Khutbah Jumat: Tiga Golongan Yang Dicintai Allah
oleh: Fatih Izzul Islam
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَسْتَهْدِيْهِ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيد ، اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آل مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيد
فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ
فَإنِّيْ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ نَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُؤْمِنُوْنَ الْمُتَّقُوْنَ حَيْثُ قَالَ الله تبارك وتعالى :
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِۦ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
Kaum Muslimin Arsyadanî Wa Arsyadakumullâh
Tak henti-hentinya kita bersyukur ke hadirat Allah subhanahu wata’ala, melalui hati, lisan, dan anggota badan, karena sampai detik ini kita masih diberikan oleh-Nya begitu banyak kenikmatan, yang zahir maupun batin, sehingga kita mampu bersimpuh sujud di dalam masjid yang berbarokah ini dalam rangka mendekatkan diri kepada-Nya.
Shalawat dan Salam semoga selalu tercurah kepada Baginda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, sebaik-baik manusia, Rasul yang paling mulia, yang kita harapkan syafaat beliau kelak di hari kiamat.
Selaku khatib, saya wasiatkan kepada seluruh jamaah agar selalu meningkatkan kesalihan, ketakwaan, dan keimanan kita kepada Allah. Karena pada hakikatnya semua manusia sama di sisi Allah, baik yang kaya atau miskin, yang bermartabat atau melarat, dan yang tua atau muda. Sungguh, tiada barometer kemuliaan yang diakui di sisi Allah kecuali ketakwaan yang kita miliki.
وَتَزَوَّدُوْا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى
“Maka berbekallah, sungguh sebaik-baik bekal adalah takwa.”
Kaum Muslimin, Arsyadani Wa Arsyadakumullah …
Mencintai Allah adalah kepastian, namun dicintai oleh Allah adalah keistimewaan. Setiap muslim sejati pasti mengaku bahwa dirinya mencintai Allah. Namun manakala mereka ditanya apakah perbuatan yang mereka kerjakan sudah dicintai oleh Allah ataukah justru mengundang murka-Nya? Mereka terdiam menundukkan kepala, lantaran ingat banyaknya dosa. Ibnul Qayyim rahimahullah menuturkan,
لَيْسَ الشَّأْنُ أَنْ تُحِبَّ وَإِنَّمَا الشَّأْنُ فِيْ أَنْ يُحِبَّكَ اللهُ
“Yang penting bukanlah Anda mencintai atau tidak, tapi apakah Anda dicintai Allah atau tidak.” (Madarijus Sâlikîn, Juz 3, hlm. 39)
Kita harus memastikan bahwa setiap perbuatan yang kita lakukan mengundang kecintaan Allah subhanahu wata’ala dan terhindar dari murka-Nya, salah satunya dengan mengerjakan amalan-amalan saleh yang disebutkan oleh Al-Qur’an atau pun hadits akan mengundang kecintaan Allah.
Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan sebuah hadits berharga, suatu saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
ثَلَاثَةٌ يُحِبُّهُمُ اللهُ وَيَضْحَكُ إِلَيْهِمْ وَيَسْتَبْشِرُ بِهِمْ : الَّذِيْ إِذَا انْكَشَفَتْ فِئَةٌ قَاتَلَ وَرَاءَهَا بِنَفْسِهِ لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ ، فَإِمَّا أَنْ يُقْتَلَ وَإِمَّا أَنْ يَنْصُرَهُ اللهُ ، وَيَكْفِيْهِ ، فَيَقُوْلُ : اُنْظُرُوْا إِلَى عَبْدِيْ هَذَا كَيْفَ صَبَرَ لِيْ بِنَفْسِهِ ، وَالَّذِيْ لَهُ امْرَأَةٌ حَسَنَةٌ ، وَفِرَاشٌ لَيِّنٌ حَسَنٌ فَيَقُوْمُ مِنَ الَّليْلِ ، فَيَقُوْلُ : يَذَرُ شَهْوَتَهُ فَيَذْكُرُنِيْ وَلَوْ شَاءَ رَقَدَ ، وَالَّذِيْ إِذَا كَانَ فِيْ سَفَرٍ ، وَكَانَ مَعَهُ رُكَّبٌ فَسَهِرُوْا ثُمَّ هَجَعُوْا ، فَقَامَ مِنَ السَّحَرِ فِيْ سَرَّاءٍ وَضَرَّاءٍ.
“Ada tiga golongan yang dicintai oleh Allah, Allah tertawa seraya bangga terhadap mereka;
Pertama, orang yang apabila pasukannya kalah, ia tetap maju berperang seorang diri demi mencari keridaan Allah, bisa jadi ia akan terbunuh (syahid) dan bisa jadi ia akan diberi kemenangan oleh Allah, dan cukuplah hal itu baginya. Lalu Allah berkata, “Lihatlah hamba-Ku ini! Dia telah sabar mengorbankan jiwanya demi Aku.”
