Oleh: Bagus Santoso
Syeikh Islam Ibnu Taymiyyah rahimahullah mengatakan bahwa dien ini tidak akan tegak kecuali dengan dua perkara : pertama, dengan kitab yang memberi petunjuk, kedua, pedang yang terhunus untuk melindunginya.
Dewasa ini kajian tentang jihad begitu marak. Wabil khusus pasca ramainya peristiwa jatuhnya icon New York lalu diikuti dengan berbagai peristiwa serupa di tempat lain. Suara pro dan kontra menggema dalam merespon berbagai kekerasan itu. Berbagai seminar dan diskusi yang melibatkan sekian banyak pakar ikut memeriahkan kajian ibadah yang satu ini. Hasilnya, tentu saja beragam. Ada yang objektif memandang jihad sebagai solusi guna menggantikan konsep demokrasi, tarbiyah bahkan sufistik yang belakangan dianut sebagian harakah Islam. Dan tidak sedikit pula yang subjektif dengan tuduhan-tuduhan yang tidak layak kepada puncak tertinggi dari ajaran Islam ini.
Jihad adalah salah satu ibadah yang mulia, oleh karenanya tidak dibenarkan jika pelaksanaannya tidak sesuai dengan tuntunan syar`i. Yang perlu diperhatikan juga adalah ibadah ini sangat terkait dengan urusan nyawa harta manusia. Dengan demikian, landasan yang kuat mutlak diperlukan sehingga amalan ini dapat dipertanggungjawabkan, baik di hadapan Allah maupun manusia.
Salah satu titik penting dalam kajian jihad adalah sumber dana dalam jihad itu sendiri. Karena kalau seseorang berjihad salah dalam memahami dana yang benar untuk jihad maka dia akan bertanggung jawab dihadapan Allah U nantinya, sebagiamana harta rampok untuk jihad pada masa sekarang dan lain-lain. jihad haruslah dengan dana, karena Allah dan Rasul-Nya memerintahkan agar kita berjihad dengan mengorbankan jiwa dan harta kita. Dan dengannya membuktikan pengorbanan dan kepatuhan secara menyeluruh kapada Allah U . dan karenanya amalan jihad akan bisa terlaksana sebagaimana dulu para sahabat berusaha keras mengusahakan dana untuk jihad, mereka saling berlomba-lomba dalam mendanai jihad seperti Abu Bakr y yang menginfakkan seluruh hartanya untuk perang Tabuk juga Umar y yang menginfakkan separuh hartanya untuk kepentingan jihad tersebut, belum lagi Utsman y dan lain lainnya. Oleh karena itu disini kami ingin menjelaskan tentang sumber dana dalam jihad.
- Definisi Jihad
-
Etimologi
-
Kata jihad berasal dari akar kata “jahada-yajhadu-jahdan“ yang berarti kesulitan atau beban. Al jahdu juga berarti kesungguhan dan upaya terakhir seperti dalam firman Allah U : وَأَقْسَمُوا بِاللهِ جَهْدَ أَيْمَانِهِمْ artinya“Dan mereka bersumpah dengan nama Allah dengan segala kesungguhan“ Makna kata al jahdu dan al jihad menurut pengertian bahasa arab adalah pengerahan segenap kemampuan manusia untuk mendapatkan yang diinginkan atau menolak yang dibenci.
Sedangkan dalam kitab Lisanul Arob disebutkan bahwa kata jihad berasal dari kata; jaahada-yujaahidu-jihaadan; al mubalaghoh fi badzli ath Thoqoh, yaitu bersungguh-sungguh dalam mencurahkan kemampuan.
-
-
Terminologi
-
Secara terminologi atau bisa disebut dengan istilah, kata jihad adalah memerangi orang-orang kafir untuk menegakkan kalimat Allah U dan membantu untuk menegakkannya. Para ulama mendefinisikan jihad secara syar’i adalah peperangan, seperti Imam Ibnu Hajar rahimahullah berkata bahwa jihad yaitu mengerahkan kesungguhan dalam memerangi orang-orang kafir . Didalam kitab Irsyadus Sary Al Qostholani berkata : memerangi orang-orang kafir untuk menolong dien Islam dan menegakkan kalimat Allah U . Juga didalam kitab Badai’us Shanai’ Al Kasani berkata : mengerahkan kesungguan dan kemampuan untuk berperang di jalan Allah U dengan jiwa, harta, lisan dan lainnya atau segala sesuatu yang bisa membantu peperangan tersebut.
