Di awal khutbah pada hari yang mulia ini, mari bersama-sama menghaturkan rasa syukur kita kepada Allah ﷻ, Rabb semesta alam, Rabb yang telah menghendaki kita untuk bisa melangkahkan kaki ini dalam rangka melaksanakan salah satu dari apa yang diperintahkan oleh Allah dan juga Rasul-Nya, yaitu beribadah, melaksanakan shalat Jum’at secara berjamaah.
Shalawat serta salam semoga tetap tercurah-limpahkan kepada baginda kita, suri teladan umat ini, nabi penutup para nabi, rasul penutup para rasul, yakni Nabiyullah Muhammad ﷺ.
Sebab perantara perjuangan beliaulah Islam bisa menyebar ke seluruh penjuru negeri, oleh karenanya, saat ini kita bisa mengenal apa itu Islam, apa itu sholat, apa itu Al-Qur’an, serta apa itu iman.
Tidak lupa, kami selaku khatib mewasiatkan kepada diri kami pribadi dan umumnya kepada para jama’ah sekalian, untuk senantiasa meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah ﷻ, karena tidak ada bekal terbaik yang bisa kita bawa untuk menghadap Allah ﷻ selain daripada amal ketakwaan yang kita kerjakan selama di dunia.
Tidak ada yang bisa membela kita di hadapan Allah ﷻ, dan tidak ada yang bisa menjadi teman setia di alam kubur, selain daripada amalan ketakwaan yang kita kerjakan.
Hadirin Jamaah Jumat yang dirahmati Allahﷻ.
Dalam sebuah hadits qudsi yang diriwayatkan oleh sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, diceritakan bahwa suatu ketika Nabi ﷺ membacakan sebuah ayat dalam surat Asy-Syura, yaitu ayat ke-20:
“Barangsiapa yang menghendaki keuntungan di akhirat, maka akan Kami tambahkan keuntungan itu baginya. Dan barangsiapa menghendaki keuntungan di dunia, maka Kami berikan kepadanya sebagian darinya (keuntungan dunia), tetapi ia tidak akan mendapatkan bagian di akhirat.” (QS Asy-Syura: 20)
Kemudian Nabi ﷺ bersabda:
يقول الله عز وجل: يا ابْنَ آدَمَ، تَفَرَّغْ لِعِبَادَتِي أَمْلَأْ صَدْرَكَ غِنًى، وَأَسُدَّ فَقْرَكَ، وَإِلَّا تَفْعَلْ مَلَأْتُ يَدَيْكَ شُغْلًا، وَلَمْ أَسُدَّ فَقْرَكَ.
“Allah ﷻ berfirman: ‘Wahai anak Adam. Luangkanlah waktumu untuk beribadah kepada-Ku, niscaya Aku akan memenuhi dadamu dengan rasa cukup dan menutup kefakiranmu. Namun jika engkau tidak melakukannya, niscaya Aku akan memenuhi kedua tanganmu dengan kesibukan, dan tidak akan menutup kefakiranmu’.”
Dalam hadits tersebut terdapat dua pesan penting dari Allah ﷻ kepada seluruh anak keturunan Adam, dan secara khusus bagi umat Nabi Muhammad ﷺ.
“Wahai anak Adam. Luangkanlah waktumu untuk beribadah kepada-Ku, niscaya Aku akan memenuhi dadamu dengan rasa cukup dan menutup kefakiranmu.”
Syaikh Muhammad ‘Uwaidhah dalam kitab Fashlul Khithab fi Az-Zuhd wa Ar-Raqaiq wa Al-Adab menjelaskan bahwa makna dari “meluangkan waktu untuk beribadah” adalah mengosongkan hati dan menghadapkan diri sepenuhnya kepada Allah ﷻ.
Artinya, seseorang harus selalu merasa diawasi oleh Allah ﷻ, takut kepada-Nya, dan berusaha melakukan hal-hal yang diridhai-Nya dalam setiap keadaan.