Kedua, orang yang memiliki istri yang baik lagi cantik dengan dihiasi kasur yang empuk nan mewah, namun di malam hari ia tetap bangun untuk mengingat Allah. Hingga Allah berkata, “Hamba-Ku telah mengorbankan syahwatnya demi Aku! Sekiranya dia berkehendak, pastilah ia akan tidur.”
Ketiga, Orang yang apabila dalam perjalanan bersama dengan para musafir, mereka menempuh perjalanan hingga larut malam dan tertidur (karena kelelahan). Tiba-tiba ada seorang laki-laki yang tetap bangun di waktu sahur (beribadah kepada Allah) dalam kondisi sempit maupun lapang.1
Golongan Pertama; Orang yang tetap berjihad demi tegaknya kalimat Allah meski pasukannya telah mundur.
Kaum Muslimin, Arsyadani Wa Arsyadakumullah …
Jihad adalah amalan besar dalam Islam yang tidak setiap orang sanggup mengerjakannya. Seseorang yang mengorbankan diri terjun ke medan jihad adalah orang yang benar-benar memiliki tekad kuat untuk menundukkan hawa nafsu dan hasrat yang tinggi dalam meninggikan kalimat Allah. Bukan hanya mengorbankan waktunya, bukan pula hartanya, orang yang berjihad bahkan rela mengorbankan raga dan nyawanya untuk Allah subhanahu wata’ala. Ia tidak lagi memperdulikan kepentingan dirinya. Dalam hati dan pikirannya hanya ada Allah dan nikmat surga yang dijanjikan oleh-Nya.
Terlebih lagi jika seluruh pasukan sudah mundur, kocar-kacir karena serangan musuh, namun ia tetap yakin akan janji Allah. Keimanan yang kokoh mendorongnya untuk tetap maju berperang melawan musuh-musuh Allah. Baginya, syahid di jalan Allah adalah kebanggaan, sedangkan kemenangan adalah buah dari perjuangan. Bukan karena dendam, mencari harta rampasan, atau keputus-asaan, melainkan karena cintanya kepada Allah subhanahu wata’ala.
Sifat inilah yang membuat Allah terharu, bangga, dan jatuh cinta kepadanya hingga menyanjung hamba-Nya yang tabah dan sabar itu di hadapan para malaikat-malaikat-Nya yang terbaik.
Golongan Kedua; Orang yang memiliki istri cantik dan rumah mewah, namun tetap tekun melaksanakan shalat malam.
Kaum Muslimin, Arsyadani Wa Arsyadakumullah …
Umumnya manusia berat meninggalkan kenikmatan istirahat di waktu malam. Terlebih pada sepertiga malam terakhir yang merupakan waktu pulas-pulasnya tidur. Namun golongan yang kedua ini berbeda. Mereka enggan meninggalkan kesempatan berharga yang akan mengundang kecintaan Allah, kesempatan untuk mengadu keluh-kesahnya di hadapan Sang Pencipta, kesempatan untuk berkhalwat dengan Allah, mendirikan shalat malam.
يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلُّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِيْنَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرِ يَقُوْلُ : مَنْ يَدْعُوْنِيْ فَأَسْتَجِيْبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِيْ فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِيْ فَأَغْفِرَ لَهُ
“Tuhan kita yang Maha Agung dan Maha Tinggi turun setiap malam ke langit dunia ketika telah tersisa sepertiga malam terakhir. Ia berfirman, “Siapakah yang berdoa kepada-Ku maka Aku akan mengabulkannya. Siapa yang meminta kepada-Ku, maka Aku akan memberikannya. Siapa yang memohon ampun kepada-Ku, maka Aku akan mengampuninya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Ia rela meninggalkan tidur di kasur yang empuk, bersandingkan dengan istri yang cantik jelita, meski semua itu dihalalkan baginya, semata-mata karena rindu dan cintanya kepada Allah subhanahu wata’ala. Hal itulah yang membuat Allah terkagum dan menyanjungnya di hadapan penduduk langit, tanda bahwa Allah membalas cintanya.
Oleh karena itu, mari kita introspeksi diri kita masing-masing. Jika kita mengaku cinta kepada Allah, sudahkah kita melazimi shalat malam? Sudahkah kita menekuni shalat witir? Berapa jam yang kita habiskan untuk berkhalwat kepada Allah? Atau justru itu semua tidak pernah kita lakukan?
Hassan bin Athiyyah berkata,
مَنْ أَطَالَ قِيَامَ اللَّيْلِ يَهُوْنُ عَلَيْهِ طُوْلُ يَوْمِ الْقِيَامَةِ
“Barangsiapa memanjangkan shalat malam, maka ia akan merasa ringan ketika berdiri pada pada hari Kiamat kelak.”
Golongan ketiga; Musafir yang selalu berzikir dalam keadaan sempit maupun lapang.
Kaum Muslimin, Arsyadani Wa Arsyadakumullah …
Golongan terakhir adalah para musafir yang selalu mengingat Allah subhanahu wata’ala. Seorang musafir sejatinya didera kondisi yang melelahkan, memayahkan, dan menjadikan raga butuh beristirahat. Namun dengan semua kondisi tersebut, orang yang dicintai Allah akan tetap mengingat-Nya, merenungi segala dosa, hingga menggerakkan raga dan hatinya untuk bangkit beribadah kepada-Nya.
