Cinta Ahlul Bait – Islam vs Syi’ah
Tidaklah sempurna keimanan seseorang, hingga ia mencintai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam melebihi kecintaannya terhadap diri, orang tua, anak, dan manusia seluruhnya. Diantara bukti kecintaan seseorang kepada Rasulullah, adalah mencintai dan memuliakan Ahlul Bait (keluarga dekat) beliau. Sebagaimana pesan yang beliau sampaikan: “Aku ingatkan kalian kepada Allah, tentang (hak-hak) keluargaku.” (HR Muttafaqun ‘Alaih)
Hal itulah yang kemudian membuat sahabat Abu Bakar Ash Shiddiq berkata, “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh keluarga Rasulullah lebih aku cintai untuk aku jalin hubungan kekeluargaannya dari pada keluargaku sendiri.”
Ulama’ salaf telah mendefinisikan Ahlul Bait sebagai keluarga Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam yang diharamkan shadaqah (zakat) atas mereka. Sebagaimana sabda beliau : “Sesungguhnya sedekah ini hanyalah kotoran manusia dan sesungguhnya sedekah tersebut tidak halal bagi Muhammad dan keluarga Muhammad.”(HR Abu Daud)
Ahlul Bait itu terdiri atas keluarga Ali, Ja’far, Aqil, Al-Abbas, keturunan Al-Harits bin Abdil Muthalib, putra-putri dan juga termasuk di dalamnya istri-istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.
Imam Ibnu Katsir menyatakan di dalam kitab tafsirnya, ketika menjelaskan firman Allah surat Al Ahzab : 33, “Ayat ini merupakan nash yang memasukkan para isteri Rasulullah sebagai bagian dari Ahlul Bait. Mereka menjadi sebab diturunkannya ayat tersebut, sedangkan penyebab diturunkannya ayat adalah termasuk ke dalam kandungan makna ayat tersebut…”
Cinta Palsu Sy’iah Kepada Ahlul Bait.
Adapun Syi’ah, mereka menyempitkan makna Ahlul Bait hanya terbatas pada keluarga Ali r.a beserta keturunannya. Setelah itu mereka kembali membatasi keturunan Ali r.a itu hanya dari jalur Husain r.a saja. Dengan kata lain, Syi’ah mengingkari masuknya para istri Rasulullah sebagai bagian dari Ahlul Bait.
Akibatnya, Syiah tidak segan-segan mencaci Ummahatul Mukminin. Terutama terhadap wanita yang paling dicintai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, yaitu ‘Aisyah r.a Bahkan, mereka menganggap bahwa mencaci isteri-isteri nabi itu sebagai bentuk ibadah kepada Allah Ta’ala.
Syi’ah sering mengklaim dirinya sebagai pembela dan pecinta Ahlul Bait. Namun, pada hakikatnya mereka sering merendahkan Ahlul Bait beserta para sahabat Rasulullah yang mulia. Hal itu dapat dibuktikan dari syahadat mereka yang berbunyi :
“…Dan saya bersaksi bahwa Abu Bakar, Umar, Utsman, ‘Aisyah dan Hafshah berada di dalam Neraka. Aku berlepas diri kepada Allah dan Rasul-Nya dari Abu Bakar, Umar, Utsman, ‘Aisyah, Hafshah dan seluruh musuh ahlul bait Rasulullah.”
Orang yang dimuliakan dalam Islam ini, telah dihinakan oleh mereka. Bahkan dengan jelas dinyatakan sebagai penghuni neraka. Padahal Allah dan Rasulullah mencintai dan ridha terhadap mereka. Allah Ta’ala berfirman :
“Dan orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam), diantara orang-orang Muhajirin, Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah Ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah. Allah Menyediakan bagi mereka Jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang agung.” [QS. At Taubah : 100]
Rasulullah pernah berwasiat: “Wahai Ali, engkau adalah penjaga Ahlul Baitku, baik yang masih hidup maupun yang telah wafat diantara mereka dan juga istri-istriku. Siapa yang menjadi istriku, dia akan bertemu denganku di kemudian hari, dan siapa yang telah aku ceraikan, maka aku berlepas diri darinya.”
Wasiat ini dengan jelas menyatakan, bahwa setiap istri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam yang tidak diceraikan, akan berkumpul dengan beliau di Jannah kelak. Sedangkan ‘Aisyah tetap menjadi istri Rasulullah hingga beliau wafat. Maka, mungkinkah Ibunda ‘Aisyah r.a masuk neraka sebagaimana tuduhan Syi’ah.
Tidak cukup sampai di sini saja bukti celaan Syi’ah terhadap Ahlul Bait. Bahkan hinaan itu juga dialamatkan kepada Sahabat Ali bin Abi Thalib, orang yang mereka klaim sebagai Imam yang suci dan menjadi bagian dari Ahlul Bait.
Di dalam kitab Syi’ah berjudul Biharul Anwar, Al Majlisi menyebutkan sebuah riwayat bahwa Ali bin Abi Thalib berkata, “Saya pergi bersama Rasulullah, sementara tidak ada pelayan bagi beliau selain diriku. Beliau mempunyai selimut dan tidak berselimut dengannya kecuali saya, Rasulullah dan ‘Aisyah. Beliau tidur diantara saya dan ‘Aisyah. Jika Rasulullah bangun untuk shalat malam, beliau mengingkapkan selimut itu dari bagian tengahnya, yaitu antara saya dan ‘Aisyah.”
Seorang muslim yang paling jahil (bodoh) sekalipun, asalkan ia memiliki hati yang bersih, pasti akan mengerti bahwa riwayat tersebut mengandung sebuah hinaan terhadap Rasulullahn,‘Aisyah dan juga Ali. Rasulullah digambarkan sebagai orang yang tidak memiliki kehormatan sedikitpun, dengan membiarkan istrinya tidur seranjang dengan laki-laki yang bukan makhram. Kemudian, mungkinkah sahabat Ali r.a ridha dengan keadaan yang demikian.
Maka, dari sisi manakah penghormatan dan kecintaan Syi’ah terhadap Ahlul Bait. Mungkinkah slogan “Cinta Ahlul Bait” itu, hanya mereka gunakan sebagai tameng dan tipuan, untuk menarik minat manusia agar masuk ke dalam agama mereka. Sedangkan pada prakteknya, mereka sama sekali tidak mencintai dan memuliakan Ahlul Bait, sebagaimana yang telah dipesankan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.
Akhirnya, selain kewajiban memberikan kecintaan dan loyalitas kepada Ahlul Bait, kaum muslimin juga dituntut untuk memberantas segala bentuk penyimpangan, yang ditujukan kepada mereka. Sehingga sempurnalah penjagaan dan pemuliaannya terhadap para kekasih Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.
[Rochmat El Faza]