Khutbah Pertama
إنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. قال الله تعالى:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ. أَمَّا بَعْدُ
Sidang jama’ah Jumat yang dirahmati Allah … !
Sudah menjadi kewajiban kita sebagai seorang muslim untuk senantiasa bersyukur kepada Allah atas segala nikmat yang kita terima sampai detik ini, kenikmatan yang kita sadari maupun yang kita tidak sadari. Rasulullah ﷺ bersabda: “Ada dua nikmat yang kebanyakan mayoritas manusia lalai (lupa) terhadap keduanya; yaitu nikmat sehat dan nikmat waktu luang.” (HR. Bukhari)
Bersyukur dengan makna bahwa hati mengakui segala karunia berasal dari Allah semata, lisan memuji-Nya, dan anggota badan yang lain menggunakan untuk ketaatan kepada Allah dan menjaganya agar terhindar dari berbuat maksiat. (Taisîr Al-Karîm Ar-Rahmân, as-Sa’di, 676)
Selain itu, kita juga wajib bersyukur atas nikmat yang paling agung yaitu nikmat Islam dan iman. Jika Kesehatan dan waktu luang itu Allah juga berikan kepada orang-orang muslim dan kafir. Maka nikmat islam ini Allah hanya hadiahkan kepada orang-orang pilihan-Nya.
Sebagaimana perkataan Ibnu ‘Uyainah, “Tidaklah Allah memberikan suatu kenikmatan kepada hamba-Nya satu nikmat yang lebih besar dari pada mereka mengucapkan laa ilaaha illah. (ma’na lâ ilâha illah, Shalih bin Fauzan, 12)
Shalawat dan salam tak lupa kita haturkan kepada teladan yang baik, junjugan kita, Nabi Muhammad ﷺ.
Semoga juga tersampaikan kepada para sahabat beliau, tabiin, tabiut tabiin, serta orang-orang yang istiqamah hingga akhir zaman kelak. Mudah-mudahan kita semua termasuk ummat yang mendapatkan syafaat beliau pada hari dimana tidak ada syafaat melainkan atas izin-Nya.
Sidang Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah … !
Indonesia Corruption Watch (ICW) bahwa terdapat 1.298 terdakwa kasus korupsi di Indonesia sepanjang tahun 2020. Akibat tindak pidana korupsi itu, ICW juga melaporkan kerugian negara mencapai Rp 56,7 triliun dan total kerugian negara akibat tindak pidana suap mencapai Rp 322,2 miliar sebagaimana yang dikutip dari situs kompas.com
Menurut peneliti ICW Wana Alamsyah, dalam konferensi pers Laporan Hasil Pemantauan Kinerja Penindakan Kasus Korupsi 2020, bahwa maraknya kasus korupsi ini disebabkan rapuhnya pengawasan terhadap pengelolaan anggaran pemerintah.
Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah …!
Laporan berita ini menjadi cermin untuk kita semua bermuhasabah, berintropeksi dan berbenah, bahwa ternyata yang menjadi salah satu penyebab maraknya kejadian korupsi di Indonesia adalah karena rapuhnya pengawasan terhadap pengelolaan anggaran pemerintah.
Tapi sebenarnya kalau kita telisik lebih dalam, itu bukan pemicu utama. Pemicu utamanya, kurang rasa takut (khasyyah), dan taqwa kepada Allah.
Lemahnya pengawasan pemerintah adalah faktor luar (eksternal), sementara kurangnya rasa takut (khasyyah) adalah faktor internal yang seharusnya menjadi fokus utama untuk diperbaiki.