Pengorbanannya pun tidak murah di sisi Allah, berbalas cinta dan kabar gembira surga. Karena dalam diri mereka terdapat sifat-sifat mulia, sifat yang tidak banyak dimiliki oleh saudara-saudaranya, yaitu sifat sabar dan rela berkorban demi mengharapkan cinta dan keridaan Allah.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمِ
KHUTBAH KEDUA
الحمد لله رب العالمين والصلاة والسلام على نبينا الكريم محمد وعلى آله وصحبه آجمعين .
قال الله تعالى في القرآن الكريم :
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِۦ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
Kaum Muslimin, Arsyadani Wa Arsyadakumullah …
Jika kita pahami, tiga golongan dalam hadits tersebut memiliki satu sifat yang sama. Satu sifat yang menyebabkan Allah cinta, bangga, dan memberikan sanjungan dan surga-Nya. Satu sifat itu adalah konsisten mengingat Allah di tengah kelalaian manusia, saat banyak godaan nafsu yang menerpa.
Kenapa amalan-amalan tersebut sanggup membuat Allah bangga, sementara terdapat banyak amalan-amalan lain yang tidak kalah kualitasnya? Jawabannya adalah karena amalan-amalan tersebut dilakukan saat manusia dalam kondisi lalai, jauh dari ibadah, diliputi banyak rintangan dan godaan. Ia pun mendapat prediket istimewa, karena pahala diperoleh sesuai dengan kerasnya usaha.
Di saat semua pasukan telah mundur, takluk terhadap rasa takutnya kepada musuh, di saat semua manusia sibuk dengan dunia, saat semuanya ingin istirahat dari ibadah. Ia justru menjadi orang yang mengingat Allah. Menjadi orang yang teguh di atas kebenaran dan kebaikan di saat manusia tenggelam dalam kelalaian.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
بَدَأَ الْإِسْلَامُ غَرِيْبًا وَسَيَعُوْدُ غَرِيْبًا كَمَا بَدَأَ فَطُوْبَى لِلْغُرَبَاءِ
“Islam muncul dalam keadaan asing dan akan kembali dalam keadaan asing, maka beruntunglah ornag-orang yang asing.” (HR. Muslim)
Dalam riwayat lain, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya,
“Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam siapa yang asing itu?” Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Yaitu orang yang mengadakan perbaikan di tengah manusia yang berbuat kerusakan.” (HR. Thabrani)
Semoga kita diberikan keistiqamahan oleh Allah dalam memperjuangkan agama Islam, menekuni shalat malam, dan memohon ampun atas segala dosa dan kesalahan, sehingga kita sanggup menyandang prediket orang-orang yang dicintai dan dibanggakan oleh Allah, serta menikmati indah surga-Nya kelak. Âmîn…
إِنَّ ٱللَّهَ وَمَلَٰٓئِكَتَهُۥ يُصَلُّونَ عَلَى ٱلنَّبِىِّ ۚ يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ صَلُّواْ عَلَيْهِ وَسَلِّمُواْ تَسْلِيمًا
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَات وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَات
ﺭَﺑَّﻨَﺎ ﺍﻏْﻔِﺮْ ﻟَﻨَﺎ ﻭَﻟِﺈِﺧْﻮَﺍﻧِﻨَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺳَﺒَﻘُﻮﻧَﺎ ﺑِﺎﻟْﺈِﻳﻤَﺎﻥِ ﻭَﻟَﺎﺗَﺠْﻌَﻞْ ﻓِﻲ ﻗُﻠُﻮﺑِﻨَﺎ ﻏِﻠًّﺎ ﻟِﻠَّﺬِﻳﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮﺍ ﺭَﺑَّﻨَﺎ ﺇِﻧَّﻚَ ﺭَﺀُﻭﻑٌﺭَﺣِﻴﻢٌ
اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيْنَناَ الَّذِى هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَ الَّتِى فِيْهَا مَعَاشُنَا وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا الَّتِى فِيْهَا مَعَادُنَا وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِى كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شرٍّ
اللَّهُمَّ لَا تَدَعْ لَنَا ذَنْبًا إِلَّا غَفَرْتَهُ وَلَا هَمَّا إِلَّا فَرَّجْتَهُ وَلَا دَيْنًا إِلَّا قَضَيْتَهُ وَلَا حَاجَةً مِنْ حَوَائِجِ الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ إِلَّا قَضَيْتَهَا يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا وَنَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلة وَأَصْحَابِهِ الأَخْيَارِ وَسَلَّمَ تَسْلِيمًا كَثِيرًا
1 Hadits riwayat Al-Hakim dalam Al-Mustadrak No. 68 dan Al-Baihaqi dalam Al-Asma’ Was Shifat No. 931. Dihasankan oleh Al-Albani dalam Ash-Shaḥîḥah No. 3478, dan Shaḥîḥut Targhîb Wat Tarhîb No. 629.