Akan tetapi didalam nash syar’i kata jihad juga bisa dikatakan dengan selain berperang sebagaimana sabda Rasulullah r bersabda :
الْمُجَاهِدُ مَنْ جَاهَدَ نَفْسَهُ فِي طَاعَةِ اللَّهِ وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ
Artinya : seorang mujahid adalah orang yang bersungguh-sungguh dalam ketaatan kepada Allah dan seorang muhajir adalah orang yang pindah dari kemaksiatan kepada Allah.
Akan tetapi jihad apabila dikatakan secara mutlak atau tanpa ada qorinah yang menunjukkan bahwa itu adalah jihad bukan untuk berperang maka artinya tidak ada yang lain selain memerangi orang-orang kafir untuk menegakkan kalimat Allah U . Sebagaimana Ibnu Rusyd mengatakan dalam Muqoddimat Ibnu Rusyd : … bahwa apabila jihad di jalan Allah dikatakan secara mutlak maka tidak diartikan kecuali untuk memerangi orang-orang kafir dengan pedang hingga mereka mau masuk Islam atau membayar jizyah…. Jadi, dalam pembahasan kami disini memaksudkan jihad dengan perang bukan dengan arti yang lain.
-
Masyru’iayah mendanai pasukan untuk berjihad
- Al Qur’an
Banyak sekali ayat-ayat mensyari’atkan tentang ini dan kami cantumkan beberapa diantaranya, dalam surat At-Taubah Allah U berfirman yang artinya : Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu Mengetahui.
Dan firman-Nya : Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, Karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik
Ibnul Arobi mengatakan infak di sini adalah untuk jihad, dan hukumnya adalah wajib, sebagimana ancaman Allah U atas orang yang tidak melakukannya.
-
-
Sunnah
-
Orang berjihad dengan jiwa dan hartanya adalah orang yang terbaik, sebagaimana sabdanya
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ أَنَّ رَجُلًا أَتَى رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ النَّاسِ أَفْضَلُ قَالَ مَنْ جَاهَدَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
Dari abi sa’id al khudri bahwasannya ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah r lalu dia berkata : ya Rasulullah siapakah manusia yang paling afdhol, maka beliau bersabda : barang siapa yang berjihad dengan jiwa dan hartanya di jalan Allah…
Orang yang mendanai jihad dama dengan orang yang berjihad, Rasulullah r bersabda :
مَن جَهَّزَ غَازِياً فِي سَبِيلِ اللهِ فَقَد غَزَا ومَن خَلَفَ غَازِياً فِي سَبِيلِ اللهِ بِخَيرٍ فَقَد غَزَا
Barang siapa yang memberi bekal bagi seorang mujahid maka ia seperti ikut dala berperang dan barang siapa yang menyantuni keluarga mujahid maka juga ia seperti ikut dalam perang.
-
Sumber dana jihad
Dalam kitab kitab al jihad wal qital disebutkan bahwa sumber-sumber dana jihad ada lima, yaitu: : Ghanimah dan Fa’i, harta dari bagian Zakat, harta personil para tentara, Shadaqah, harta milik Negara. Dan ini semua akan kami jelaskan akan tetapi tidak begitu mendetail karena kami hanya ingin menekankan bahwa harta-harta inilah yang bisa diambil sebagai dana dalam amal terbaik yaitu jihad.
-
- Ghanimah dan Fa’i
-
Ghanimah
-
- Ghanimah dan Fa’i
Adapun secara istilah “ghonimah” berarti : Harta yang diperoleh kaum muslimin dari orang-orang kafir ahlu harbi dengan perang dan penggunaan kuda atau onta –yakni mempekerjakannya dan melarikannya dengan cepat– atau yang semisal seperti : bighol, keledai, tank, kapal dan peralatan-peralatan perang yang lain.
