Dalam rangka memberikan wawasan kepada mahasantri di luar mata kuliah resmi, bagian akademik Ma’had ‘Aly an-Nuur pada Ahad, 5 Jumadil Ula 1442 H/ 20 Desember 2020 mengadakan acara seminar dengan tema; Islamisasi Ilmu Pengetahuan Kontemporer.
Bertindak sebagai pemateri Ust. Nofriyanto M.Ag, dosen Pascasarjana di Universitas Darussalam Gontor (UNIDA), juga termasuk salah satu alumni Ma’had Aly an-Nuur.
Apa pentingnya materi ini?
Sepanjang sejarahnya, manusia telah menghadapi banyak tantangan dan kekacauan. Tetapi, belum pernah mereka menghadapi tantangan yang lebih serius daripada yang ditimbulkan oleh peradaban Barat saat ini.
Mengutip penjelasan Prof. Muhammad Naquib al-Attas, Ust. Nofri menjelaskan, bahwa Teori ilmu pengetahuan (sains) yang berkembang pada saat ini menunjukan telah terjadi perceraian antara ilmu pengetahuan dan agama.
Beliau menjelaskan panjang lebar mengenai sejarah dan latar belakang sekulerisasi ilmu di Barat.
Kita tidak boleh menutup mata, banyak keberhasilan dan kemajuan dihasilkan oleh peradaban ini. Tapi harus diingat, berbagai penemuan dan kemajuan teknologi yang dihasilkan peradaban Barat tidak bebas nilai (free value), dalam arti, penemuan-penemuan yang ada hari ini sifatnya murni ilmu tanpa ada tendensi atau motif tertentu disebaliknya, yang terjadi justru sebaliknya. Nah, disinilah pentingnya umat Islam melakukan Islamisasi ilmu.
Lantas maksud islamisasi ilmu sendiri apa? apakah kita membuat produk kemudian kita tempel logo atau merk yang ada embel-embel Islamnya, katakanlah handpone, laptop, obat atau yang lainnya.
Bukan, kata beliau. Tapi ranah Islamisasi ilmu lebih ke arah filsafat ilmunya. Pembahasannya mencakup tiga unsur; ontologi (objek ilmu), epistimologi (sumber ilmu), dan aksiologi (kegunaan ilmu), di ranah inilah kerja islamisasi ilmu berada.
Apa tujuannya?.
Tujuannya untuk membuang nilai-nilai sekuler yang sudah kadung melekat dalam ilmu pengetahuan itu sendiri, diganti dengan nilai dan cara pandang Islam (Islamic Worldview).
Cara pandang yang melekat dalam ilmu yang sekuler kalau dibiarkan masuk ke alam fikir seseorang (apalagi dia muslim) dia jadi materialis, apapun yang dia lakukan orientasinya dunia, dari sinilah kerusakan itu muncul.
Kok bisa?
Logikanya, orang yang fikirannya sekuler plus jiwanya materialis, pasti tidak mengenal (dikenalkan) konsep akhirat, ketika melakukan apapun patokannya nafsu, sehingga tidak ada batasnya. Rusak.
Beda dengan cara pandang Islam, apapun ilmu yang dipelajari muaranya pada ketaatan kepada Allah, semakin memperkuat iman, takwa dan kontribusinya kepada Islam.
Di akhir Ust Nofri menyampaikan, proyek Islamisasi ilmu ini adalah proyek jangka panjang lintas generasi yang tidak sederhana. Membutuhkan kemampuan muthala’ah turats yang detail dan mendalam, disisi lain harus juga mengikuti perkembangan ilmu-ilmu pengetahuan kontemporer.
Memang berat, tapi harus kita mulai. Mulailah melakukan apa-apa yang bisa kita lakukan sekarang, pesan beliau mengakhiri sesi diskusi pada hari ini. [Bag. Akademik]