Khutbah Idul Adha Spesial 1444 H
Mentadabburi Kisah Kekasih Allah (Khalilullah)
Oleh Syamil Robbani (Staf Pengajar Ma’had Aly An-Nuur)
اللهُ أَكْبَرُ, اللهُ أَكْبَرُ, اللهُ أَكْبَرُ, اللهُ أَكْبَرُ, اللهُ أَكْبَرُ, اللهُ أَكْبَرُ, اللهُ أَكْبَرُ, اللهُ أَكْبَرُ, اللهُ أَكْبَرُ
اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيْرًا، وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً
الحمدُ للهِ الذي جَعَلَ الأعْيَادَ فِي الإسْلامِ مَصْدرًا لِلْهنَاءِ والسُّرُورِ، الحمدُ للهِ الذِي تفضَّل في هذِه الأيَّامِ العَشْرِ علَى كلِّ عبدٍ شَكُورٍ، سُبحانَه غافِرُ الذَّنْبِ وقابِلُ التَّوبِ شَديدُ العِقَابِ، نَحْمَدُهُ عَلَى نِعَمٍ أَتَمَّهَا، وَعَافِيَةٍ أَسْبَغَهَا، وَمِحَنٍ رَفَعَهَا وَكُرُوبٍ كَشَفَهَا، وَنَشْكُرُهُ عَلَى مَا شَرَعَ لَنَا مِنَ المَنَاسِكِ، وَمَا عَلَّمَنَا مِنَ الْأَحْكَامِ وَالشَّرَائِعِ، وَلَوْلَاهُ سُبحانَه لَضَلَلْنَا
وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ؛ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ؛ صلَّى اللهُ عليه وعلى آلهِ وصحبِهِ الكرامِ والتابعينَ لهُم بإحسانٍ إلى يَومِ القِيامةِ، وسَلَّمَ تَسليمًا كثيرًا
فَيَا أَيُّهَا اْلمُسْلِمُوْنَ اَّلذِيْنَ رَضُوْا بِاللهِ رَبًّا وَبِاْلِإسْلامِ دِيْنًا وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا وَرَسُوْلًا، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَا نَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ اْلمُؤْمِنُوْنَ اْلمُتَّقُوْنَ، حَيْثُ قَالَ عَزَّ مَنْ قَائِل
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلا سَدِيدًا`يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
وَاعْلَمُوْا أَنَّ يَوْمَكُمْ هٰذَا يَوْمٌ عَظِيْمٌ، وَعِيْدٌ كَرِيْمٌ، أَحَلَّ اللهُ لَكُمْ فِيْهِ الطَّعَامَ، وَحَرَّمَ عَلَيْكُمْ فِيْهِ الصِّيَامَ، فَهُوَ يَوْمُ تَسْبِيْحٍ وَتَحْمِيْدٍ وَتَهْلِيْلٍ وَتَعْظِيْمٍ ، فَسَبِّحُوْا رَبَّكُمْ فِيْهِ وَعَظِّمُوْهُ وَتُوْبُوْا إِلَى اللهِ وَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هو الْغَفُوْرُ الرَّحِيمُ
Download PDF di sini.
Khutbah Pertama
Allahu Akbar (3x) Laa Ilaha Illallah Wallahu Akbar, Allahu Akbar Wa Lillahil Hamd
Ma’asyiral Muslimin, jamaah shalat Idul Adha rahimakumullah.
Tidak ada kalimat yang paling pantas untuk diucapkan seorang hamba pada momentum mulia di pagi ini melainkan kalimat hamdalah, sebagai bentuk syukur atas beribu nikmat Allah ﷻ yang kita rasakan, sehingga kita bisa hadir dan menikmati kebahagiaan Idul Adha bersama orang-orang yang terkasih..
Pada hari raya Idul Adha yang berkah ini, kami haturkan doa
اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنَّا الطَاعَات فِي عِيْدِ الأَضْحَى المبَارَك
“Ya Allah terimalah ketaatan-ketaatan kami di hari raya Idul Adha yang diberkahi ini.”
Allahu Akbar (3x) Laa Ilaha Illallah Wallahu Akbar, Allahu Akbar Wa Lillahil Hamd
Pagi hari yang cerah ini kaum muslimin berkumpul, bertakbir, bertahmid, bertahlil serta bergembira untuk memenuhi panggilan Allah yang mulia ini.
