Khutbah Jum’at: Bertakwa Karena Merasa Diawasi
Oleh Ilyas Mursito (Staf Pengajar Ma’had Aly An-Nuur)
إنَّ الحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ ونَستَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِالله مِنْ شُرُورِ أنفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أعْمَالِنا مَنْ يَهْدِه الله فَلا مُضِلَّ لَهُ ومن يُضْلِلْ فَلا هَادِي لَهُ
أَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ وأشهدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه، اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى ألِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى ألِ إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى ألِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى ألِ إِبْرَاهِيْمَ ِفي اْلعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
فَيَا عِبَادَ الله اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِى بِتَقْوَاللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقٌوْنَ، فَقَالَ اللهُ تَعَالَى فِى القران الكريم، اعوذ بالله من الشيطان الرجيم، بسم الله الرحمن الرحيم يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
وَ قَالَ أَيْضًا يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا
Download PDF di sini.
Khutbah Pertama
Jama’ah shalat Jum’at yang berbahagia.
Segala puji bagi Allah ﷻ, Rabb semesta alam, yang dengan rahmat dan karunia-Nya kita dapat berkumpul di hari yang penuh berkah ini, dalam majelis khutbah Jumat yang penuh hikmah.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad ﷺ yang telah membawa rahmat bagi seluruh alam.
Tidak lupa khatib berwasiat kepada diri khatib pribadi, dan kepada jama’ah sekalian, untuk senantiasa bertakwa kepada Allah ﷻ.
Sebab hanya dengan iman dan takwalah yang menjadi bekal bagi kita, untuk masuk ke dalam surga dan selamat dari siksa api neraka.
Hadirin yang dirahmati Allah.
Takwa yang bermakna rasa takut, berarti mengindikasikan ada pihak lain yang patut untuk ditakuti. Dalam hal ini Allah ﷻ lah Dzat yang harus kita takuti siksa-Nya, kemurkaan-Nya, dan penolakannya terhadap amal yang kita lakukan. Sebab Allah ﷻ Maha Mengetahui, Maha Mengawasi, dan Maha teliti.
Orang Bertakwa Merasa Selalu Diawasi
Berangkat dari sabda Rasul yang berbunyi
اتَّقِ اللَّهَ حَيْثُمَا كُنْتَ
“Bertakwa lah kepada Allah di mana pun kamu berada.” (At-Tirmidzi, No: 1987)
Hal ini menandakan bahwa salah satu dari sifat yang harus terpatri dalam diri seorang mukmin, agar dirinya tetap dalam jalur ketakwaan adalah selalu merasa diawasi oleh Allah ﷻ.
Di mana pun, kapan pun, saat ramai maupun hening, saat sendirian atau bersama dengan yang lain. Sebab dengan rasa merasa diawasi seperti ini maka akan jauh dirinya dari keinginan untuk bermaksiat.
Allah ﷻ menegaskan dalam firman-Nya, bahwa kedekatan diri-Nya dengan hamba sangatlah dekat,
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” (QS. Qaf: 16)
Jama’ah shalat Jum’at rahimakumullah.
Dalam ayat tersebut Allah memberitahukan kepada kita bahwa kedekatannya dengan kita manusia lebih dekat dari urat leher kita sendiri.
Imam Al-Qurthubi rahimahullah menjelaskan bahwa ini adalah bentuk permisalan yang Allah ﷻ hadirkan, guna menunjukkan bahwa kedekatan Allah ﷻ dengan kita itu tidak terbatas oleh ruang dan waktu.
Allah ﷻ lebih mengetahui bisikan, godaan, kilasan pikiran kita melebihi diri kita sendiri. Bahkan, apa yang terjadi dalam urat nadi kita, Allah ﷻ lebih tahu, padahal hal tersebut terjadi dalam tubuh yang kita miliki dan kuasai.