Allah berfirman:
أَفَأَمِنُوا مَكْرَ اللَّهِ فَلا يَأْمَنُ مَكْرَ اللَّهِ إِلا الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ
“Maka apakah mereka merasa aman dari adzab Allah (yang tidak terduga-duga)? Tidaklah merasa aman dari makar Allah kecuali orang-orang yang merugi”. (Al-A’raf: 99)
Imam As-Sa’di menjelaskan bahwa ayat ini menunjukan peringatan keras bagi orang beriman untuk tidak boleh merasa aman dari kemaksiatan. Sehingga dengan itu ia selalu beramal shalih dan mengupayakan agar terbebas dari segala keburukan dan kemaksiatan, terlebih ketika terjadinya fitnah dimana ia yakin bahwa hanya ada kemungkinan kecil untuk selamat darinya. (Taisir Karim Ar-Rahman, Abdur Rahman bin Nashir As-Sa’di, 298)
Kurangnya rasa takut kepada Allah khususnya dalam perkara pengelolaan harta, adalah berangkat dari kurang pahamnnya terhadap konsep dan hakikat dari harta.
Dalam Islam, harta bukanlah tujuan utama, sehingga untuk mendapatkannya bisa dengan menghalalkan segala cara. Harta adalah amanah yang Allah titipkan, dan pada hari kiamat nanti Allah akan mintai pertanggung jawabannya.
Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah …!
Membahas dan berbicara tentang hakikat harta, sebagai upaya menanamkan rasa taqwa, khasyyah, serta rasa tanggung jawab atas harta tersebut, adalah penting dan harus dipahami oleh setiap muslim.
Harta atau asset dalam Bahasa arab sering disebut dengan istilah mal (مَالٌ ج أَمْوَالُ) yang berasal dari kata مول yang bermakna berharta atau menjadi kaya, sedangkan mal itu bermakna segala sesuatu yang dimiliki oleh seseorang (Lisân Al-Arab, Ibnu Mandzur Al-Anshari, 11/635)
Menurut Ibnu Al-Atsir yang dimaksud dengan harta yaitu pada dasarnya kembali kepada emas dan perak. Kemudian meluas menjadi segala yang diperoleh atau dimiliki oleh seseorang dari harta benda berharga lainnya.
Istilah mal atau harta dikalangan Arab pada saat itu adalah menunjuk kepada unta, karena unta pada saat itu menjadi harta paling banyak yang dimiliki oleh orang arab. Maka, segala sesuatu yang dimiliki seseorang dari emas, perak, uang, hewan ternak, kebun dan tanah dll. itu semua adalah harta.
Harta mempunyai kedudukan dan kebutuhan yang penting bagi setiap manusia baik secara individu maupun secara umum. Bahkan Allah sendiri mensifati harta sebagai qawam dalam kehidupan. Apa itu qawam?.
Qawam adalah penopang hidup. Allah berfirman :
وَلَا تُؤۡتُواْ ٱلسُّفَهَآءَ أَمۡوَٰلَكُمُ ٱلَّتِي جَعَلَ ٱللَّهُ لَكُمۡ قِيَٰمٗا
“Dan janganlah kamu serahkan kepada orang yang belum sempurna akalnya, harta kamu yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan.” (QS. An-Nisa:5)
Wahbah Az-Zuhaili dalam Tafsirnya menjelaskan keterangan dari ayat diatas bahwa harta adalah qawam atau penopang kehidupan, dengan harta bisa memperbaiki penghidupan, bisa mentertibkan segala urusan, dan dengan harta pula suatu kaum membangun peradaban sekaligus dengannya dapat mengalahkan para musuhnya. (Tafsir Munir, Wahbah Az-Zuhaili, 4/249)
Allah mensifati harta dengan qawam yang bermakna penopang. Hal ini menunjukan bahwa harta tersebut hanyalah sebuah perantara, jembatan, atau wasilah yang dijadikan Allah sebagai sarana untuk mencapai kemaslahatan di dunia maupun diakhirat.
Sebagaimana yang tuturkan oleh Yusuf Al-Qaradhawi dalam karyanya; “Bahwa seseorang tidak akan mampu mejaga materi dalam kehidupannya kecuali dengan harta. Dengannya ia bisa membeli makan, minum, pakaian, membangun rumah dan dengan harta itu ia bisa pula membuat senjata yang dapat membela dirinya serta kehormatannya. (Maqashid Asy-Syariah Al-Mutaaliqah bil Mal, Yusuf Al-Qaradhawi, 5)
Bahkan dengan harta pula seseorang dapat banyak menunaikan berbagai kewajiban agama diantaranya; zakat, haji, jihad, menuntut ilmu dan mendakwahkannya, serta shadaqaoh dan infak dan berbagai kebaikan-kebaikan lainnya.
Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah …!
Tak sampai disitu saja, bahwa kita juga diperintahkan untuk menjaga harta. Karena semua para fuqaha telah sepakat bahwa menjaga harta adalah termasuk dari tujuan syariat (Maqashid Syariah) yaitu terjaganya lima perkara (dharuriyat khams) agama, jiwa, keturunan, harta, dan akal.
Seorang muslim harus proporsional dalam memandang harta. Harta bukanlah sesuatu yang tercela, terhina atau buruk secara dzatnya. Allah mensifat harta dalam Al-Quran dengan menggunakan bahasa خيرا (sesuatu yang baik) dikarena kedudukan dan keutamaan harta .
Sesungguhnya yang tercela dan terhina adalah perbuatan manusia yang salah dalam memanfaatkan harta, ia menjadikan harta dzatnya sebagai tujuan, sasaran utama, arah pergi dan target akhir. Sehingga konsentrasi dan ambisinya hanya untuk satu tujuan saja yaitu harta. Harta yang seperti inilah yang hakikatnya tercela.
Sebaliknya apabila seseorang memperolehnya dengan cara yang dibenarkan dan memanfaatkannya dengan cara yang benar pula, serta ia bersyukur kepada Allah atas karunia tersebut. Maka tidak diragukan lagi bahwa harta tersebut menjadi terpuji dan baik baginya. (Mausuah Tafsir Maudhui, 29/354)
Sebagaimana Rasulullah ﷺ bersabda;
نِعْمَ الْمَالُ الصَّالِحِ لِلْمَرْءِ الصَّالِحِ
“Sebaik-baik harta adalah harta yang dimiliki oleh hamba yang Shalih” (HR. Ahmad)
Perumpamaan harta adalah seperti pisau bermata dua. Ia dapat menjadi pupuk penyubur kebaikan atau menjadi biang sumber dari keburukan. Karena memang harta ini hanyalah wasilah.
Sebagaimana perkataan hikmah tentang harta;
المَالُ مَصْدَرُ خَيْرٍ لِلْأَخْيَارِ وَمَصْدَرُ شَرٍ لِلْأَشْرَارِ
“Harta menjadi sumber kebaikan bagi orang-orang baik dan menjadi sumber keburukan bagi orang-orang buruk.” (Mu’jam Rawa’I Al-Hikmah wa Al-aqwal Al-Khalidah, Rauhi ba’labaki, 209)
Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah …!
Allah menciptakan manusia dengan fitrah mencintai harta. Sebagaimana Allah menjelaskannya dalam firman-Nya, “Dan Kamu mencintai harta dengan kecintaan yang berlebihan.” (QS.Al-Fajr; 20). Dan firman Allah, “Dan sungguhnya cintanya kepada harta benar-benar berlebihan” (QS. Al-Adiayat;8)
Rasulullah menjelaskan kepada kita, bahwa seandainya saja Bani Adam mempunyai dua lembah yang berisi penuh dengan harta, maka niscaya ia akan mencari lembah ketiga yang lainnya. Karena saking rakusnya dan ambisinya terhadap harta. Dan tidak ada sesuatu yang dapat memenuhi mulut atau tenggorokan bani adam kecuali tanah (meninggal).
Sahabat Ali bin Abi Thalib juga pernah memberikan statemen bahwa ada orang yang tidak akan pernah puas, kenyang, atau tercukupi akan suatu hal, yaitu mereka para pemburu harta dan para penuntut ilmu.
