Kultum Ramadhan: Tawadhu’ dan Teladan Rasulullah ﷺ
Oleh Ammar Syarifuddin (Staf Pengajar Ma’had Aly An-Nuur)
Download PDF di sini.
Abdullah bin Abu Bakar bercerita, bahwa ketika Rasulullah ﷺ tiba di Dzu Thuwa, saat hendak memasuki kota Makkah pada peristiwa penaklukan kota Makkah, beliau menghentikan kendaraannya.
Beliau ﷺ lantas tertunduk sejenak dan memakai sorban dari Yaman yang bersulam benang warna merah.
Beliau menundukkan wajah sebagai simbol kerendahannya di hadapan Allah ﷻ ketika melihat kemenangan yang Allah ﷻ berikan kepadanya.
Beliau ﷺ terus menunduk sambil memasuki kota Makkah, hingga jenggotnya hampir menyentuh pelana hewan tunggangannya bagian tengah.
Perjuangan Rasulullah Muhammad ﷺ
Rasulullah ﷺ telah berdakwah di Makkah selama sepuluh tahun, tapi hanya sedikit orang yang masuk Islam.
Bertambahnya waktu di Makkah, bukan bertambah baik, tapi permusuhan dan kekejaman orang kafir Quraisy kepada kaum muslimin semakin menjadi-jadi.
Hingga Nabi ﷺ dan para sahabatnya diizinkan oleh Allah ﷻ untuk hijrah ke kota Madinah.
Delapan tahun di kota Madinah, perkembangan dakwah Islam sangat pesat. Bahkan Rasulullah ﷺ mampu membangun kekuatan yang tak tertandingi.
Maka berangkatlah Rasulullah ﷺ bersama 10.000 pasukan menuju kota Makkah untuk membebaskannya dari kemusyrikan.
Perjalanan sejauh kurang lebih 450 km ditempuh pasukan besar itu dengan lancar, hingga sampailah pada hari di mana Rasulullah ﷺ dan pasukannya masuk ke kota Makkah.
Tidak ada perlawanan yang berarti dari orang-orang kafir Quraisy, sebagian besar mereka lebih memilih untuk berlindung di rumah-rumah mereka, di rumah Abu Sufyan, atau di Masjidil Haram.
Sebab mereka yakin tidak akan mampu melawan Rasulullah ﷺ dan pasukan besarnya.
Orang-orang kafir Quraisy ketakutan, mereka khawatir akan dibinasakan oleh Nabi Muhammad ﷺ dan pasukannya.
Karena menurut logika mereka, itulah yang akan dilakukan oleh Nabi Muhammad ﷺ dan pasukannya.
Mereka sadar bahwa dahulu mereka terlalu keras memusuhi Nabi Muhammad ﷺ dan kaum muslimin yang lemah.
Siksaan demi siksaan mereka lakukan, bahkan Nabi Muhammad ﷺ pun tidak luput dari kekejaman mereka.
Tapi lihatlah bagaimana cara Rasulullah ﷺ memasuki kota Makkah. Beliau tidak masuk sambil membusungkan dada nan jumawa, atau menebar tawa ejekan kepada kaum Quraisy yang dijumpainya.
Tapi sebaliknya, beliau tundukkan kepalanya, hingga hampir-hampir jenggotnya menyentuh pelana tunggangannya.
Itulah tawadhu’.
Beliau rendahkan diri di hadapan Allah ﷻ. Beliau ajarkan kepada umatnya, bahwa memang manusia bisa berusaha, tapi keberhasilan, kesuksesan, dan kemenangan hanya atas izin dari Allah Yang Maha Kuasa.
Puncak dari kemuliaan akhlak Rasulullah ﷺ adalah ketika orang-orang kafir Quraisy berkumpul di sekelilingnya.
Beliau bersabda, “Wahai orang-orang Quraisy, apa yang harus kulakukan terhadap kalian menurut kalian?”
Mereka menjawab, “Kebaikan, karena engkau adalah saudara yang baik dan anak saudara yang baik pula.”
Beliau bersabda, “Kukatakan kepada kalian seperti yang dikatakan Yusuf kepada saudara-saudaranya, ‘Pada hari ini tidak ada cercaan terhadap kalian. Pergilah. Kalian adalah orang-orang yang bebas.’”
