Khutbah Jum’at: Muhasabah dan Berbaik Sangka atas Musibah
Oleh Syamil Robbani
إنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
قال اللَّه تعالى يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ. أَمَّا بَعْدُ.
Khutbah Pertama
Download PDF di sini.
Dhuyufurrahman tamu undangan Allah yang berbahagia.
Alhamdulillah kita bersyukur kepada Allah, atas rahmat dan karunia-Nya, kita dapat berkumpul bersama-sama dalam rangka berhimpun dalam majelis Jumat yang mulia ini, guna melaksanakan salah satu rangkaian dari ibadah Jum’at.
Shalawat dan salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada Rasulullah ﷺ, beserta keluarga beliau, para sahabat, tabiin, tabiut-tabiin, dan orang-orang yang senantiasa menghidupkan sunah-sunah beliau hingga hari Kiamat kelak.
Khatib berwasiat khususnya untuk diri sendiri dan umumnya untuk jamaah sekalian, marilah kita bertakwa kepada Allah ta’ala, takwa dalam arti melaksanakan segala perintah dan mencegah segala larangan-Nya.
Dhuyufurrahman tamu undangan Allah yang berbahagia.
Kabar duka kembali terdengar di beberapa wilayah Indonesia. Setelah gempa bumi di Cianjur terjadi, yang sampai saat ini masih recovery dan evakuasi, kini musibah lainnya datang bertubi menimpa bumi yang tercinta.
Saudara-saudara kita di wilayah Lumajang, Jawa Timur menghadapi peristiwa erupsi gunung Semeru yang dilaporkan sekitar 2000 warga mengungsi saat ini.
Wilayah lain juga terjadi bencana yang memilukan. Seperti di wilayah perbatasan Klaten yang juga terjadi talud sungai longsor, di wilayah Sukabumi setelah diguyur hujan deras dilaporkan terjadi banjir dan tanah longsor pada (4/12/2022).
Tidak hanya itu saja, di wilayah Pati di Desa Mintobasuki, Kecamatan Gabus terjadi banjir yang masih mengenang lima hari lamanya.
Sebenarnya masih banyak lagi berita menyedihkan yang serupa. Alangkah memprihatinkan keadaan kaum muslimin di Indonesia saat ini.
Musibah yang silih berganti datang menimpa kaum muslimin di Indonesia ini seharusnya menjadi bahan introspeksi, evaluasi dan muhasabah kita semua.
Sebab seorang muslim melihat fenomena alam, bencana yang menimpa, serta musibah duka yang terjadi hari ini adalah sebagai sebuah tadzkirah (pengingat) dan ibrah (pelajaran) bagi kaum muslimin, sehingga mereka mau bermuhasabah, evaluasi, dan berintrospeksi.
Dikisahkan suatu ketika terjadi gempa bumi yang dahsyat di masa Khalifah Amirul Mukminin Umar bin Abdul Aziz. Maka khalifah pada saat itu mengevaluasi, mengintrospeksi, dan muhasabah tentang sebab terjadinya gempa tersebut.
Sampai pada akhirnya Sang Khalifah menyadari sebab dari musibah tersebut, lalu bergegas menulis surat dan dikirimkan kepada para Menteri serta pegawainya di berbagai penjuru.
Surat tersebut berisi perintah agar menghasung rakyat untuk bertaubat, tunduk, dan beristighfar atas dosa-dosa yang telah lalu. (Wujub at-Taubah Ilallah, Abdul Aziz bin Baz, 12)
Dhuyufurrahman tamu undangan Allah yang berbahagia.
Seorang muslim melihat musibah yang terjadi itu berbeda dengan orang lain. Musibah bukanlah kejadian alam biasa yang terjadi begitu saja tanpa sebab.
Namun musibah mempunyai faktor kuat yang mendorongnya terjadi, sehingga Allah menurunkan musibah tersebut. Hal inilah yang menjadi bahan serta materi untuk dievaluasi.
Para salaf dan orang shaleh terdahulu tidak sebatas mengaitkan kejadian alam dengan sebab-sebab lahiriyah saja, tetapi lebih dalam daripada itu semua.
Mereka menelisik pemicu lainnya yang mengundang, memicu, dan menjadikan Allah menimpakan musibah ini kepada kaum muslimin.
Tidak lain dan tidak bukan bahwa penyebab dan pemicu tersebut adalah dosa-dosa serta maksiat yang dilakukan kaum muslimin semua. Allah berfirman
وَمَآ أَصَٰبَكُم مِّن مُّصِيبَة فَبِمَا كَسَبَتۡ أَيۡدِيكُمۡ وَيَعۡفُواْ عَن كَثِير
“Dan musibah apapun yang menimpa kamu adalah karena perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan banyak (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy-Syura; 30)
Wahbah az-Zuhaili dalam karyanya Tafsir al-Munir memberikan keterangan tentang ayat di atas bahwa apapun yang menimpa manusia, mulai dari musibah, bencana alam, penyakit, kekeringan, banjir, gempa bumi atau semacamnya.