اِثْنَانِ لَايَشْبِعَانٍ : طَالِبُ عِلْمٍ وَطَالِبُ مَالٍ
“Dua orang yang tak akan pernah kenyang, penuntut ilmu dan pemburu harta.” (Mu’jam Rawa’I Al-Hikmah wa Al-aqwal Al-Khalidah, Rauhi ba’labaki, 209)
Islam datang bukan untuk memerangi fitrah manusia yang mencitai dan condong terhadap harta. Akan tetapi syariat datang untuk menuntun, memperbaiki, meluruskan serta mengajari bagaimana menempatkan harta, bagaimana cara mendapatkannya dan cara membelanjakannya sesuai dengan tuntunan syariat dan agar hamba-Nya.
Syariat mewanti-wanti agar jangan sampai harta tersebut menjadi satu satunya tujuan yang digapainya dalam hidup yang singkat ini.
Ibnu katsir menjelaskan bahwa kecintaan seseorang terhadap harta bisa menjadi tercela atau terpuji. Tercela apabila harta tersebut menjadikanya berbangga diri, sombong, congkak serta mendzalimi orang lain, namun jika harta tersebut digunakan untuk menafkahi kerabat, menyambung silaturahmi, dan kebaikan-kebaikan lainya, maka ini menjadi terpuji. (Tafsir Al-Quran Al-Adhim, Ibnu Katsir, 2/19)
Berangkat dari sini maka manusia terbagi menjadi dua dalam menyikapi syahwatnya terhadap harta tersebut. Sebagaimana yang dikemukakan oleh As-Sa’di dalam tafsirnya:
Pertama, orang yang menjadikan harta tersebut sebagai tujuan hidupnya, maka segala daya upaya dalam hidupnya, kesibukkannya, aktivitasnya hanya untuk harta. Mereka tidak mempedulikan bagaimana mereka memperoleh harta itu serta kemana ia akan membelanjakannya. sehingga harta tersebut menjadi petaka baginya.
Kedua, orang yang mengetahui hakikat harta tersebut. bahwa Allah jadikan harta itu sebagai ujian bagi hambanya, mereka menggunakan hartanya hanya sebagai wasilah dan jalan untuk mempersiapkan bekal mereka menuju akhirat, mereka memperoleh serta membelanjakan harta sesuai yang dibenarkan syariat dan mereka hanya menjadikan harta hanya berada ditangan mereka dan tidak memasukan harta tersebut kedalam hati mereka. Karena itu hanyalah kenikmatan dunia yang menipu. (Taisir Karim Ar-Rahman, As-Sa’di, 123)
Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah…!
Diantara bentuk-bentuk yang nyata dari fitnah harta adalah; pertama, harta dapat menjadi sebab berpalingnya seseorang dari keimanan, sebagaimana kisahnya Walid bin Mughirah yang menolak kebenaran lagi sombong.
Kedua, harta dapat menjadikan seseorang sombong dan melampaui batas. Allah berfirman, “Sekali-kali tidak! Sungguh, Manusia itu benar-benar melampai batas, apabila melihat dirinya serba cukup.” (QS. Al-Alaq; 6-7) Al-Qasimi menuturkan bahwa diantara perkara yang dapat mewariskan sombong dan menolak kebenaran adalah merasa dirinya cukup. (Mahasin At-Ta’wil, Al-Qasimi, 2/292)
Ketiga, harta dapat menyibukkan seseorang dari ketaatan dan dzikir kepada Allah. Allah berfirman, “Wahai orang-orang beriman! Janganlah harta-bendamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah.”(QS. Al-Munafiqun; 9)
Keempat, harta dijadikan tujuan utama yang digapai dalam hidup. Allah berfirman, “Celakalah bagi setiap pengumpat dan pencela, yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya.” (QS. Al-Humazah; 1-2) Rasulullah juga memperingati ummatnya bahwa celaka bagi orang-orang yang menghamba kepada dinar, dirham dan harta. (HR. Bukhari)
Kelima, orang menjadi gila harta sehingga tidak memperhatikan cara dalam memperoleh harta tersebut. mereka tidak menyaring bagaimana mereka mendapatkan harta apakah dari jalur yang halal atau haram. Ini bermula ketika harta dijadikan ambisi utama dalam hidup. Rasulullah juga memperingatkan ummatnya akan hal ini;
لَيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ، لَا يُبَالِي الْمَرْءُ بِمَا أَخَذَ الْمَالَ، أَمِنْ حَلَالٍ أَمْ مِنْ حَرَامٍ
“Sungguh pasti akan datang suatu jaman pada manusia yang ketika itu seseorang tidak peduli lagi tentang harta yang didapatnya apakah dari barang halal ataukah haram”. (HR. Bukhari)
Keenam, tidak mengeluarkan hak-hak dari harta tersebut. Dalam harta tersebut ada hak-hak Allah yang wajib ditunaikan dari zakat maupun sedekah.