Dikecualikan harta yang diperoleh oleh kaum yang murtad melalui perang, karena sesungguhnya ia adalah “fa’i” bukan “ghonimah”, maka harta tersebut harus dikembalikan ke baitul mal.
Atau ia –yakni ghonimah– adalah : sesuatu yang diambil dari harta ahlul harbi –kaum yang diperangi– secara paksa melalui perang.
Dalil dalam persoalan ghonimah adalah firman Allah ta’ala :
Ketahuilah, Sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, Maka Sesungguhnya seperlima untuk Allah, rasul, kerabat rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil, jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang kami turunkan kepada hamba kami (Muhammad) di hari Furqaan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Dihalalkan ghonimah merupakan kekhususan umat Nabi Muhammad r , sebab ia tidak dihalalkan bagi umat-umat lain sebelumnya.
Rasulullah r bersabda:
“aku diberi lima hal yang mana lima hal itu belum pernah diberikan kepada salah seorangpun Nabi sebelumku : 1. Aku ditolong dengan rasa takut (yang menghinggapi musuh) sejauh perjalanan satu bulan. 2. Dijadikan bumi sebagai masjid dan suci bagiku, dimanapun seseorang dari umatku sampai kepadanya waktu sholat, maka hendaklah ia mengerjakan sholat. 3. Dihalalkan bagiku harta ghonimah sedangkan ia tidak dihalalkan bagi seorangpun sebelumku. 4. Aku diberi syafa’at. 5. Adalah Nabi diutus khusus kepada kaumnya sedangkan aku diutus kepada seluruh umat manusia ”
-
-
- Fa’i
-
Dalam kitab as syarh al kabir lil maqdisi disebutkan bahwa Fa’i adalah apa-apa yang diambil dari harta kaum musrikin tanpa terjadi perang, seperti jizyah, khoroj, ‘usyr, harta yang ditinggal oleh musuh karena takut, seperlima dari ghonimah, dan harta yang tidak ada ahli warisnya. Semua ini disalurkan untuk kemaslahatan kaum muslimin.
Imam Ahmad rahimahullah menyebutkan tentang fa’i, “didalamnya ada hak untuk setiap muslim baik orang itu kaya maupun miskin…”. Al Qodhi rahimahullah menyebutkan bahwa fa’i dikhususkan untuk para mujahidin dari orang-orang yang ribath di tsugur, pasukan kaum muslimin atau para komandan… dan maksud dari perkataan Imam Ahmad “baik itu orang kaya maupun miskin…” adalah didalamnya ada maslahah bagi kaum muslimin –dari para mujahidin, qodhi, fuqoha’…- dan bentuk perkataan Ahmad menunjukkan bahwa fa’i tidak dikhususkan untuk pasukan saja, akan tetapi dimulai dari tentara kaum muslimin, karena mereka adalah maslahat yang paling penting, karena mereka itu menjaga kaum muslimin, maka sudah sepantasnya mereka diberi kecukupan, dan alangkah baiknya jika yang terpenting itu didahulukan. Dan kebutuhan utama dalam hal ini adalah menempatkan pasukan di tsugur, mencukupkan kuda-kuda dan senjata, dan apa-apa yang dibutuhkan.
Oleh karena itu, tidak diragukan lagi bahwa fa’i adalah sumber yang penting dalam pendanaan jihadnya kaum muslimin. Oleh karena definisi fa’i yang sangat luas kami akan menjelaskan masing-masing sub yang ada padanya, akan tetapi disini kami tidak begitu mendetailkannya karena disini bukan tempat untuk mendalami lebih jauh, karena kami hanya ingin menerangkan bahwa harta-harta ini adalah bagian dari harta fa’i kaum muslimin untuk memuluskan perjalanan jihad.
-
-
-
- Jizyah
-
-
Sesungguhnya jizyah yang pertama kali diambil dari orang kafir adalah setelah turun surat at Taubah pada tahun 8 hijriyah. Abu Ubaid berkata jizyah juga termasuk dalam fa’i. Penulis kitab as Siyasah al Iqtishod fi Fikri al Islamy bahwa khoroj itu datang dari ijtihadnya Umar bin Khottob y berbeda dengan jizyah, karena jizyah datang dari nash al Qur’an, Allah U berfirman :
Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari Kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan RasulNya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.
