Oleh: Ryan Arief Rahman, Lc
“Saya sudah terlalu lama menanggung derita ini, Ahhhh…siapakah orang dibalik derita ini? Sungguh..! Aku akan mendatangi dan meminta pertolongan tukang sihir yang lebih hebat dan terkenal! Sehingga Kau akan merasakan derita seperti yang aku rasakan bahkan kesakitan yang lebih parah dari apa yang aku rasakan!”
Ungkapan di atas adalah secuil contoh keluhan dan rintihan orang yang terkena pengaruh sihir. Hatinya gundah gulana, keimanannya, tauhid, dan keyakinannya melemah bahkan sirna tak tersisa. Sehingga yang ada dalam benaknya adalah dendam kesumat yang membara, ia berambisi untuk membalas dendam dengan menggunakan sihir yang lebih hebat, padahal hakekatnya dendam itu akan merusak aqīdah dan tauhidnya sendiri. Namun, bagi orang yang tidak mengalami dan menjumpai pengaruh serta bahaya sihir akan bertanya tanya dalam benak dan pikiran mereka; Sebenarnya ada gak sih pengaruh sihir dalam kehidupan manusia? Bagaimanakah cara menghilangkan dan mengobati jerat jerat sihir itu? Makalah ini insya Allah akan mejelaskan persoalan itu berdasarkan perspektif aqīdah dan tauhid.
Hakekat Sihir
Sihir itu nyata dan memberikan pengaruh kepada seseorang yang tersihir. Keyakinan ini dibangun di atas dalil-dalil dari Al Qur‛an dan As Sunnah.
Allah berfirman:
وَاتَّبَعُوْا مَا تَتْلُو الشَّيَاطِيْنُ عَلىَ مُلْكِ سُلَيْمَانَ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَكِنَّ الشَّيَاطِيْنَ كَفَرُوْا يُعَلِّمُوْنَ النَّاسَ السِّحْرَ
“Dan mereka mengikuti apa-apa yang dibaca oleh setan-setan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu yang mengerjakan sihir). Padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya setan-setan itulah yang kafir (mengerjakan sihir), dan mereka mengajarkan sihir kepada manusia.” (Al-Baqarah: 102)
Dan firmanNya: “Mereka berkata: Sesungguhnya dua orang ini (Musa dan Harun) adalah benar-benar ahli sihir yang hendak mengusir kalian dari negeri kalian dengan sihirnya, serta hendak melenyapkan kedudukan kalian yang utama. Maka himpunkanlah segala daya (sihir) kalian kemudian datanglah dengan berbaris dan sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang menang pada hari ini. Setelah mereka berkumpul, mereka berkata: Hai Musa, (pilihlah) apakah kamu yang melempar dahulu atau kamilah yang mula-mula melemparkan? Musa berkata: Silahkan kalian melemparkan. Maka tiba-tiba tali dan tongkat mereka terbayang kepada Musa seakan-akan dia merayap dengan cepat lantaran sihir mereka. Maka Musa merasa takut dalam hatinya. Kami (Allah) berkata: Janganlah kamu takut, sesungguhnya kamulah yang paling unggul (menang). Lemparkanlah apa yang ada di tangan kananmu, niscaya dia akan menelan apa yang mereka perbuat. Sesungguhnya apa yang mereka perbuat itu adalah tipu daya tukang sihir (belaka) dan tidak akan menang tukang sihir itu dari mana saja dia datang.” (Thaha: 63-69)
Menurut Asy-Syinqithi dalam kitāb Adhwā Al-Bayān dan Al-Imām Al-Qurţubī dalam al Jāmì li Ahkām Al Qurān, serta Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sádi dalam Tafsirnya mengatakan, “ makna ayat ini adalah meniadakan seluruh jenis keberuntungan bagi tukang sihir, dan Allah menguatkan hal yang demikian itu dengan firman-Nya: “Dari manapun dia datang.”
Masih banyak ayat-ayat lain yang menjelaskan hakikat sihir tersebut. Adapun dalil dari As Sunnah seperti riwayat Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda: “Jauhilah tujuh perkara yang membinasakan (membawa kepada kehancuran). Para shahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah tujuh perkara itu?, Beliau berkata: “Syirik kepada Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah kecuali dengan sebab yang dibenarkan agama, memakan riba, memakan harta anak yatim, membelot (desersi) dalam peperangan, melontarkan tuduhan zina kepada wanita yang terjaga kehormatannya, yang beriman yang tiada menahu dengannya”. (HR. Al-Bukhari: 2766 dan Muslim: 89)
Masih banyak dalil lain yang menunjukkan hakikat dan pengaruh sihir. Hāfidz bin Ahmad Al-Hakami rahimahullah mengatakan: “Sihir adalah sesuatu yang benar-benar ada dan pengaruhnya tidak terlepas dari takdir Allah sebagaimana Allah berfirman: Mereka belajar dari keduanya perkara yang akan memecah belah hubungan suami istri dan mereka tidak akan bisa berbuat madharat kepada seorang pun kecuali dengan izin Allah. Dan pengaruhnya ada sebagaimana termaktub dalam hadits-hadits shahih.”