Allah berfirman, “Yaitu orang yang kikir, dan menyeruh orang lain berbuat kikir.” (QS. An-Nisa’:37)
As-Sa’di mengomentar bahwa mereka yang dimaksud dalam ayat ini adalah yang menolak hak-hak wajib dalam harta. (Taisir Karim Ar-Rahman, 177)
Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah…!
Islam sangat memotivasi ummatnya untuk berkerja keras dalam menjemput rizki yang Allah bagikan dengan cara yang halal. Di lain sisi Islam juga memberikan rambu-rambu, aturan, dan ketentaun dalam memperoleh harta. Allah melarang untuk mencari harta dengan cara haram.
Diantaranya cara yang Allah larang dalam mencari harta adalah;
pertama, Riba. Riba adalah termasuk dari dosa-dosa besar yang menghancurkan seseorang baik di dunia maupun di akhirat, sekaligus dosa yang Allah binasakan. Orang yang mencari harta dengan cara riba maka ia telah menggobarkan bendera perang melawan Allah.
Allah berfirman: “Wahai orang-orang beriman bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba jika kamu orang beriman, jika kamu tidak melaksanakannya, maka umumkanlah perang dari Allah dan Rasul-Nya.” (Al-Baraqah; 278-279)
Kedua, korupsi atau suap. Korupsi adalah termasuk dari cara mendapatkan harta dengan cara yang batil yang diharamkan Allah dan Rasulnya. Allah berfirman,
وَلا تَأْكُلُوا أَمْوالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْباطِلِ وَتُدْلُوا بِها إِلَى الْحُكّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقاً مِنْ أَمْوالِ النّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Dan Janganlah Kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kamu menyuap dengan hart aitu kepada para hakim, dengan maksud agar kamu dapat memakan Sebagian harta orang lain itu dengan dosa, padahal kamu mengetahui.” (Al-Baqarah;188)
Dan masih banyak lagi cara-cara yang Allah haramkan dalam memperoleh harta mulai dari mencuri, ghosob, khianat, judi, mencopet, bersaksi palsu, dll. Dan semoga kita semua terhindar dari cara-cara yang Allah haramkan dalam mencari harta…
Setelah kita memahami hakikat harta dan bagaimana cara untuk memperoleh harta tersebut dari yang halal atau yang haram. Selayaknya seorang muslim sadar betul bahwa harta yang Allah titipkan kepadanya niscaya akan dimintai pertanggung jawabannya.
لَا تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمُرِهِ فِيمَ أَفْنَاهُ، وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَ فَعَلَ، وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَ أَنْفَقَهُ، وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَ أَبْلَاهُ
“Kedua telapak kaki seorang hamba tidak akan bergeser pada hari kiamat sampai ditanya tentang umurnya untuk apa dia habiskan, tentang ilmunya untuk apa dia amalkan, tentang hartanya dari mana dia peroleh dan kemana dia infakkan dan tentang tubuhnya untuk apa dia gunakan.”(HR. Tirmidzi)
Semoga Allah selalu memperlancar rezeki kita semua, membimbing cara kita untuk mendapatkan harta yang halal.
Khutbah Kedua
إنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ
وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى اله وأصحابه ومن تبعهم باحسان الى يوم الدين
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْد
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدّعَوَاتِ
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلّاً لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ
وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Oleh: Syamil Robbani