Maka dalam ayat yang lain Allah ﷻ menegaskan pengawasannya kepada hamba-Nya,
وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
“Dan bertakwa lah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS. An-Nisa: 01)
Hadirin yang dirahmati Allah.
Memaknai Muraqabah
Lantas apa yang dimaksud dengan pengawasan atau muraqabah itu? Muraqabah berarti sadarnya hati akan kedekatan Rabbul Alamin. Imam Ahmad pernah bersyair,
“Jikalau dirimu berada dalam waktu kosong maka jangan katakan aku sendirian,
Namun katakan pada dirimu bahwa diriku ada yang mengawasi.
Jangan kau sangka bahwa Allah akan terlena meskipun sekejap
Jangan pula kau sangka bahwa ada sesuatu yang tersembunyi dari diri-Nya”
Persoalannya adalah terkadang orang tidak menyadari akan kedekatan Allah ﷻ kepada hamba-Nya. Hal itu dapat terjadi karena kurangnya ilmu dan ma’rifah dirinya kepada Allah ﷻ.
Hal ini menunjukkan bahwa Allah ﷻ itu tidak mungkin akan dikenal oleh seorang hamba kecuali dengan ilmu.
Artinya, kunci dari mengenal Allah ﷻ adalah dengan ilmu. Mempelajari ayat-ayat Al-Quran, memahami asma’ dan sifat Allah serta mentadabburi ayat-ayat Allah ﷻ lainnya yang terpampang di muka bumi, berupa ayat kauni.
Mengenal Allah harus dengan ilmu sebagaimana ditunjukkan dalam firman-Nya,
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
“Ilmuilah bahwasanya tidak ada Ilah kecuali Allah.” (QS. Muhammad: 19)
Jama’ah shalat Jum’at rahimakumullah.
Hadirnya rasa muraqabah ini akan memunculkan rasa malu pada diri pelakunya. Rasa malu yang disandarkan kepada Allah ﷻ.
Hal tersebut sebagaimana yang pernah terjadi pada diri sahabat Muadz yang diperintah oleh Rasulullah ﷺ untuk bertakwa.
Perintah tersebut mengarahkan beliau untuk selalu merasa diawasi oleh Allah ﷻ selayaknya diawasi oleh orang yang dikagumi dan dihormatinya.
Kedekatan seseorang kepada orang lain akan berbanding lurus dengan rasa malunya kepada orang tersebut.
Hal itu terjadi jika orang yang dimaksud adalah orang yang dihormati, beda halnya jika orang yang dekat itu adalah orang yang biasa saja atau bahkan dia remehkan.
Hal seperti ini sebagaimana dinasehatkan oleh Wuhaib bin Al-Warad,
خَفِ اللَّهَ عَلَى قَدْرِ قُدْرَتِهِ عَلَيْكَ، وَاسْتَحْيِ مِنْهُ عَلَى قَدْرِ قُرْبِهِ مِنْكَ
“Takutlah kepada Allah sekadar ke-Maha Kuasaan-Nya kepadamu, dan malulah pada-Nya sekadar dekatnya Dia kepadamu.” (Jamiul Ulum wal Hikam, 1/126)
Jika kita renungi perkataan Wuhaib tersebut, maka tentunya kita akan paham, bahwa seharusnya rasa takut dan rasa malu kita kepada Allah ﷻ itu haruslah maksimal.
Sebab ke-Maha Kuasaan Allah dan kedekatan-Nya pada diri kita tidak dapat dipungkiri.
Hadirin yang dirahmati Allah.
Kadar Malu dan Takwa
Sufyan Bin Uyainah pernah menuturkan bahwa rasa malu itu adalah secuil takwa yang sangat ringan kadarnya. Sebab seorang hamba itu tidak akan takut kecuali dia memiliki rasa malu.
Tidaklah seseorang dapat masuk ke dalam Jannah melainkan ada rasa malu pada dirinya. Selanjutnya untuk menakar dan melatih rasa malu kita kepada Allah ﷻ.