Maka Jizyah ialah pungutan yang wajib dibayar orang kafir dengan adanya jaminan istimewa atau pajak harta yang diambil dari ahli dzimmi pada akhir tahun. Dan ia sebagai imbalan bagi pengamanan dan perlindungan yang diberikan kepada mereka.
Bersandarkan pada ayat diatas (perangilah mereka yang tidak beriman…) jizyah diambil dari ahlu kitab atau yahudi dan nasrani, dan orang selain mereka. Walaupun demikian para ulama masih berbeda pendapat tentang siapa yang berhak diambil jizyahnya. Tetapi yang jelas jizyah itu diambil dari orang kafir dzimmi. dan Ibnu Qoyyim al Jauziyyah mengatakan bahwa Jizyah hanya diambil dari orang majusi, yahudi dan nasrani.
Diriwayatkan dari Ja’far bin Muhammad dari ayahnya bahwa Umar y menyebutkan tentang majusi lalu dia berkata saya tidak tahu bagaimana akan saya perbuat tentang urusan mereka, lalu Abdurrahman bin Auf y berkata : saya bersaksi bahwa Nabi r pernah bersabda : perbuatlah mereka sebagaimana kalian perbuat terhadap ahlu kitab.
Para ulama berbeda pendapat tentang banyaknya nominal harta yang diambil, as Syafi’i berpendapat 1 dinar untuk orang yang kaya dan orang yang fakir lagi merdeka juga tidak kurang dari itu. Kalau Imam Malik, 4 dinar pada ahlu dzahab, dan 40 dirham bagi orang yang mempunyai dirham dan semua rata baik kaya atau miskin.sedangkan abu hanifah dan ahmad memberi pilihan 12 dirham, 24 dirham atau 48 dirham. Dan imam at thobari merojihkan bahwa yang diambil adalah paling sedikit 1 dinar dan paling banyak tidak ada batasan. Dan imam Ibnul Qoyyim al Jauziyyah menyatukan pendapat-pendapat tersebut yaitu jizyah diambil dari orang kafir sesuai dengan kebutuhan kaum muslimin.
Umar bin Abdul Aziz berpendapat bahwa jizyah yang telah difirmankan oleh Allah U didalamnya: yaitu… sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk. adalah ditujukan kepada perorangan dari kafir dzimmi.
-
-
-
- Khoroj (pajak tanah)
-
-
Umar bin Khottob y adalah orang yang pertama kali menetapkan hukum khoroj. Dan khoroj itu sendiri adalah pungutan yang dikenakan pada tanah-tanah yang dikuasai oleh kaum muslimin dari tangan musuh, yang telah dibuka oleh kaum muslimin baik dengan kekerasan ataupun dengan jalan damai.
Dalam kitab khoroj, Abu Yusuf berpendapat bahwa khoroj termasuk dalam fa’i. Allah U berfirman :
Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.
Beliau juga berkata : dan ayat ini -wallahu a’lam- adalah diperuntuhkan bagi umat setelah para sahabat dari orang-orang mukminin hingga hari kiamat, Bilal y dan para sahabat pernah bertanya kepada Umar bin Khottob y tentang (ما افاء الله ) pembagian fa’i yang telah Allah U berikan kepada mereka dari negeri Irak dan Syam, maka mereka berkata, bagilah tanah kepada mereka yang telah ikut membukanya sebagaimana kamu membagi ghonimah untuk pasukan, maka Umar enggan membaginya, kemudian dia membaca ayat ini, dan berkata: Allah telah mengikutkan orang yang datang (mualaf) setelah mereka para muhajirin dan ansor dalam pembagian fa’i……
Khoroj termasuk dalam fa’i, karena dibagikan bukan hanya kepada orang yang berperang saja, akan tetapi dibagikan kepada kaum muslimin semua, sebagaimana yang Umar y telah membagikan tanah di Irak dan Syam kepada kaum muslimin. Dalam pembukaan tanah ada tiga hukum.
