bagaikan penjual minyak wangi dengan pandai besi, ada kalanya penjual minyak wangi itu akan menghadiahkan kepadamu atau kamu membeli darinya atau kamu mendapatkan aroma wanginya.
Sedangkan pandai besi ada kalanya (percikan apinya) akan membakar bajumu atau kamu akan mendapatkan aroma tidak sedap darinya.” (HR. Muslim).
Beliau ﷺ juga bersabda, “Jangan berteman kecuali dengan mukmin. Dan jangan ada yang memakan makananmu kecuali orang yang bertakwa.” (Hadits Hasan riwayat Abu Dawud)
Dalam hadits yang lain beliau ﷺ bersabda, “Seseorang itu tergantung pada agama teman dekatnya. Oleh karena itu hendaknya salah seorang di antara kalian memperhatikan siapa yang dia jadikan teman.” (HR. Abu Dawud)
Sarana ketiga, mengikuti sunnah dan meninggalkan bid’ah.
Mengikuti Al-Kitab dan As-Sunnah, serta berpegang dengan keduanya adalah salah satu sarana terbaik bagi seseorang agar istiqamah dalam Islam hingga datang kematian.
Allah ﷻ berfirman, “Katakanlah (Nabi Muhammad), ‘Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.’ Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali ‘Imran: 31)
Rasulullah ﷺ pernah membuat sebuah garis dengan tangannya, kemudian ia bersabda, “Ini merupakan jalan Allah yang lurus”.
Kemudian beliau ﷺ membuat garis-garis lain di sisi kanan dan sisi kiri garis pertama tersebut, kemudian bersabda, “Dan tidaklah satu dari garis-garis ini kecuali terdapat setan yang menyeru kepadanya”, lalu ia membaca ayat,
“Sungguh, inilah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah! Jangan kamu ikuti jalan-jalan (yang lain) sehingga mencerai-beraikanmu dari jalan-Nya.” (Hadits Hasan Riwayat Ahmad).
Abu Bakar Ash-Shiddiq berkata, “Aku adalah seorang muttabi’ (orang yang mengikuti), bukan mubtadi’ (orang yang membuat perkara baru).
Jika aku istiqamah, maka ikutilah aku dan jika aku menyimpang maka luruskanlah aku.”
Dia juga berkata, “Saya tidak pernah meninggalkan sesuatupun. Apapun yang pernah dikerjakan oleh Rasulullah ﷺ pasti aku mengerjakannya.
Sungguh aku khawatir jika meninggalkan sesuatu (yang pernah dikerjakan oleh Rasulullah) maka aku akan menyimpang.” (HR. Bukhari Muslim)
Sarana keempat, menuntut ilmu syar’i.
Menuntut ilmu syar’i adalah sarana paling utama bagi seseorang agar istiqamah. Ilmu syar’i akan mendukung pemiliknya untuk istiqamah dalam agama Islam hingga ajal menjemput.
Pemiliknya tidak akan pernah menyimpang dari kebenaran karena syahwat maupun syubhat.
Sebagai contoh, ketika manusia diuji dengan harta Qarun yang begitu banyak, hanya orang berilmulah yang tetap berpegang teguh dengan agamanya.
Mereka sama sekali tidak tergoda. Sebaliknya mereka memberi nasihat pada yang lainnya,
“Orang-orang yang dianugerahi ilmu berkata, ‘Celakalah kamu! (Ketahuilah bahwa) pahala Allah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh. (Pahala yang besar) itu hanya diperoleh orang-orang yang sabar’.” (QS. Al-Qashash : 80)
Adapun orang yang tidak berilmu, ketika mereka dihadapkan pada perkara syubhat, mereka akan terkena fitnah.
Sedang orang berilmu ketika dihadapkan pada perkara syubhat dia akan kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah, hingga selamat dari fitnah.
Inilah yang terjadi pada Abdullah bin Abbas ketika dia berdebat dengan orang-orang Khawarij. Beliau membantah syubhat-syubhat mereka dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Hasilnya, sebagian besar dari mereka meninggalkan kesesatan mereka.
Semoga Allah ﷻ memberi kita rezeki istiqamah selama kita hidup. Sehingga ketika kita berjumpa dengan Allah ﷻ, hati kita penuh dengan keimanan dan Islam.
Sebagaimana yang diisyaratkan oleh Rabb kita, “Janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan Islam.”
Demikian yang dapat kami sampaikan. Jika ada kesalahan kami mohon maaf sebesar-besarnya. Semoga Allah ﷻ mengampuni dosa kita semua dan memudahkan jalan kita untuk meraih istiqamah saatu maupun setelah Ramadhan berlalu. Aamiin