Hari ini adalah hari raya Idul Adha, yaitu hari raya bagi kaum muslimin untuk mengagungkan syiar-syiar Allah, terkhusus pada sepuluh hari pertama yang agung dari bulan Dzulhijjah.
Pada hari yang berkah ini terkumpul beberapa ibadah yang agung sekaligus. Dimulai dengan melaksanakan shalat Id, lalu dilanjutkan dengan menyembelih hewan kurban terbaik. Udhiyah yang dipersembahkan sebagai bentuk ketundukan dan ketaatan kepada Allah ﷻ. Inilah rahmat serta nikmat yang dianugerahkan kepada kaum muslimin.
كَذَلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ
“Demikianlah Dia menundukkannya untukmu agar kamu mengagungkan Allah atas petunjuk yang Dia berikan kepadamu. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Hajj: 37)
Sesungguhnya hari raya dalam Islam adalah ibadah setelah ibadah dan ketaatan setelah ketaatan. Sebab baik hari raya Idul Fitri maupun Idul Adha ini, semua itu berkaitan erat dengan rukun dari rukun-rukun Islam.
Hari raya Idul Fitri datang setelah berjuang menunaikan ibadah puasa, lalu datang ibadah selanjutnya yaitu shalat Idul Fitri. Begitu pula dengan hari raya Idul Adha, dia datang setelah sebagian kaum muslimin selesai menunaikan sekian rangkaian ibadah haji.
Mengapa demikian? Sebab kebahagian sesungguhnya adalah kebahagian setelah menunaikan ibadah kepada Allah ﷻ. Maka hari raya dalam Islam sangat berkaitan erat dengan ibadah dan ketaatan kepada-Nya.
Maka, kita beribadah kepada Allah dalam seluruh gerak-gerik kita. Dimulakan dengan shalat berjamaah, dilanjut dengan menyembelih udhiyah atau hewan kurban, diteruskan dengan bertakbir di setiap selesai shalat wajib, birrul walidain, dan silaturahmi kepada sesama. Sehingga kita senantiasa beribadah dalam setiap hembusan nafas kita pada hari raya yang mulia ini.
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَٱنۡحَرۡ
“Maka laksanakanlah Shalat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah).” (QS. Al-Kautsar: 2)
Abu Ja’far Ath-Thabari menjelaskan bahwa hendaknya setiap muslim menjadikan seluruh shalat dan kurban sembelihan ikhlas hanya untuk Rabb ﷻ, sebagai bentuk syukur atas kemuliaan dan kebaikan yang Allah telah karuniakan. (Jâmi’ Al-Bayân, Ath-Thabari, 24/655)
Allahu Akbar (3x) Laa Ilaha Illallah Wallahu Akbar, Allahu Akbar Wa Lillahil Hamd
Ma’asyiral Muslimin, jamaah shalat Idul Adha rahimakumullah.
Selanjutnya, tidak layak bagi kita sebagai kaum muslimin untuk melewati hari-hari yang diberkahi ini tanpa mengingat, merenungkan, dan mentadabburi kembali intisari peristiwa Idul Adha. Yaitu kisah kekasih Allah (Khalilullah) Nabi Ibrahim ‘alaihissalam.
Yaitu kisah yang Allah abadikan dalam ayat-ayat Al-Quran, lalu para ulama menyingkap ibrah pelajaran yang agung dari kisah yang berbicara tentang pengorbanan yang nyata, besar, dan berat (tadhiyah al-kubra).
Suatu pengorbanan dari Nabi Ibrahim, istri, dan putranya Ismail yang pada akhirnya nanti Allah abadikan pengorbanan mereka semua sampai hari Kiamat dengan satu hari raya. Ialah hari raya Idul Adha Al-Mubarak.
Sebagaimana kita ketahui Nabi Ibrahim ‘alaihissalam adalah (Khalilullah) kekasih Allah ﷻ.
وَٱتَّخَذَ ٱللَّهُ إِبۡرَٰهِيمَ خَلِيلا
“Dan Allah telah menjadikan Ibrahim sebagai kekasih(-Nya).” (QS. An-Nisa: 125)
Abdurrahman As-Sa’di menjelaskan bahwa al-khullah adalah tingkatan cinta yang paling tinggi. Derajat ini hanya dimiliki dua orang yaitu Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dan Muhammad ﷺ.