Itu semua disebabkan oleh dosa dan kemaksiatan yang diperbuat, maka pantaslah Allah memberikan hukuman sebagai peringatan sekaligus penghapus dari dosa-dosa tersebut. (Tafsir al-Munir, Wahbah az-Zuhaili, 25/72)S
Maka wajib bagi kita semua selaku hambanya untuk bermuhasabah, mengintropeksi, sekaligus mengoreksi kembali amalan-amalan kita.
Bertaubat dari dosa-dosa yang telah lalu, meningkatkan ketakwaan, saling menasehati dalam kebaikan, dan beramar makruf nahi mungkar, serta memperbaiki kualitas ketaatan kita sebagai buahnya.
Sebab diantara hikmah dari musibah tersebut adalah menjadi sinyal, rambu dan isyarat yang kuat agar manusia Kembali kepada-Nya, beribadah hanya kepada-Nya, bertaubat serta Kembali sepenuhnya.
Sebagaimana sahabat Al-Abbas pernah menjelaskan bahwa tidaklah suatu musibah, bala’ atau bencana itu datang kecuali atas sebab dosa dan maksiat yang diperbuat.
Maka tidak ada jalan lain untuk menyingkapnya selain dengan bertaubat.
Dhuyufurrahman tamu undangan Allah yang berbahagia.
Ketika musibah datang menimpa suatu wilayah, maka manusia terbagi tiga golongan dalam menyikapi musibah tersebut.
Pertama, mereka yang terhalang dari kebaikan. Yaitu mereka yang menghadapi musibah dengan kemarahan, kebencian dan ketidak relaan, sehingga menghantarkan kepada berburuk sangka kepada Allah dan tidak terima dengan takdir-Nya. Ini semua adalah sifat tercela.
Kedua, mereka yang sabar dan berbaik sangka kepada Allah ketika datangnya musibah. Mereka inilah yang berpegang pada keimanan yang kuat, mengikuti sunah, mendapat ganjaran pahala, dan akan mendapat balasan dan kenikmatan pada hari kiamat nanti.
Ketiga, mereka yang sabar ketika datangnya musibah, menerima, rela bahkan ridha di saat musibah menerpa. Tingkatan ini di atas golongan kedua. Merekalah yang imannya sempurna, yaitu tingkatan para wali dan orang-orang pilihan-Nya. (Husnu al-Aza’ fi Tasliyah Ahli al-Bala’, Khalid bin Su’ud, 32)
Perlu diingat bahwa Allah memberikan cobaan, ujian, ataupun musibah kepada kaum muslimin itu bukan untuk membinasakan atau mencelakakan.
Namun Allah ingin menguji untuk melihat seberapa tabah kesabaran seorang hamba, seteguh apa pendirian untuk tetap menghamba, dan seberapa loyal kita semua di hadapan-Nya.
Ibnul Qayyim menjelaskan perkara ini bahwa musibah yang datang kepada seorang mukmin bukanlah untuk membinasakan atau mencelakakannya, namun untuk menguji kesabarannya.
Sehingga musibah itu dapat menyaring mana orang yang benar-benar layak untuk berkhidmat, menjadi kekasih dan wali-Nya. (Thariq al-Hijratain, Ibnul Qayyim, 2/602)
Sungguh telah menjadi ketetapan bahwa Allah akan menguji para hamba-Nya sebagai cara untuk mengetahui mana di antara hamba-Nya yang jujur akan keimanannya dan dusta belaka. Sekaligus sebagai cara bagaimana Allah membersihkan dosa hamba-Nya.
Allah berfirman
أَحَسِبَ ٱلنَّاسُ أَن يُتۡرَكُوٓاْ أَن يَقُولُوٓاْ ءَامَنَّا وَهُمۡ لَا يُفۡتَنُونَ
“Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, ‘Kami telah beriman,’ dan mereka tidak diuji?.” (QS. Al-Ankabut: 2)
Ibnu Katsir menjelaskan bahwa Allah pasti akan menguji hamba-hamba-Nya yang beriman sesuai dengan kadar keimanannya. Sehingga keimanan seseorang akan benar-benar jelas, apakah dia benar-benar jujur atau hanya sekedar klaim belaka. (Tafsir Al-Qur’an Al-Adhim, Ibnu Katsir, 6/237)
Dhuyufurrahman tamu undangan Allah yang berbahagia.
Seseorang harus tetap berusaha untuk selalu berbaik sangka kepada Allah. Allah ingin untuk menyucikan hambanya dari dosa sehingga dia kelak bertemu dengan Allah dalam keadaan bersih dan suci dari dosa-dosa.
إِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدِهِ الخَيْرَ عَجَّلَ لَهُ العُقُوبَةَ فِي الدُّنْيَا، وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدِهِ الشَّرَّ أَمْسَكَ عَنْهُ بِذَنْبِهِ حَتَّى يُوَافِيَ بِهِ يَوْمَ القِيَامَةِ
“Apabila Allah menghendaki kebaikan kepada hamba-Nya, maka Allah menyegerakan hukumannya di dunia, dan apabila Allah menghendaki keburukan kepada hamba-Nya maka Allah menahan dosanya sehingga dia terima kelak di hari Kiamat.” (HR. Tirmidzi)
Ketahuilah sebuah kekeliruan jika ada seseorang yang berkeyakinan bahwa orang shalih itu jauh dari yang namanya cobaan, ujian, dan musibah. Justru musibah, cobaan ini adalah konsekuensi dari pernyataan keimanan seseorang.
Rasulullah ﷺ pernah ditanya siapakah manusia yang paling berat cobaannya? Maka Rasulullah ﷺ menjawab.
الْأَنْبِيَاءُ، ثُمَّ الصَّالِحُونَ، ثُمَّ الْأَمْثَلُ، فَالْأَمْثَلُ مِنَ النَّاسِ، يُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ، فَإِنْ كَانَ فِي دِينِهِ صَلابَةٌ زِيدَ فِي بَلائِهِ، وَإِنْ كَانَ فِي دِينِهِ رِقَّةٌ خُفِّفَ عَنْهُ، وَمَا يَزَالُ الْبَلاءُ بِالْعَبْدِ حَتَّى يَمْشِيَ عَلَى ظَهْرِ الْأَرْضِ لَيْسَ عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ
“Para Nabi, lalu orang-orang shaleh, kemudian orang yang paling mulia dan yang paling mulia dari manusia. Seseorang akan diuji sesuai dengan kadar agamanya, jika agamanya kuat maka akan ditambah ujiannya, dan jika agamanya lemah maka akan diringankan ujiannya. Tidaklah ujian itu berhenti pada seorang hamba sampai dia berjalan di muka bumi tanpa mempunyai dosa.” (HR. Ahmad)
Sehingga seorang muslim akan selalu bermuhasabah ketika datang musibah, selalu berharap ampunannya, dan senantiasa tetap berbaik sangka kepada-Nya. Sebab musibah yang diberikan Allah kepada hambanya yang shalih merupakan bentuk kasih sayang-Nya.
وَإِنَّ اللهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْماً اِبْتَلَاهُمْ
“Apabila Allah cinta kepada suatu kaum Dia akan menguji mereka.” ( HR. Tirmidzi)
Tidaklah musibah menimpa seorang muslim kecuali itu akan menjadi penggugur dosa-dosa yang telah lalu dan menaikkan derajatnya di hadapan Allah. (Ash-Shabru ‘ala al-Ibtila’, Hamdah ‘ayisy, 7)
مَا يَزَالُ الْبَلَاءُ بِالْمُؤْمِنِ وَالْمُؤْمِنَةِ فِي نَفْسِهِ وَوَلَدِهِ وَمَالِهِ حَتَّى يَلْقَى اللهَ وَمَا عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ
“Ujian senantiasa menimpa orang mukmin pada diri, anak dan hartanya hingga ia bertemu Allah dengan tidak membawa satu kesalahan pun atasnya.” (HR. Tirmidzi)
Terlebih ada satu derajat dan kedudukan tinggi yang tidak bisa diraih seorang hamba kecuali setelah bersabar atas ujian dan cobaan yang menerpanya. Rasulullah ﷺ bersabda
إِذَا سَبَقَتْ لِلْعَبْدِ مِنَ اللهِ مَنْزِلَةٌ لَمْ يَبْلُغْهَا بِعَمَلِهِ، ابْتَلَاهُ اللهُ فِي جَسَدِهِ أَوْ فِي مَالِهِ أَوْ فِي وَلَدِهِ، ثُمَّ صَبَّرَهُ حَتَّى يُبْلِغَهُ الْمَنْزِلَةَ الَّتِي سَبَقَتْ لَهُ مِنْهُ
“Bila seorang hamba memperoleh kedudukan tinggi disisi Allah dan ia tidak bisa meraihnya dengan amalannya, Allah mengujinya pada diri, harta, atau anaknya kemudian ia bersabar hingga mengantarkannya kepada kedudukan yang diraihnya.” (HR. Ahmad)
Semoga kita semua menjadi hamba-Nya yang dapat mengambil pelajaran dari tanda-tanda kebesaran Allah ini, sehingga menjadi pelecut untuk segera kembali, tunduk dan bertaubat kepada-Nya.
Sekaligus menjadi seorang hamba yang selalu sabar, rela, ridha, dan senantiasa berbaik sangka kepada Allah atas musibah-musibah tersebut, bahwa itu semua adalah bentuk kasih sayang-Nya untuk menggugurkan dosa hamba-Nya sehingga kelak nanti ia bertemu dengan Allah dalam keadaan bersih dari dosa.
أَقُولُ قَولِي هَذَا وَ اسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَ لَكُمْ وَ لِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفُرُوهُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُورُ الرَّحِيمِ
Khutbah Kedua
الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ
وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى اله وأصحابه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْد
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدّعَوَاتِ
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلّاً لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