- tanah yang telah digarap atau diserahkan oleh pemiliknya sendiri, maka ini tetap milik mereka dengan mengadakan perjanjian, dan bagi mereka harus mengeluar usyr, sebagai bentuk zakat bukan khoroj.
- Tanah yang dibuka secara damai dan ditentukan pajaknya, maka hukumnya sebagaimana yang disepakati, dan tidak mengharuskan untuk lebih daripada itu.
- Tanah yang diambil secara paksa. Dan para ulama berbeda pendapat tentang hal ini.
- Sebagian mereka mengatakan: caranya sebagaimana ghonimah, maka dibagi menjadi 5 bagian, dan 4/5 dibagikan kepada pasukan yang membukanya, dan 1/5nya dibagikan sebagaimana firman Allah U :
Ketahuilah, Sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, Maka Sesungguhnya seperlima untuk Allah, rasul, kerabat rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil, jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang kami turunkan kepada hamba kami (Muhammad) di hari Furqaan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
- Sebagian lagi mengatakan: hukumnya sesuai dengan keputusan imam, kalaau dia memutuskan pembagiannya disamakan dengan ghonimah maka dibagi 5 bagian sebagaimana Rasulullah r telah melakukannya pada ghozwah khoibar, dan apabila imam memutuskan pembagiannya sesuai dengan fa’i, maka tidak dibagi menjadi 5 bagian dan tidak dibagikan, akan tetapi diperuntuhkan bagi kaum muslimin secara menyeluruh, sebagaimana yang telah dilakukan oleh umar pada suwad , dan juga Umar telah melakukan hal itu pada tanah di irak, syam, dan mesir.
Abu Yusuf berkata, telah dikatakan kepadaku Laits bin Sa’ad dari Hubaib bin Abi Tsabit, berkata: sesungguhnya sahabat Rasulullah r dan kaum jama’ah dari muslimin menginginkan Umar bin Khottob y membagikan tanah di Syam seperti Rasulullah r membagikan tanah di Khoibar, dan orang yang paling bersikeras dalam hal ini adalah Zubair bin Awwam dan Bilal bin Rabbah, maka Umar berkata “jadi apakah saya tinggalkan orang setelah kalian (yaitu orang yang datang setelah muhajirin pertama) dari kaum msuusmin, dan apakah mereka tidak mendapatkan apa-apa? ” kemudian dia berkta: “ya Allah, cukupkanlan bagiku Bilal dan para sahabatnya”, Hubaib berkata: sampai-sampai kaum muslimin berpendapat penyakit tho’un yang diderita oleh mereka –yaitu Bilal dan para sahabatnya– yaitu akibat do’a yang dipanjatkan oleh Umar, dia berkata: Umar meninggalkan mereka –yaitu ahlu Syam– yang tidak setuju dengan khoroj yang dibagikan kepada kaum muslimin.
Oleh karena itu kaum muslimin berpendapat untuk menjaga tanah tersebut dan dihukumi sebagai khoroj, karena didalamnya ada kebaikan dan keberkahan bagi kaum muslimin dan orang yang datang setelah mereka (mualaf).
Imam Malik berkata: tanah yang dibuka oleh kaum muslimin secara damai, maka tidak boleh mengambil alih kepemilikan dari mereka, dan dia berpendapat bahwa setiap tanah yang dibuka secara damai adalah milik mereka, dan setiap tanah yang dibuka secara paksa maka itu sebagai fa’i bagi kaum muslimin.
-
-
-
- ‘Usyr
-
-
Al ‘Usyr menurut para fuqoha’ itu ada dua macam :
- ‘Usyr (1/10) hasil tanah yang disirami dengan air hujan, dan ini sebagai zakat yang diambil dari seorang muslim dan penyalurannya sebagaimana penyaluran harta zakat.
- ‘Usyr (1/10) dari harta yang dimbil dari para pedagang kafir harbi yang masuk ke dalam negeri islam untuk berdagang, prakteknya seperti bea cukai pada masa sekarang, semua harta ini dimasukkan kedalam baitul mal dan disalurkan untuk kepentingan muslimin seluruhnya.