Secara kebahasaan, kata تَفَرَّغْ termasuk dalam pola fi’il تَفَعَّلَ, yang menunjukkan bahwa perbuatan tersebut membutuhkan kesungguhan dan usaha keras.
Seperti halnya kata تَعَرَّفَ (berusaha mengenal), تَفَقَّهَ (berusaha memahami), maka تَفَرَّغْ pun mengandung makna adanya usaha sungguh-sungguh untuk menyediakan waktu khusus demi ibadah, walau di tengah kesibukan duniawi.
Kita tidak dapat memungkiri bahwa di tengah hiruk pikuk aktivitas dunia, menjaga hati agar tetap terhubung dengan Allah ﷻ adalah hal yang berat. Namun betapa mulianya Allah ﷻ, karena setiap perintah-Nya pasti membawa hikmah dan manfaat bagi hamba yang melaksanakannya.
Maka barangsiapa yang tetap menjaga hubungannya dengan Allah di tengah kesibukan, ia mendapatkan janji:
…أَمْلَأْ صَدْرَكَ غِنًى، وَأَسُدَّ فَقْرَكَ
“Aku akan memenuhi dadamu dengan kekayaan (rasa cukup) dan menutup kefakiranmu.”
Hadirin Jamaah Jumat yang dirahmati Allahﷻ.
Syaikh Muhammad ‘Uwaidhah menambahkan, bahwa jika hati telah dipenuhi kekayaan, yaitu merasa cukup dengan Allah ﷻ, maka seseorang tidak akan merasa butuh pada apa pun selain-Nya.
Kekayaan yang sejati adalah kekayaan hati. Orang yang tidak memiliki apapun tetapi hatinya merasa cukup, maka ia lebih bahagia daripada orang yang hartanya melimpah tetapi terus merasa kekurangan.
Sebaliknya, jika hati dipenuhi dengan kefakiran, maka sebesar apa pun kekayaan yang dimiliki, ia tetap akan merasa kurang. Ia akan takut kehilangan hartanya, takut tertimpa musibah, dan terus merasa gelisah serta tidak pernah merasa puas.
“Jika engkau tidak melakukannya (meluangkan waktu untuk ibadah), maka Aku akan memenuhi kedua tanganmu dengan kesibukan dan tidak akan menutup kefakiranmu.”
Kalimat ini merupakan peringatan tegas dari Allah ﷻ. Seakan Allah ﷻ berfirman: “Wahai hamba-Ku. Luangkan waktumu walau sebentar untuk mengingat-Ku di sela kesibukanmu. Jika tidak, maka Aku akan membuatmu sibuk dengan urusan dunia tanpa keberkahan.”
Syaikh ‘Uwaidhah mencontohkan, seseorang yang mendengar adzan tetapi berkata, “Aku sedang sibuk,” atau “Aku ingin makan dulu,” atau “Aku tidak bisa meninggalkan pekerjaan,” maka ia termasuk orang yang telah dijauhkan dari keberkahan.
Kesibukan duniawi membuatnya lupa kepada Tuhannya, dan itu akan berdampak buruk dalam hidupnya.
Makna kalimat “Aku tidak akan menutup kefakiranmu” adalah bahwa orang seperti itu akan selalu merasa kekurangan, seberapapun besar penghasilannya. Ia tidak pernah merasa cukup. Hatinya kosong dari rasa syukur dan tenteram.
Hadirin Jamaah Jumat yang dirahmati Allahﷻ.
Dua kalimat dalam hadits qudsi ini mengandung pelajaran penting: bahwa mengutamakan beribadah kepada Allah ﷻ adalah sebab datangnya keberkahan, kecukupan, dan ketenangan.
Sebaliknya, lalai dari ibadah dan tenggelam dalam kesibukan dunia akan mengakibatkan kesempitan hidup, kegelisahan, dan kefakiran hati, meskipun secara materi tampak berkecukupan.
Semoga kita termasuk hamba-hamba yang mampu meluangkan waktu untuk beribadah kepada Allah dan menjaga hati agar selalu terhubung kepada-Nya dalam setiap keadaan.