Ibnu Hajar dalam Fathul Bāri mengatakan: “Al-Maziri berkata: Sebagian ahli bidáh mengingkari sihir yang menimpa Rasulullah ini, mereka menyangka bahwa hal ini akan menjatuhkan kedudukan nubuwwah dan akan memberi keraguan. Sesungguhnya statement itu adalah batil.”
Asy-Syaikh Shālih bin Fauzan mengatakan: “Dinamakan sihir karena terjadi dengan perkara yang sangat tersembunyi yang tidak akan bisa dilihat oleh mata. Yaitu berbentuk jimat-jimat, jampi-jampi, pembicaraan-pembicaraan, atau melalui asap-asap. Sihir memiliki hakikat dan diantaranya berpengaruh terhadap hati dan badan sehingga bisa menyebabkan sakit, terbunuh, dan memisahkan antara suami istri.”
Abu Muhammad Al-Maqdisi di dalam kitab Al-Kāfi mengatakan: “Sihir adalah jimat-jimat, jampi-jampi dan ikatan-ikatan buhul yang berpengaruh pada hati dan badan yang akhirnya menyebabkan sakit dan mati, juga akan memisahkan kesatuan antara suami istri. Allah berfirman: Lalu mereka belajar dari keduanya (Harut dan Marut) sesuatu yang akan bisa memisahkan antara seorang suami dengan istrinya.”
Uraian di atas menjelaskan tentang hakekat dan pengaruh sihir, Lalu bagaimana cara menghilangkan sihir menurut tuntunan syarì..? ulasan berikutnya akan menjelaskan hal itu insya Allah…
Cara Menghilangkan Sihir
Menghilangkan sihir dari orang yang terkena sihir disebut dengan an-nusyrah. Apabila menghilangkan sihir tersebut dengan sihir yang lain maka ini adalah perbuatan setan dan hukumnya haram. Dan apabila menghilangkannya dengan bacaan-bacaan yang disyariátkan, seperti doa, dan ayat-ayat Al Qur’an maka hal yang demikian itu boleh dan disyariátkan.
Persoalan berkaitan menghilangkan sihir atau dalam terminology aqīdah disebut an nusyrah adalah termasuk dalam permasalahan yang dijelaskan hukumnya oleh para ulama. Nusyrah ini terbagi ke dalam dua klasifikasi. Pertama; menghilangkan sihir dengan sihir. Kedua; menghilangkan sihir dengan menggunakan ruqyah, ayat-ayat dzikir, pelindung dan juga obat-obatan yang dianjurkan.
Dalam sebuah riwayat disebutkan dari Jabir ra bahawa Rasulullah saw ditanya tentang an-nusyrah, lalu baginda menjawab; “Ia termasuk dalam amalan syaitan”. (H.R. Ahmad dan Abu Daud)
Hadis di atas menjelaskan larangan dan pengharaman menemui tukang sihir untuk menghilangkan sihir. Adapun menghilangkan sihir dengan doa-doa dan ruqyah yang disyariátkan hukumnya boleh bahkan dianjurkan. Kedua belah pihak baik tukang sihir yang menghilangkan sihir maupun pesakit yang terkena sihir akan menerima dosa atas perbuatan mereka. Ini kerana kedua-duanya menghambakan dirinya kepada syaitan, melakukan kesyirikan, mentaati segala permintaan dan suruhannya sehingga mereka melakukan perkara-perkara yang diharamkan oleh syariát, meminta kesembuhan kepada tukang sihir dan mengamalkan anjurannya adalah haram. Keharaman tersebut senada dengan keharaman yang termaktub dalam firman Allah surah al-Maidah ayat 90 yaitu; “Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) arak, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”
Syeikh Shaleh Fauzan al-Fauzan Hafizahullah berkata; “Adapun seseorang mufti yang menganjurkan pengobatan sihir dengan sihir yang semisal atau sejenisnya, maka dia telah berbuat dosa ditinjua dari beberapa hal berikut; Pertama: Fatwanya itu menyalahi fatwa-fatwa yang benar yang berdasarkan dalil-dalil syarì. Kedua: Fatwa itu sebagai pemicu munculnya tukang sihir baru dengan dalil menolong orang lain. Ketiga: Fatwa itu akan menghapus hukum syarì yang memerintahkan untuk membunuh tukang sihir. Keempat: Sesungguhnya Allah telah menjadikan obat bagi yang terkena sihir dengan menggunakan an-nusyrah yang disyari’atkan. Kelima: tidak boleh berobat dengan benda-benda yang haram sebagaimana sabda Nabi saw; “berobatlah kamu semua, dan janganlah berobat dengan benda-benda yang haram”.