Sebenarnya ‘usyr tidak disebutkan dalam al-Qur’an akan tetapi ini sebagai ijtihad dari Umar bin Khottob y . Untuk lebih jelasnya kami akan jelaskan dengan sejarah tentang usyr ini: Abu yusuf menceritakan: sesungguhnya ahli manbaj mengirim surat kepada Umar bin Khottob y : biarkan kami masuk ke negara kalian untuk berdagang dan kalian ambil 1/10 dari kami. Maka Umar pun bermusyawarah kepada kepada para sahabatnya dan mereka menyepakatinya, dan ini pertama kali ‘usyr diambil dari orang kafir harbi.
Dan Yahya bin Adam meriwayatkan bahwa Abu Musa al Asy’ari y menulis surat kepada Umar bin Khottob y , sesungguhnya pedagang dari kaum muslimin apabila mereka masuk ke negeri kafir harbi, maka mereka mengambil ‘usyr dari kaum muslimin, kemudian dia berkata kepada Umar, ambillah ‘usyr dari mereka sebagaima mereka mengambilnya dari kaum muslimin. Maka harta ini dimasukkan kedalam baitul mal.
-
-
-
- Harta yang ditinggal oleh musuh karena takut
-
-
Allah U berfirman : Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.
Dalam peperangan melawan musuh kadang musuh sudah takut dulu ketika pasukan islam akan tiba, hingga mereka meninggalkan harta mereka. Maka kaum muslimin berhak untuk mengambilnya, akan tetapi menurut yang paling rojih adalah semuanya diperuntuhkan untuk maslahat kaum muslimin, sebagaimana yag telah kami jelaskan pada sub khoroj.
-
-
-
- Seperlima dari ghonimah
-
-
Dan ini bersandarkan firman Allah tadi tentang pembagian ghanimah dalam surat bara’ah ayat 41, menyebutkan bahwa seperlima untuk Allah dan Rasul-Nya dan lainnya. Maka harta ini dikembalikan ke baitul mal yang kemudian disalurkan sesuai dengan haknya.
-
-
-
- Harta yang tidak ada ahli warisnya
-
-
Dan termasuk salah satu sumber baitul mal adalah harta ini, yaitu harta yang tidak mempunyai ahli waris atau sisa harta waris yang sudah dibagi tanpa ada yang berhak, juga termasuk didalamnya adalah barang temuan, atau ada pemiliknya yang tidak mengakuinya karena didalamnya ada syubhat, maka ini semua disalurkan untuk negara sehingga negara bisa mengelolanya untuk kepentingan umat.
-
- Harta dari bagian Zakat
Allah U telah menjadikan salah satu penyaluran zakat kaum muslimin adalah jihad di jalan Allah, hal itu sebagimana firman Allah U :
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Disebutkan dalam kitab Ahkam al Qur’an milik imam Ibnu al Arobi tentang firman Allah في سبيل الله imam Malik berkata : sesungguhnya jalan Allah sangat banyak akan tetapi, saya tidak mendapatkan perbedaan pendapat bahwa yang dimaksud disini adalah peperangan. Dan diantara jalan Allah menurut Ahmad dan Ishaq adalah haji, kemudian mereka berkata bahwa tidak ada atsar yang menyebutkan zakat diberikan kepada orang yang berhaji. Dan para ulama mengatakan tidak ada perbedaan pendapat bahwa orang faqir dapat bagian dari zakat karena disebut pada ayat pertama, dan menurut imam Malik orang yang kaya juga mendapatkannya, karena dia berada di jalan Allah. Rasulullah r bersabda : tidak halal zakat diberikan kepada orang yang kaya kecuali 5 orang : seorang tentara di jalam Allah…. Muhammad Al Hakim mengatakan zakat disalurkan untuk membeli tameng, senjata dan apa-apa yang dibutuhkan untuk alat dalam berperang atau berlindung dari serangan musuh, karena itu semua di jalan Allah dan sangat bermanfaat bagi kaum muslimin.