Adapun cinta mahabbah itu umum kepada kaum mukminin, sedangkan Allah mengambil Ibrahim sebagai kekasihnya, sebab dia telah melaksanakan perintah-Nya dan mampu bersabar atas ujian yang menerpanya. (Taisîr Al-Karîm Ar-Rahmân, 206)
Oleh karena itu, Nabi Ibrahim sebagai kekasih Allah diuji dalam perjalanan hidupnya berkali-kali dan bertubi-tubi. Allah rekam perjalanan hidup dalam beberapa potongan ayat dalam Al-Qur’an. Karena memang beliau adalah salah satu Nabi yang paling berat ujiannya yaitu Nabi Ulul Azmi.
Ibnu Katsir dalam kitabnya “Al-Bidâyah Wa An-Nihâyah” menceritakan betapa beratnya ujian Sang Kekasih Allah, Mulai dari ujian berhijrah dari tanah kelahiran, ujian dakwah hingga dilemparkan ke dalam api yang membara, lalu ujian istrinya yang ditahan oleh Fir’aun. Sampai pada puncaknya Allah uji Nabi Ibrahim dengan perintah menyembelih putra satu-satunya. Allahu Akbar. (Al-Bidayah wa An-Nihayah, Ibnu Katsir, 1/324)
Allahu Akbar (3x) Laa Ilaha Illallah Wallahu Akbar, Allahu Akbar Wa Lillahil Hamd
Ma’asyiral Muslimin, jamaah shalat Idul Adha rahimakumullah.
Allah ﷻ menceritakan kisah ujian berat tersebut dalam firman-Nya surat Ash-Shaffat
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ ٱلسَّعۡيَ قَالَ يَٰبُنَيَّ إِنِّيٓ أَرَىٰ فِي ٱلۡمَنَامِ أَنِّيٓ أَذۡبَحُكَ فَٱنظُرۡ مَاذَا تَرَىٰۚ
“Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, ‘Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!.’” (QS. Ash-Shaffat: 102)
Nabi Ibrahim di usia nya yang tidak muda lagi, bersama istrinya, Ibunda Sarah yang belum juga hamil di usia senja, mereka sangat berharap untuk dikarunia keturunan demi melanjutkan dakwah Islam. Karena pada saat itu Ibrahim telah memasuki usia 80 tahun lebih.
Oleh sebab itu, Ibunda Sarah meminta kepada Ibrahim untuk menikahi Hajar, yang dari rahim Ibunda Hajar itulah lahir seorang putra yang dinanti-nanti selama bertahun tahun lamanya. Dialah Ismail ‘alaihissalam. Tak selang berapa lama, Ibunda Sarah pun juga akhirnya dikaruniai seorang putra yang juga seorang Nabi, yaitu Ishaq ‘alaihissalam.
Ketika Nabi Ismail hampir menginjak usia remaja, masa ketika seseorang telah mampu untuk membantu pekerjaan ayahnya, Allah memerintahkan Nabi Ibrahim lewat mimpinya untuk menyembelih putra satu-satunya. Sungguh ujian yang nyata dan berat.
Allahu Akbar (3x) Laa Ilaha Illallah Wallahu Akbar, Allahu Akbar Wa Lillahil Hamd
Ibnu Asyur dalam kitabnya “At-Tahrîr wa At-Tanwîr” menjelaskan bahwa ujian ini amatlah berat ditinjau dari beberapa sisi:
Pertama, dari segi umur Ismail. Perintah menyembelih putranya itu ketika telah memasuki usia menginjak pemuda. Disebutkan bahwa ketika itu Ismail telah berusia tiga belas tahun. Bayangkanlah! Di usia yang beranjak dewasa, usia yang telah dapat membantu pekerjaan orang tuanya, Allah perintahkan untuk menyembelih. (At-Tahrir wa At-Tanwir, Ibnu Asyur, 23/150)
Kedua, Ismail adalah anak semata wayang. Ketahuilah! Apabila menyembelih anak adalah sesuatu yang berat dan mustahil, maka bagaimanakah dengan menyembelih putra satu-satunya? Tentu hal tersebut adalah ujian yang sangat berat. Karena Ibrahim telah menua dan telah menunggu buah hatinya bertahun-tahun sampai Allah karuniakan Ismail tersebut. Tentu kecintaan kepada putranya sangat besar. Akan tetapi ujian itu datang. Allahu Akbar.