Akhlak Mulia Rasulullah ﷺ
Peristiwa di atas mengajarkan kepada kita satu akhlak mulia dari baginda Nabi Muhammad, yaitu sikap tawadhu’. Sikap tidak merasa lebih tinggi dan tidak merendahkan orang lain.
Beliau memasuki kota Makkah dengan penuh ketundukan. Seakan-akan beliau sedang memberitahukan bahwa manusia bisa berusaha, tapi keberhasilan, kesuksesan, dan kemenangan semua hanya atas izin dari Allah yang Maha Perkasa.
Jadi tidak ada yang pantas untuk disombongkan.
Beliau menjelaskan bahwa akhlak mulia ini adalah perintah dari Allah ﷻ. Dalam sebuah hadits beliau bersabda
“Dan sesungguhnya Allah mewahyukan kepadaku untuk memiliki sifat tawadhu’. Janganlah seseorang menyombongkan diri (berbangga diri) dan melampaui batas pada yang lain.” (HR. Muslim no. 2865)
Dengan hadits ini Nabi mengabarkan kepada kita bahwa sifat tawadhu’ adalah ilham dari Allah ﷻ kepada beliau.
Perintah dari Allah ﷻ kepada beliau. Perintah kepada beliau berarti perintah juga kepada umatnya.
Artinya, kita sebagai umat Nabi Muhammad ﷺ diperintahkan untuk meneladani beliau dalam hal tawadhu’.
Hikmah Sikap Tawadhu’
Sikap tawadhu’ ini akan melahirkan sikap mulia yang lain;
Pertama, tidak sombong.
Nabi ﷺ bersabda, “Sehingga seseorang tidak menyombongkan diri (berbangga diri) pada yang lain.”
Sombong adalah akhlak tercela yang berarti membanggakan diri sendiri dan menganggap diri lebih baik dari orang lain.
Merasa lebih baik dalam aspek-aspek tertentu seperti kekayaan, kedudukan, ilmu, atau keturunan.
Menganggap diri lebih baik adalah ciri khas iblis yang menjadikannya terlaknat. Oleh karena itu, sebagai seorang muslim kita tidak boleh memiliki sifat tercela ini.
Allah ﷻ tidak suka kepada hamba-Nya yang memiliki sifat ini. Allah ﷻ berfirman, “Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong.” (QS. An-Nahl: 23)
Selain itu, orang yang sombong juga terancam masuk ke dalam neraka. Rasulullah bersabda, “Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya ada seberat biji zarrah dari kesombongan.” (HR. Muslim)
Kedua, tidak menzalimi orang lain.
Sebagaimana sabda Nabi ﷺ dalam hadits di atas, “Sehingga salah seorang dari kalian tidak menzalimi yang lainnya.”
Pada umumnya kezaliman bermula dari sikap merasa tinggi dan sombong.
Ketika seseorang merasa sombong dan merendahkan orang lain, maka dia mudah untuk menzaliminya. Mungkin menzalimi dengan perkataan, dengan perbuatan, dengan tindakan.
Tapi jika setiap orang menghargai yang lain, tidak merendahkan yang lain, dia tawadhu’, merendahkan dirinya di hadapan yang lain, dia tidak akan menzalimi.
Lihatlah sikap Nabi ﷺ kepada orang-orang kafir yang sudah lemah dan tidak berdaya. Beliau tidak merasa lebih tinggi dan apalagi sombong.
Tapi yang beliau sampaikan kepada mereka dalam khutbahnya adalah satu pernyataan yang lahir dari hati yang ikhlas dan penuh ketawadhu’an.
Pernyataan yang betul-betul menyejukkan hati pendengarnya, pernyataan yang mengharukan hati orang-orang yang pernah menyakitinya.
Beliau ﷺ berkata kepada orang-orang kafir saat itu, “Kukatakan kepada kalian seperti yang dikatakan Yusuf kepada saudara-saudaranya, ‘Pada hari ini tidak ada cercaan terhadap kalian. Pergilah. Kalian adalah orang-orang yang bebas.’”
Dengan tawadhu’ ini, dengan kebesaran jiwa ini, justru orang-orang kafir Makkah berbondong-bondong untuk masuk ke dalam ajaran agama Islam. Allahu Akbar.
Semoga kita diberi kemudahan untuk meneladani akhlak mulia Rasulullah ﷺ. Aamiin.