Dr. Yusuf Qardhawi menyimpulkan dari keempat imam madzhab bahwa mereka bersepakat penyaluran zakat di jalan Allah ada tiga sasaran yaitu :
Pertama : bahwa jihad itu secara pasti termasuk dalam ruang lingkup sabilillah.
Kedua : disyari’atkannya menyerahkan zakat kepada pribadi mujahid, berbeda dengan menyerahkan zakat untuk keperluan jihad dan persiapannya. Dalam hal ini terjadi perbedaan pendapat di kalangan mereka.
Ketiga : tidak diperbolehkan menyerahkan zakat untuk kepentingan kebaikan dan kemaslahatan bersama, seperti mendirikan dam, jembatan-jembatan, mendirikan masjid-masjid dan sekolah-sekolah, memperbaiki jalan-jalan, mengurus mayat dan lain sebagainya. Biaya untuk urusan ini diserahkan kepada kas baitul mal dari hasil pendapatan lain seperti harta fa’i, pajak/upeti dan lain sebagainya.
-
-
Harta dari setiap personil pasukan
-
- At Taubah : 41
Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu Mengetahui
- Al Baqarah : 195
Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, Karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.
Ibnul Arob sebagaimana yang telah kami cantumkan yang lalu mengatakan tentang ayat ini, mendanai jihad adalah wajib. Maksudnya bahwa segala bentuk yang berkenaan dengan pengadaan harta untuk berjihad adalah wajib hukumnya bagi kaum muslimin.
Adapun bagaimana bentuk kewajibannya adalah seorang tentara diharuskan mendanai dirinya sendiri kalau dia mampu sebagaimana contoh para salaf dahulu. dan orang yang tidak mampu untuk ikut perang tetapi dia mempunyai harta, maka wajib baginya mendanai tentara yang mampu untuk berperang yang tidak mempunyai perbekalan.
-
-
Shadaqah
-
Dan sumber dana ini biasanya oleh daulah diberi kesempatan bagi yang ingin menginfakkan hartanya di jalan Allah, sebagaimana yang telah dilakukan oleh sahabat Abu Bakr as Shiddiq y dalam memberikan keseluruhan hartanya untuk pendanaan jihad juga seperti sahabat-sahabat yang lain.
Dan Allah U berfirman : Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang dia kehendaki. dan Allah Maha luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.
Dan didalam tafsir Ibnu Katsir, Makhul berkata : maksudnya adalah infak untuk jihad.
-
-
Harta milik Negara
-
Diantara hak umum daulah adalah memberi batasan kepemilikan umum kepada muslimin yang dianggap perlu. Rasulullah r bersabda : tidak ada hima kecuali milik Allah dan Rasul-Nya.
Dalam kitab fathul bari disebutkan bahwa Imam Syafi’i menyimpulkan hadits ini mempunyai dua makna, yang pertama tidak boleh seorang muslim memberi bagian batasan umum kecuali oleh Nabi r , yang kedua kecuali sebagaimana yang telah dibagi oleh Nabi r . yang paling rojih menurut imam Syafi’i adalah hak ini diberikan khusus kepada khalifah, dan pembolehan ini tidak bermasalah bagi kaum muslimin.
Dan hadits Shohih Bukhori juga menyebutkan bahwa amirul mukminin Umar bin Khottob membagi tanah umum kepada penduduk madinah, dan memberi batasan tanah untuk unta milik Negara. Maka boleh bagi imam untuk memberi batasan kepemilikan umum untuk mendanai para tentara.
- Bolehkah harta rampokan atau sejenisnya dan riba untuk berjihad ?
Sudah jelas bagi kita harta haram adalah segala harta yang dilarang oleh syariat untuk dimiliki atau digunakan, apalagi harta tersebut untuk mendanai jihad maka jelas hukumnya tidak boleh. Walaupun demikian nanti penulis akan rincikan mana yang boleh dan mana yang tidak boleh. keharamannya disini yaitu karena mengandung mudarat atau keji (buruk) seperti bangkai dan minuman keras, atau diharamkan karena hal lain, seperti tidak benarnya cara mendapatkan harta tersebut. Seperti harta curian atau rampasan. Atau diambil dengan cara yang tidak dibenarkan oleh ajaran syari’at, seperti riba dan uang suap.
Langkah-langkah yang harus ditempuh menyikapi harta haram ini :
-
Orang yang memperoleh harta haram karena cara memperolehnya yang diharamkan, tidaklah berhak memiliki harta tersebut meskipun sudah lama diperolehnya. Ia harus mengembalikan harta tersebut kepada pemiliknya atau kepada ahli warisnya bila masih diketahui. Kalau berusaha dicari ternyata tidak didapatkan juga pemiliknya, ia harus menyumbangkan harta itu untuk amal kebajikan untuk membebaskan diri dari harta tersebut dan dengan niat sebagai sedekah bagi pemiliknya.
- Kalau harta itu diambil sebagai upah dari pekerjaan haram, pemiliknya harus membelanjakan harta tersebut dalam bentuk amal kebajikan, tidak boleh mengembalikannya kepada pemiliknya.
-
Harta haram tidak boleh dikembalikan kepada orang yang memberikannya kalau orang tersebut masih melakukan pekerjaan haramnya sehingga menyebabkan harta itu diputar menjadi uang haram lagi, seperti bunga riba. Namun harta itu juga harus disumbangkan untuk amal kebajikan.
- Kesimpulan dan Penutup
-
- Apabila jihad disebutkan secara mutlak tanpa ada qorinah , maka maksudnya adalah perang.
- Mengeluarkan harta untuk jihad adalah disyari’atkan oleh Allah , bahkan wajib bagi yang mampu.
- Sumber dana jihad ada 5 yaitu: Ghanimah dan Fa’i, harta dari bagian Zakat, harta personil para tentara, Shadaqah, harta milik Negara.
- Harta haram tidak boleh untuk dimiliki atau dipergunakan, kecuali harta itu tidak didapatkan pemiliknya setelah dicari untuk dikembalikan, atau hasil upah dari pekerjaan yang haram, atau pemberi harta masih melakukan yang haram, sehingga kalau dikembalikan menyebabkan harta itu diputar menjadi haram lagi.
-
Mungkin hanya sedikit ini yang dapat penulis buat, dan kami sadar bahwa di sana-sini masih banyak kekurangan dan kami mohon para pembaca bisa memakluminya. Dan kalau ada penjelasan kami yang salah, maka kami mohon kritikannya agar kita senantiasa dalam pemahaman yang lurus. Karena itu menunjukkan kebenaran syari’at yaitu tidak ada tulisan yang sempurna dari kesalahan kecuali Kitabullah sunnah Rasul-Nya. Wallahu a’lam bis sshawab, wal hamdulillah was shalatu was salamu ala rasulillah.
Referensi
- Al Mu’jam al Wasith, Ibrahim Musthofa dkk. al Maktabah al Islamiyah
- Lisanu al Arob, Ibnu Manzhur. Daar al Fikr
- Fathu al Bari, Ibnu Hajar al Asqalani. Daar al Maktabah al Ilmiyah
- Zaadul Ma’ad, Ibnu Qoyyim Al Jauziyyah. Muassasah ar Risalah
- Al Mughni, Ibnu Qudamah. Hijr
- Al Jihad Wa al Qital, DR. Muhammad khoiru Haikal. Daar al Bayariq
- Syarh as Siyasah as Syar’iyah, Muhammad Bin Sholeh Al Utsaimin. Daar Ibnu al Haytam
- Ahammiyah al Jihad, DR. Ali Bin Nafi’ al ‘Ulyani. Daar Thoibah
- Al Islam, Sa’id Hawa. Daar ‘Ammar
- Ma laa yasa’ at Tajir Jahluhu, Prof. Dr. Shalah ash Shawi dan Prof. Dr. Abdullah al Mushlih. Darul Haq (ed. terjemahan)
- Fiqhuz az Zakat, DR. Yusuf Qardawi. Litera antarnusa (ed. terjemahan)
- Al Jihad Sabiluna, Abdul Baqi Ramdhun. Pustaka al alaq (ed. terjemahan)