Antara Iran dan Persia – Syi’ah dan Majusi
Saat ini dunia Islam sedang dilanda fitnah syubhat yang dahsyat, yaitu tentang keberadaan agama Syi’ah. Banyak dari kalangan muslim yang menganggap bahwa Syi’ah merupakan bagian dari umat Islam. Layaknya empat madzhab yang ada, Syi’ah diposisikan sebagai madzhab kelima dengan nama madzhab Ja’fariyah.
Kabut fitnah ini semakin pekat dengan munculnya para tokoh sebagai pembela. Diantaranya Umar Syihab, Quraisy Syihab, Said Agil Shiraj, Jalaluddin Rahmat dan tokoh-tokoh lainnya. Muculnya dukungan dari beberapa tokoh tersebut, kemungkinan dipicu dari banyak kemungkinan. Hal itu bisa jadi berangkat dari keyakinan dan kesadaran mereka untuk menyebarkan agama Syi’ah dan menutupi kesesatannya, atau dari kebodohan dan taqlid buta semata.
Menanggapi isu Syi’ah yang semakin gencar ini, ada fakta menarik dibalik berdirinya Negara Islam Iran, yang secara terang-terangan mendedikasikan diri sebagai Negara Islam Syi’ah. Satu-satunya Negara yang berani secara vulgarnya menobatkan diri sebagai wakil dari negara-negara Islam dalam melawan Amerika dan para sekutunya, termasuk Israel. Dengan keberadaan teknologi nuklirnya, benarkah Iran bisa dijadikan harapan oleh umat Islam untuk menandingi kekuatan Barat, atau justru sebaliknya.
Saat menilik kembali lembaran-lembaran sejarah mengenai Persia dan Iran. Akan ditemukan titik temu antara keduanya, sekaligus menjawab misteri dibalik berdirinya Iran sebagai negara Syi’ah.
Iran saat ini berada di atas tanah Persia yang telah berdiri sejak tahun 3200 SM dan pernah berjaya dengan imperiumnya. Kala itu dunia dibagi dua kekaisaran yang besar dan kuat. Yaitu Imperium Romawi di Konstantinopel dengan Kristen sebagai agama resminya, dan Imperium Persi yang dipimpin oleh seorang Kisra dengan Majusi sebagi agama resminya.
Pada zaman kekhilafahan Umar bin Khattab, Imperium Persia berhasil ditaklukkan oleh panji pasukan Islam. Simbol-simbol paganisme dihancurkan. Api sebagai tujuan peribadatan diganti dengan nilai-nilai tauhid, yang mempersembahkan segala ibadah hanya kepada Allah semata. Kisra Abyadh yang merupakan istana Raja pun dikuasai kaum muslimin sebagai ghanimah. Di dalamnya tarhampar Ribuan dinar dan dirham, permadani, mahkota, piala, serta berbagai benda-benda berharga lainnya.
Sejak penaklukan itu, kaum Persia begitu murka. Mereka menyimpan dendam kesumat begitu dalam kepada kaum muslimin, terutama kepada Shahabat Umar bin Khattab. Pada akhirnya, para penganut Majusi tersebut kembali merapatkan barisan. Dalam rangka membalas kekalahan yang pernah mereka alami. Muncullah komitmen bersama di antara mereka untuk kembali mendirikan Persia Raya.
Aksi pertama dimulai dengan terbunuhnya Khalifah Umar bin Khattab, oleh seorang Majusi bernama Abu Lu’lu. Kemudian atas nama pembelaan terhadap ahli bait, mereka mendirikan agama Syi’ah. Dengan harapan dapat menarik simpati masyarakat Islam kala itu. Lambat laun, umat Islam yang awam pun terpengauh oleh ajakan sesat itu.
Kini, agama Syi’ah benar-benar telah kembali menghidupkan simbol-simbol Majusi. Di negara Iran, mayoritas pengikut Khomeini secara terang-terangan mendambakan dan memuja-muja Abu Lu’lu Al-Majusi. Mereka menggelari Abu Lu’lu sebagai orang yang beriman, bertaqwa, shalih dan pemberani.
Pada bulan Maret di setiap tahunnya, rakyat Iran mengadakan perayaan hari raya Norooz (Pemujaan terhadap api). Bahkan Norooz sendiri telah ditetapkan sebagi hari raya di Iran. Al-Majlisi – ulama Syi’ah di dalam kitabnya “Biharul Anwar” – mengatakan bahwa hari itu adalah hari dimana keluarnya Imam Mahdi dari persembunyiannya.
Petinggi-petinggi Syi’ah Rafhidah saat ini mengakui bahwa mereka mempunyai akar-akar Majusi. Bahkan sekte Majusi yang mengklaim memeluk Islam ini, juga mempunyai akar-akar Yahudi yang kuat. Zoroastria Majusi yang merupakan hari raya Majusi menjadi bagian pokok bagi Syi’ah Rafhidah.
Saat fakta menunjukkan adanya keterkaitan antara Syi’ah dengan Majusi, mungkinkah ia dimasukkan ke dalam golongan kaum muslimin. Dan mungkinkah pengikut dari orang yang telah membunuh Khalifah Umar bin Khattab, memiliki tekad untuk membantu kaum muslimin dengan berkedok mendirikan negara Syi’ah. Atau justru kemunculannya menjadi ancaman serius bagi kaum Muslimin. Wallahu A’lam (Andri Tonang)