Ketiga, Nabi Ibrahim diperintahkan untuk menyembelih dengan tangannya sendiri. Beliau juga diperintahkan untuk menyembelih setelah bermusyawarah dengan Ismail. Sehingga Nabi Ibrahim bukan diperintahkan menyembelih putranya secara paksa, namun dengan perintah musyawarah dengan Ismail. (At-Tahrir wa At-Tanwir, Ibnu Asyur,23/151)
Inilah ujian yang sangat berat. Andaikan saja Nabi Ibrahim menyuruh orang lain yang menyembelihnya, tentu tidaklah seberat orang yang mendidik, merawat dan mengasuhnya dari kecil untuk melaksanakan perintah menyembelih itu.
Namun, Nabi Ibrahim membuktikan ketulusan cintanya kepada Allah. Sang Kekasih Allah itu mengorbankan putra satu-satunya, anak yang telah ditunggu selama bertahun-tahun.
Allahu Akbar (3x) Laa Ilaha Illallah Wallahu Akbar, Allahu Akbar Wa Lillahil Hamd
Ma’asyiral Muslimin, jamaah shalat Idul Adha rahimakumullah.
Selanjutnya, marilah kita lihat bagaimana pengorbanan, kesalehan, dan ketaatan putranya Ismail dalam firman Allah ﷻ.
قَالَ يَٰٓأَبَتِ ٱفۡعَلۡ مَا تُؤۡمَرُۖ سَتَجِدُنِيٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّٰبِرِينَ
“Dia (Ismail) menjawab, ‘Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.” (QS. Ash-Shaffat: 102)
Ismail terdidik oleh ayahnya dengan keimanan yang kuat menghujam dalam dada. Nabi Ismail yang beranjak dewasa, di usianya menginjak tiga belas tahun mengetahui betul siapa ayahnya. Seorang ayah yang merupakan Nabiyullah.
Sehingga Ismail yakin bahwa mimpi seorang Nabi adalah wahyu perintah dari Allah. Ismail kecil tidak bertanya mengapa ayahnya bermimpi demikian? Tidak mencari seribu alasan untuk tidak mematuhi perintah Allah? Namun, Ismail segera patuh, tunduk, dan mengorbankan dirinya agar perintah Allah terlaksana. Allahu Akbar!
Wahbah Az-Zuhaili dalam kitabnya “At-Tafsîr Al-Munîr” menjelaskan bahwa pada saat itu Ismail berkata, “Wahai Ayahku laksanakanlah apa yang Allah perintahkan dan diwahyukan kepadamu berupa menyembelihku. Aku akan bersabar atas ketetapan Allah terhadapku, dan aku berharap pahala hanya kepada Allah.” (At-Tafsîr Al-Munîr, Wahbah Az-Zuhaili, 23/120)
Pertanyaan yang diajukan Nabi Ibrahim kepadanya adalah pertanyaan untuk menguji seberapa tunduk dan patuhnya Ismail terhadap perintah Allah.
Allahu Akbar (3x) Laa Ilaha Illallah Wallahu Akbar, Allahu Akbar Wa Lillahil Hamd
Ibnu Asyur menambahkan bahwa seandainya saja Ismail tidak taat atau enggan melaksanakan perintah Allah ini, maka niscaya akibatnya sebagaimana keadaan anaknya Nabi Nuh ‘alaihissalam. (At-Tahrir wa At-Tanwir, Ibnu Asyur, 23/151)
Putra Nabi Nuh ‘alaihissalam diperintahkan hanya untuk naik ke atas kapal saja, namun dia gagal dalam ujian tersebut, sehingga dia termasuk orang yang tenggelam bersama orang kafir.
Sedangkan Ismail, diperintahkan dengan ujian yang lebih berat, yaitu disembelih, namun justru dia lulus dalam ujian. Maka taufik itu hanya milik Allah. Allahu Akbar!
