Kultum Ramadhan: Teladan Baik atau Buruk;
Mana yang Akan Kita Wariskan?
Oleh Ammar Syarifuddin (Staf Pengajar Ma’had Aly An-Nuur)
Download PDF di sini.
Sahabat Jarir bin Abdullah Al-Bajili bercerita bahwa suatu hari Rasulullah ﷺ berkumpul bersama para sahabatnya. Kemudian datang suatu kaum dengan bertelanjang kaki.
Mereka mengenakan baju shuf (bulu) yang dirobek di bagian tengahnya—atau mantel—dan mengalungkan pedang di leher. Kebanyakan dari mereka berasal dari kalangan miskin.
Melihat kondisi itu, raut wajah Rasulullah ﷺ pun berubah. Beliau masuk ke dalam rumah, lalu keluar kembali. Kemudian, beliau meminta kepada Bilal untuk mengumandangkan adzan dan iqamah.
Seusai menunaikan shalat, beliau ﷺ berkhutbah dan bersabda, “Seandainya ada yang bersedekah dengan setengah dari kurma yang dimilikinya.”
Seorang laki-laki Anshar lalu datang membawa sekantong uang yang hampir-hampir tak cukup digenggam tangannya. Melihat hal tersebut, para sahabat lain pun silih berganti mengikutinya.
Ada yang membawa uang, ada pula yang membawa pakaian. Hingga terkumpul dua tumpuk makanan dan pakaian di hadapan Rasulullah ﷺ.
Melihat kesemangatan para sahabat, terlihat kegembiraan dari diri beliau ﷺ. Wajahnya berseri-seri, ibarat perak yang dilapisi emas. Kemudian Rasulullah ﷺ bersabda
مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً كاَنَ لَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً كاَنَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أن يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْئًا
“Barang siapa yang membuat sunah yang baik dalam Islam, maka dia akan mendapat pahala dari sunah tersebut dan pahala dari orang setelahnya yang mengamalkannya, tanpa mengurangi sedikitpun pahala orang yang mengikutinya.
Barangsiapa yang membuat sunah yang buruk dalam Islam, maka dia akan mendapat dosa dari sunah tersebut, serta dosa dari orang setelahnya yang mengerjakannya, tanpa mengurangi sedikitpun dosa orang yang menirunya.” (HR. Muslim)
Teladan Baik atau Buruk?
Laki-laki Anshar itu memiliki keutamaan tersendiri karena menjadi orang pertama yang menyambut seruan Rasulullah ﷺ. Oleh sebab itu, beliau memuji dan menjelaskan bahwa ia akan mendapat pahala dari sedekahnya serta pahala dari orang-orang yang mencontoh perbuatannya tersebut.
Selain itu, Rasulullah ﷺ juga mengingatkan bahwa orang yang melakukan keburukan akan mendapat dosa dari perbuatannya, sekaligus dosa dari orang-orang yang mencontoh dan mengikutinya.
Selain hadis di atas, dalam Al-Qur’an dijelaskan hal serupa. Allah Ta’ala berfirman dalam surah Yasin ayat 12
اِنَّا نَحْنُ نُحْيِ الْمَوْتٰى وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوْا وَاٰثَارَهُمْۗ وَكُلَّ شَيْءٍ اَحْصَيْنٰهُ فِيْٓ اِمَامٍ مُّبِيْنٍ
“Sesungguhnya Kamilah yang menghidupkan orang-orang yang mati, dan Kami (pula) yang mencatat apa yang telah mereka kerjakan serta bekas-bekas yang mereka (tinggalkan). Segala sesuatu Kami kumpulkan dalam kitab induk yang nyata (Lauh Mahfuz).”
Maksud dari pernyataan bahwa Allah Ta’ala mencatat apa yang telah mereka kerjakan adalah bahwa amal baik maupun buruk seorang hamba tidak luput dari perhitungan-Nya. Sedangkan al-atsar merujuk pada nilai-nilai dan pengaruh yang ditinggalkan oleh amal tersebut.
Warisan Amal Perbuatan
Ayat tersebut (QS. Yasin: 12) menjelaskan bahwa setiap perbuatan akan dicatat dalam dua aspek:
Satu, balasan dari amal yang dilakukan. Dua, atsar atau pengaruh yang ditinggalkan.
Adapun balasan amal, seseorang akan mendapat ganjaran sesuai dengan perbuatannya. Sedangkan atsar atau pengaruh dari amal tersebut, pahalanya bisa berlipat-lipat, tergantung jumlah orang yang mengikuti dan mencontoh jejaknya.
Jika yang ditinggalkan adalah kebaikan, maka ia akan mendapat pahala jariyah (pahalanya terus mengalir) dari orang-orang yang meneladaninya. Demikian pula jika yang diwariskan adalah keburukan, maka ia akan menanggung dosa jariyah dari orang-orang yang menirunya.
Adapun atsar atau pengaruh yang ditinggalkan seseorang ada dua macam:
Nilai yang bersifat dzati, yaitu sesuatu yang dapat diindera. Contohnya adalah membangun masjid, membuat sumur, mendirikan bangunan untuk wakaf, dan amalan lain yang wujudnya tetap ada di dunia.
Dan nilai yang bersifat maknawi, yaitu sesuatu yang bisa dirasakan tetapi tidak dapat diindera. Contohnya adalah ilmu yang diajarkan oleh seseorang kepada selainnya.
Baik atsar atau pengaruh yang bernilai dzati maupun maknawi, keduanya akan membawa konsekuensi bagi seseorang. Jika yang ditinggalkan adalah kebaikan, maka pahalanya akan terus mengalir, sebagaimana ilmu yang bermanfaat atau sedekah jariyah selama masih ada orang yang mencontoh atau merasakan manfaatnya.
Namun, jika yang ditinggalkan adalah keburukan, maka dosanya pun akan terus bertambah seiring dengan orang-orang yang mengikutinya. Karena itulah, Rasulullah ﷺ mengingatkan bahwa setiap perbuatan memiliki dampak jangka panjang, baik di dunia maupun di akhirat.
Oleh sebab itu, hendaknya kita berhati-hati dalam bertindak karena setiap amal akan mendapat balasan dari Allah Ta’ala. Selain itu, pengaruh dari amal tersebut juga berpotensi menjadi amal jariyah atau dosa jariyah.
Semoga Allah senantiasa membimbing kita untuk istiqamah dalam kebaikan. Aamiin.
