Ramadhan merupakan bulan yang mulia bagi umat Islam. Di bulan ini al-Qur’an diturunkan, setan-setan dibelenggu, segala amalan kebaikan dilipat gandakan pahalanya, dibukakan padanya pintu-pintu surga. Bulan yang lebih utama dari seribu bulan, bulan penyejuk jiwa, hati dan pikiran.
Kemuliaan bulan Ramadhan ini sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إِذا جَاءَ رَمَضَانُ، فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الجنَّةِ، وغُلِّقَت أَبْوَابُ النَّارِ، وصُفِّدتِ الشياطِينُ
“Bila bulan Ramadlan tiba, maka dibukalah pintu-pintu surga, pintu–pintu neraka ditutup dan setan-setan pun dibelenggu.” (HR. Bukhari, Muslim, dan Nasai), dan ini tidak terjadi di Bulan lainnya.
Mengingat begitu mulianya bulan Ramadhan, kita sebagai seorang muslim tidak sepantasnya menyia-nyiakan momentum ini.
Meskipun dalam keadaan berpuasa kita tidak bisa menjadikannya sebagai alasan untuk bermalas-malasan. Sebagaimana para sahabat di dalam memanfaatkan waktu di bulan Ramadhan, meskipun dalam keadaan menahan makan dan minum tidak menghalangi mereka untuk melakukan salah satu amalan yang paling mulia yaitu berperang di jalan Allah.
Bahkan banyak kemenangan-kemenangan yang diraih ketika melakukan peperangan di bulan yang mulia ini, diantaranya adalah:
Pertama, Perang Badar yang terjadi pada tanggal 17 Ramadan tahun 2 Hijriyah. Perang Badar disebut sebagai “Yaumul Furqan” atau hari pemisah antara yang hak dan batil.
Padahal saat itu pasukan Islam cukup sedikit jika dibandingkan dengan pasukan kafir Quraisy, karena memang niat awal mereka berangkat bukanlah untuk berperang, melainkan hanya untuk menghadang rombongan dagang milik suku Quraisy.
Kaum muslimin berangkat dengan 313 orang. Namun takdir Allah berkata lain, yang mereka temukan bukanlah rombongan dagang, melainkan mereka bertemu dengan pasukan Quraisy dari Mekkah yang berjumlah 1.000 orang yang hendak menyelamatkan rombongan dagang mereka. (Ar-Rahiq Al-Makhtum, hlm. 379-383)
Disinilah kesabaran pasukan kaum muslimin diuji. Pertempuran yang dahsyat tidak dapat dihindari. Lalu Allah menurunkan bala bantuannya berupa malaikat yang ikut berperang bersama kaum muslimin.
Sekilas peperangan ini nampak tidak sebanding, namun pada kenyataanya umat Islam-lah yang memenangakan pertempuran ini dengan jumlah korban 13 orang dari kaum muslimin dan 70 orang dari kaum kafir Quraisy.
Kedua, peristiwa Fathu Makkah atau pembebasan kota Makkah yang terjadi pada bulan Ramadan tanggal 10 tahun 8 Hijriyah. Peristiwa tersebut menjadi titik balik kemenangan bagi umat Islam khususnya Kaum Muhajirin sebab dahulu mereka disiksa oleh kaum kafir Quraisy ketika keadaan kaum muslimin saat itu masih lemah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama 10.000 pasukan bergerak dari Madinah ke Mekkah dan menguasai seluruh Mekkah tanpa pertumpahan darah, kecuali pasukan yang dipimpin oleh Khalid bin Walid, mereka dihadang oleh sejumlah pasukan kafir Quraisy sehingga peperangan tidak dapat dihindari.
Setelah kaum muslimin berhasil memasuki Makkah, mereka menghancurkan berbagai macam berhala yang ada di sana sebanyak 360 berhala. (Ar-Rahiq Al-Makhtum, hlm. 698-716)
Ketiga, di bulan yang sama, Khalid bin Walid juga berhasil menghancurkan patung al-Uzzah, berhala ini adalah berhala milik orang-orang Quraisy dan termasuk berhala yang paling besar. Khalid bin Walid pergi ke sana bersama 30 orang penunggang kuda. Setibanya di sana Khalid bin Walid langsung merobohkannya. (Ar-Rahiq Al-Makhtum, hlm. 727)
Kemudian kaum Tsaqif juga menyatakan keislamannya di hadapan Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menghancurkan patung al-Lata yang dulu mereka sembah.
Peristiwa tersebut terjadi tepatnya pada bulan Ramadan tahun 9 Hijriyah.
Catatan sejarah Islam menunjukkan bahwa peradaban Islam akan terus berputar dan pernah mengalami berbagai macam kejayaan yang diraih selama bulan Ramadhan dan ini hanyalah sebagiannya.
Torehan prestasi tersebut sesungguhnya menunjukkan bahwa rasa haus dan lapar tidak menjadi penghalang bagi umat Islam untuk meraih kemenangan yang sesungguhnya.
Oleh karena itu, hadirnya bulan Ramadhan seharusnya menjadi semangat tambahan bagi kita untuk melakukan amalan-amalan kebaikan, di mana amalan-amalan kebaikan dilipat gandakan di dalamnya. Dan tidak merusak kemuliaan bulan Ramadhan dengan melakukan amalan-amalan keburukan seperti berdusta, mengucapkan sesuatu yang kotor, dan mengada-ada, dan amalan-amalan buruk lainnya.
Apabila ia melakukan sesuatu, ia juga tidak melakukan hal yang bisa merusak puasanya. Jika ia mendengar, ia tidak mendengar hal-hal yang mengurangi pahala puasanya. Perkataan yang ia keluarkan bermanfaat dan baik.
Amal perbuatannya baik dan diridhai. Apabila makan dan minum itu merusak puasa, demikian juga dosa dapat merusak pahala puasa.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
من لَمْ يَدَعْ قَولَ الزُّورِ والعملَ به، فليس للهِ حاجَةٌ فِي أن يدعَ طعامَهُ وَشرابَهُ
“Siapa yang tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta, maka Allah tidak mempunyai sebuah keperluanpun untuk meninggalkan makan dan minumnya.” (HR. Bukhari)
Berhati-hatilah dengan kehati-hatian yang sangat di bulan Ramadhan ini, jangan sampai kita termasuk orang yang Allah tidak memperhatikan puasa kita. Jangan sampai puasa kita hanya bernilai lapar dan haus.
Jauhilah hal-hal yang menyebabkan demikian. Jaga pendengaran, penglihatan, lisan, dan anggota-anggota tubuh lainnya. Jagalah dari yang Allah haramkan di setiap waktu dan tempat.
Jangan pula melewati Ramadhan dengan bermalas-malasan yang mana itu akan merugikan kita. Jadikan kehadiran bulan Ramadhan sebagai penyemangat di dalam melakukan amalan-amalan kebaikan sebagaimana yang di contohkan para sahabat, bulan Ramadhan menjadi penyemangat bagi mereka untuk menorehkan kejayaan dan kemenangan yang sesungguhnya bagi umat Islam.
Dengan demikian, sudah semestinya umat Islam kini bersemangat meraih kemenangan di bulan Ramadhan.
Sebab sesungguhnya perjuangan kita di bulan Ramadhan saat ini tak seberat perjuangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat saat bulan Ramadhan pada masa lalu. Wallahu a’lam bish shawab. [Faizun Muslim]