Ibn Masùd berkata; “sesungguhnya Allah tidak menjadikan kesembuhan jika kalian menggunakan dengan sesuatu yang diharamkan, dan sihir merupakan kekufuran yang mengeluarkan seserorang dari agamanya dan termasuk perbuatan dosa besar.”
Cara An-Nusyrah Yang Dianjurkan
Pertama: Menggunakan ayat-ayat ruqyah (jampi) yang termaktub dalam al-quran dan as-sunnah. Kedua: Mengamalkan ayat-ayat pelindung setiap pagi dan sore, seperti surat al-Falaq dan an-Nas, juga hadis Nabi saw; “a’ūdzu bi kalimātillah al-tāmmati min syarri ma khalaq” dan contoh yang lainnya. Ketiga: Menggunakan beberapa bahan obat yang dianjurkan seperti daun sidir, minyak wangi, minyak zaitun, air zam-zam, madu dan sebagainya yang mengandung khasiat tertentu seperti termaktub dalam hadis. Dan tentunya Bahan-bahan tersebut dibarengi dengan bacaan al-Quran dan ruqyah untuk diberikan kepada pesakit yang disihir untuk diminum, untuk air mandi, untuk mengusap dan sebagainya.
Akan tetapi perlu diingat, bahwa pesakit harus berprasangka baik kepada Allah swt dan yakin bahwa obat obatan dan usah-usaha ruqyah yang dilakukan itu akan mujarab atas izinNya semata, karena kesembuhan adalah dari Allah dan Dialah yang memberi madharat dan manfaat. Dan juga harus bersabar selama menjalankan upaya dan pengobatan syar’I di atas, karena terkadang pengobatan tersebut memakan waktu yang lama. Sebenarnya kesuksesan dan hasil terapi ruqyah itu sangat bergantung pada keyakinan pesakit, rasa tawakkal dan azam yang tinggi untuk sembuh. Semoga Allah menyembuhkan mereka yang tertimpa musibah ini, semoga Allah swt menghapuskan kejahatan-kejahatan tukang sihir serta membongkar kejahatan-kejahatan mereka, dan semoga kita terhindar dari segala bentuk jerat dan belenggu sihir.
“Kita berlindung dengan kalimah-kalimah Allah Yang Maha Sempurna dari setiap kejahatan yang diciptakan”. Wallāhul Musta‛ān..
Reference:
1. Muhammad Shālih Al Utsaimin, Al Qaul Al Mufīd Alā Kitāb At Tauhīd (Riyādh: Dār Ibn Al jauzī, 1419) Cet III.
2. Muhamad Bin Abdul Azīz As Sulaimān Al qaráwi, Al Jadīd Fī Syarh Kitāb At Tauhīd (Jeddah: Maktabah As Sawādī Li at Tauzì, 1415) Cet I
3. Abdurrahman Bin Hasan Bin Muhamad Bin Abdul Wahāb, Fathul Majīd Li Syarh Kitāb At Tauhīd (Bairut: Dār Ālam Al fawāìd, 1420) Cet VI
4. Sulaimān Bin Abdilah Bin Muhamad Bin Abdul Wahāb, Taisīr Al Azīz Al Hamīd Fī Syarh Kitāb At Tauhīd (Bairut: Maktab Al Islāmi, 1405) Cet VI
5. Muhamad Al Amīn Bin Muhamad Al Mukhtār Al Jakani As Syanqithi, Adwāùl Bayān Fī Idāh Al Qurān Bi Al Qurān (Bairut: Ālim Al Kutub, t.thn)
6. Abdurrahman Bin Nashīr As Sádi, Taisīr Al Karīm Ar Rahmān Fī Tafsiri Kalām Al Manān (Bairut: Muassasah Ar risālah, 1423) Cet I
7. Abu Abdilah Muhamad Bin Ahmad Al Ansharī Al Qurthubi, Al Jāmì Li Ahkām Al Qurān (t.tp: t.tt)
8. Ahmad Bin Ali Bin Hajar Al Asqalani, Fath Al Bāry Bi Syarh Shahīh Al Bukhary (Bairut: Dar Al Fikr, 1421)