Maka coba perhatikan rasa malu diri kita saat bermaksiat sendirian. Apakah kemaksiatan yang kita akan merasa malu untuk melakukannya di hadapan orang banyak itu mudah dan enjoy untuk kita lakukan saat sendirian?
Jika demikian halnya, berarti rasa malu kita kepada Allah ﷻ masihlah sangat tipis, atau bahkan sudah tidak ada. Naudzubillahi min dzalik.
Maka akan sangat mengherankan jika masih ada diantara kita dengan mudahnya bermaksiat. Padahal kemaksiatan itu adalah sebentuk pengkhianatan kita kepada Allah ﷻ.
Sebab nikmat yang kita dapat dan gunakan itu adalah dari Allah ﷻ. Logika berpikir manapun pasti akan menganggapnya tabu dan tidak pantas. Kecuali logika setan yang menyesatkan.
Ada suatu contoh yang patut untuk kita tiru, kalaulah memang masih terasa sulit untuk menghadirkan rasa malu dan diawasi oleh Allah ﷻ, maka mari hadirkan dalam benak kita bahwa ilmu Allah ﷻ itu seribu langkah lebih cepat dari apa yang kita pikirkan dan perbuat.
Hal tersebut pernah dicontohkan oleh tokoh sufi yang masyhur yaitu Al-Junaid rahimahullah.
Beliau pernah ditanya tentang bagaimana bisa menjaga pandangan mata yang hampir setiap saat godaanya itu ada, maka beliau mengatakan, “Dengan ilmu dan keyakinanmu bahwa pandangan Allah ﷻ itu lebih cepat dan terdepan dari pada pandangan mata kita sendiri.” (Jamiul Ulum wal Hikam, 1/36)
Jama’ah shalat Jum’at rahimakumullah.
Dari khutbah kita kali ini, maka dapat kita simpulkan, bahwa sifat orang bertakwa yaitu selalu merasa diawasi Allah ﷻ akan tumbuh berkembang bilamana seorang muslim memiliki rasa malu kepada Allah ﷻ.
Rasa malu itu akan semakin tebal bilamana hamba tersebut memiliki ilmu yang benar, selalu dia upgrade, dan dia yakini kebenarannya.
Semoga Allah ﷻ memudahkan urusan kita dalam upaya untuk menjadi orang bertakwa lewat jalur rasa malu dan ilmu ini.
بارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْم
Khutbah Kedua
الحَمْدُ للهِ وَكَفَى وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا
أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى سيّدنا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن
فَيَا عِبَادَ الله اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِى بِتَقْوَاللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقٌوْنَ أَمَّا بَعْدُ
Hadirin yang berbahagia marilah kita akhiri khutbah pada siang kali ini dengan bersama-sama berdoa kepada Allah.
إِنَّ ٱللَّهَ وَمَلَٰٓئِكَتَهُۥ يُصَلُّونَ عَلَى ٱلنَّبِىِّ ۚيَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ صَلُّوا۟ عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا۟ تَسْلِيمًا
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى ألِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى ألِ إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ
وَعَلَى ألِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى ألِ إِبْرَاهِيْمَ ِفي اْلعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
اَّللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ وْالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْعَافِيَةَ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِى دِينِنَا وَدُنْيَانَا وَأَهْلِنَا وَمَالِنَا
اللَّهُمَّ اسْتُرْ عَوْرَاتِنَا وَآمِنْ رَوْعَاتِنَا اللَّهُمَّ احْفَظْنِا مِنْ بَيْنِ أيَدينَا وَمِنْ خَلْفِنَا وَعَنْ يَمِينِنَا وَعَنْ شِمَالِنَا وَمِنْ فَوْقِنَا وَنعُوذُ بِعَظَمَتِكَ أَنْ نُغْتَالَ مِنْ تَحْتِنَا
رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ اْلعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلَامٌ عَلَى اْلمُرْسَلِيْنَ وَاْلحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