Kultum Ramadhan: Nasihat Rasulullah Untuk Hidup Lebih Bermakna
Oleh Ammar Syarifuddin (Staf Pengajar Ma’had Aly An-Nuur)
Download PDF di sini.
Sahabat Abu Hurairah adalah sahabat mulia yang berasal dari Daus, sebuah daerah di negeri Yaman. Beliau hijrah ke Madinah karena ingin belajar langsung dari Rasulullah ﷺ.
Beliau sangat bersemangat untuk menuntut ilmu dan menuturkan, “Aku membagi malamku tiga bagian, pertama untuk membaca Al-Qur’an, sebagian lain untuk tidur, sebagian lagi untuk mengulang hafalan haditsku.” (Tarikh Dimasyq, 67/362).
Kesungguhan tersebut di kemudian hari membuahkan hasil dan beliau berhasil menghafal 5000 hadits dari Rasulullah ﷺ.
Mari kita simak bagaimana beliau menimba ilmu langsung dari sumbernya yang paling jernih.
Pada suatu hari Rasulullah ﷺ sedang bersama para sahabatnya, kemudian beliau menawarkan kepada mereka, “Siapa yang mau mengambil nasihat-nasihatku dan mengamalkannya?”
Spontan Abu Hurairah menjawabnya, “Saya, wahai Rasulullah ﷺ.”
Maka Rasulullah ﷺ memegang tangan Abu Hurairah dan menyampaikan kepadanya lima hal.
Nasihat Rasulullah ﷺ yang pertama, menjauhi perkara haram dan syubhat.
إِتَّقِ المَحَارِمَ تَكُنْ أَعْبَدَ النَاسِ
“Jauhi perkara-perkara haram, maka engkau akan menjadi orang yang paling baik ibadahnya.”
Maksudnya adalah menjauhi segala hal yang haram, seperti melanggar larangan dan meninggalkan perintah yang sudah dijelaskan di dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits.
Seperti syirik, membunuh, mencuri, berzina, berdusta, memakan riba, durhaka kepada orang tua, memutus tali silaturahmi, meninggalkan shalat, tidak puasa di bulan Ramadhan, dan lain sebagainya.
Jika seseorang berhasil meninggalkan perkara yang diharamkan, sejatinya dia telah sampai pada tingkatan ibadah tertinggi.
Sebab, dengan keberhasilannya meninggalkan larangan-larangan, dia telah berhasil menundukkan hawa nafsunya. Atau dengan kata lain, dia telah menjadi orang yang bertakwa kepada Allah ﷻ.
Bukankah salah satu definisi dari takwa adalah mengerjakan perintah-perintah dan menjauhi larangan-larangan?
Allah ﷻ berfirman, “Orang yang paling mulia di antara kalian adalah yang paling bertakwa.” (QS. Al-Hujurat: 13)
Nasihat kedua, menerima takdir.
وَارْضَ بِمَا قَسَّمَ اللهُ لَكَ تَكُنْ أَغْنَى النَاسِ
“Hendaknya engkau ridha atas bagian yang Allah berikan, niscaya engkau akan menjadi manusia paling kaya.”
Kebahagiaan hakiki bukan terletak pada banyaknya harta, tetapi pada sejauh mana seorang hamba ridha dengan ketetapan takdir yang telah berlaku untuknya dan bersabar dalam menjalaninya.
Sebanyak apapun harta yang dimiliki, tidak bisa menjamin kebahagiaan seseorang jika ia selalu merasa kurang dengan apa yang sudah dimiliki.
Kerakusannya terhadap dunia menjadikan hatinya buta dari melihat kebahagiaan dan kekayaan sejati, yaitu kekayaan hati.
Rasulullah ﷺ bersabda, “Kekayaan bukanlah dengan banyaknya simpanan, tetapi kekayaan (yang sebenarnya adalah) kekayaan jiwa.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi)
Nasihat ketiga, baik kepada tetangga.
وَأَحْسِنْ إِلَى جَارِكَ تَكُنْ مُؤْمِنًا
“Berbuat baiklah kepada tetangga, niscaya engkau akan menjadi Mukmin sejati.”
Nabi menjadikan hubungan baik sebagai tanda baiknya iman seseorang. Berbuat baik kepada tetangga dapat dilakukan dengan saling memberi salam, memenuhi undangan, tidak menyakiti, membantu, menutup aib, menasihati, dan perbuatan baik lainnya.
Pernah suatu saat, Malaikat Jibril terus saja memegang baju Rasulullah menasihatinya agar berbuat baik terhadap tetangganya, apapun agamanya.
Oleh karena itu, Rasulullah ﷺ memerintahkan kita untuk selalu berbuat baik kepada tetangga.
Nasihat keempat, mencintai sesama.
وَأَحِبِّ لِلنَّاسِ مَا تُحِبُّ لِنَفْسِكَ تَكُنْ مُسْلِمًا
“Cintailah sesama manusia layaknya mencintai diri sendiri, niscaya engkau Muslim yang sempurna.”
Salah satu tanda sempurnanya Islam seseorang adalah mencintai untuk orang lain apa yang dia cintai untuk dirinya sendiri. Dengan prinsip ini, seorang Muslim akan selalu berhati-hati dalam bertindak.
Nasihat Rasulullah ﷺ yang kelima, tidak tertawa berlebihan.
وَلَا تُكْثِرْ الضَّحِكِ, فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيْتُ القَلْبَ
“Janganlah banyak tertawa terbahak-bahak, karena tertawa seperti itu bisa membuat hati menjadi mati.”
Islam tidak melarang umatnya tertawa, tetapi tertawa ada adabnya, seperti tidak untuk mengejek orang lain.
Jika perlu tertawa, maka tertawalah secukupnya, tidak terbahak-bahak secara berlebihan, dengan suara yang keras. Kata Nabi, yang demikian akan mematikan hati.
Demikian lima nasihat dari baginda Nabiyullah Muhammad ﷺ, semoga kita bisa meneladani beliau. Amin.