Maka Allah ﷻ memuji Nabi Ismail ‘alaihissalam dalam surat Maryam
وَٱذۡكُرۡ فِي ٱلۡكِتَٰبِ إِسۡمَٰعِيلَۚ إِنَّهُۥ كَانَ صَادِقَ ٱلۡوَعۡدِ وَكَانَ رَسُولا نَّبِيّا
“Dan ceritakanlah (Muhammad), kisah Ismail di dalam kitab (Al-Quran). Dia benar-benar seorang yang benar janjinya, seorang rasul dan nabi.” (QS. Maryam: 54)
Allahu Akbar (3x) Laa Ilaha Illallah Wallahu Akbar, Allahu Akbar Wa Lillahil Hamd
Ketika ujian tersebut telah mencapai puncak dan keduanya telah berserah diri untuk menunaikan perintah, maka Allah berikan jalan keluar dari ujian tersebut. Berkat kesabaran, ketaatan, dan pengorbanan mereka.
فَلَمَّآ أَسۡلَمَا وَتَلَّهُۥ لِلۡجَبِينِ (١٠٣) وَنَٰدَيۡنَٰهُ أَن يَٰٓإِبۡرَٰهِيمُ(١٠٤) قَدۡ صَدَّقۡتَ ٱلرُّءۡيَآۚ إِنَّا كَذَٰلِكَ نَجۡزِي ٱلۡمُحۡسِنِينَ(١٠٥) إِنَّ هَٰذَا لَهُوَ ٱلۡبَلَٰٓؤُاْ ٱلۡمُبِينُ (١٠٦) وَفَدَيۡنَٰهُ بِذِبۡحٍ عَظِيم(١٠٧)
“Dan ketika keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim) membaringkan anaknya atas pelipisnya, (untuk melaksanakan perintah Allah), lalu kami panggil dia, ‘Wahai Ibrahim! Sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu. Sungguh, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” (QS. Ash-Shaffat: 103-107)
Ketahuilah! Bahwa pertolongan itu (datang) setelah kesabaran, dan kelapangan itu (datang) setelah kesempitan serta bahwa kemudahan itu (datang) setelah kesulitan. Maka Allah ganti dengan sembelihan yang besar.
Imam Al-Baghawi menjelaskan bahwa Allah ﷻ mendatangkan kambing yang besar, gemuk, dan bertanduk sebagai ganti Ismail. Mayoritas Mufassirin mengatakan bahwa kambing tersebut berasal dari surga yang telah di gembala selama 40 musim. (Ma’âlim At-Tanzîl, Al-Baghawi, 7/50)
Allahu Akbar (3x) Laa Ilaha Illallah Wallahu Akbar, Allahu Akbar Wa Lillahil Hamd
Ma’asyiral Muslimin, jamaah shalat Idul Adha rahimakumullah.
Dari kisah yang mengharukan di atas, yaitu kisah yang menggambarkan betapa berat, sulit, dan dahsyatnya ujian yang diberikan kepada Nabi Ibrahim dan keluarganya. Namun berkat iman, kesabaran, dan taufik dari Allah, mereka semua lulus dari ujian berat tersebut.
Kisah Nabi Ibrahim Sang Kekasih Allah ini mengajarkan, menunjukan, dan memberikan keteladanan dari satu makna yang mahal ketika seseorang mukmin dihadapkan dengan perintah Allah, yaitu hakikat makna “at-tadhiyah” pengorbanan di jalan Allah, pengorbanan dalam melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan Allah.
Tidak ada kata lain ketika perintah Allah datang selain “as-sam’u wa ath-tha’ah” mendengar dan taat, berserah diri dan sabar atas perintah Allah. Tentu ini semua berbicara tentang pengorbanan di jalan Allah karena itulah hakikat pengorbanan yang dicontohkan Sang Kekasih Allah dan keluarganya.
Karena Nabi Ibrahim berkorban merelakan anak semata wayangnya untuk disembelih demi melaksanakan perintah Allah.
Begitupun dengan Ismail berkorban ketika diajak bermusyawarah dan memutuskan untuk taat menunaikan perintah Allah.
Tidak ketinggalan, Ibunda Hajar pun juga berkorban di jalan Allah. Yaitu ketika dia dan Ismail yang masih menyusu ditinggal sendirian di sebuah padang pasir yang tandus, gersang, panas, dan tidak ada air serta pepohonan.
Lalu Ibunda Hajar berlari mencari air dari bukit Shafa dan Marwah karena Ismail menangis kehausan. Setelah tujuh kali berlari bolak-balik, datanglah Malaikat Jibril yang menghentakkan tanah dengan tumitnya atau dalam riwayat lain menghempaskan tanah dengan sayapnya dan terpancarlah air Zam-Zam sebagaimana dikisahkan oleh Imam Bukhari.
Allahu Akbar (3x) Laa Ilaha Illallah Wallahu Akbar, Allahu Akbar Wa Lillahil Hamd
Ma’asyiral Muslimin, jamaah shalat Idul Adha rahimakumullah.
Hari ini kita menyaksikan kaum muslimin yang berhaji dari berbagai penjuru dunia, laki-laki dan perempuan, pada setiap tahun semuanya melaksanakan sa’i dari Shafa ke Marwah sebagaimana dulu Ibunda Hajar pernah melakukannya. Mengapa?
Karena Ibunda Hajar telah berkorban, Nabi Ibrahim pun berkorban, dan putranya Ismail juga telah berkorban. Keluarga tersebut telah berkorban di jalan Allah. Allahu Akbar.
Maka Allah ﷻ menginginkan dan menghendaki untuk mengabadikan pengorbanan agung dan besar ini sampai hari Kiamat. Sehingga kaum muslimin diperintahkan untuk sa’i sebagaimana ibunda Hajar, lalu kita juga diperintahkan untuk berkurban, sebagaimana Ibrahim berkurban. Allahu Akbar!
Maka marilah pada hari kita berkorban dengan sebagai bentuk ketaatan kepada Allah ﷻ, karena itu adalah sunnah bapak kita yaitu Nabi Ibrahim. Rasulullah ﷺ bersabda
سُنَة أَبِيْكُمْ إِبْرَاهِيْم
“Ini merupakan sunnah (ajaran) bapak kalian, Ibrahim.” (HR. Ahmad)
Inilah kisah Sang Kekasih Allah (Khalilullah) yang mengajarkan hakikat pengorbanan di jalan Allah. Semoga kita termasuk dari orang-orang yang sabar dan lulus terhadap ujian Allah. dan menjadi orang-orang yang berkorban dijalan Allah. Amin.
جَعَلَنَا اللهُ وَاِيَّاكُمْ مِنَ اْلعَائِدِيْنَ وَاْلفَائِزِيْنَ وَاْلمَقْبُوْلِيْنَ، وَاَدْخَلَنَا وَاِيَّاكُمْ فِى زُمْرَةِ عِبَادِهِ الصَّالِحِيْنَ، اَقُوْلُ قَوْلِى هَذَا وَاسْتَغْفِرُ الله لِى وَلَكُمْ، وَلِوَالِدَيْنَا وَلِسَائِرِ اْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ، فَاسْتَغْفِرهُ اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah Kedua
اللهُ اَكْبَرُ (٣×) اللهُ اَكْبَرُ (٤×) اللهُ اَكْبَرُ كبيرًا وَاْلحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ الله بُكْرَةً وَ أَصْيْلاً
لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَللهِ اْلحَمْدُ
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذي وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الصِّدْقِ الْوَفَا
أَشْهَدُ أَنْ لَّا إلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ
إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
اللهم اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ
اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ عِبَادَ اللهِ
اَللَّهُمَّ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا صَلاَتَنَا وَصِيَامَنَا وَقِيَامَنَا وَقِرَاءَتَنَا وَرُكُوْعَنَا وَسُجُوْدَنَا وَقُعُوْدَنَا وَتَسْبِيْحَنَا وَتَهْلِيْلَنَا وَتَمْجِيْدَنَا وَتَحْمِيْدَنَا وَخُشُوْعَنَا يَا إِلَهَ الْعَالَمِيْنَ وَيَاخَيْرَ النَّاصِرِيْنَ بِرَحْمَتِكَ يَااَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. وَصَلَّى اللهُ عَلَى خَيْرِ خَلْقِهِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ وَالْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ العَالَمِيْن
إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَر