Khutbah Jum’at: Biarkan Rasa Syukur Mengubah Hidupmu
Oleh Ibnu Abdullah
إِنَّ الْحَمْدَ للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ،
أشْهَدُ أنْ لاَ إِلٰه إلاَّ اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ حَيْثُ قَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى، أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ. أَمَّا بَعْدُ
Download PDF di sini.
Jama’ah shalat Jum’at rahimakumullah.
Pada kesempatan yang mulia ini mari kita panjatkan puji beserta syukur kita ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang sampai hari ini masih memberikan kita kesehatan dan kesempatan untuk dapat menjalankan salah satu dari banyaknya kewajiban yang Allah bebankan kepada kita sebagai seorang hamba.
Semoga Allah selalu memudahkan kita untuk melaksanakan ketaatan kepada-Nya.
Shalawat dan salam tak lupa kita hadiahkan kepada junjungan alam Nabi Muhammad shalallahu ‘alahi wa sallam beserta keluarga, sahabat, dan siapa saja yang masih berpegang teguh dengan ajaran yang beliau bawa hingga hari kiamat kelak.
Tak lupa khatib wasiatkan kepada diri khatib pribadi dan para jama’ah semua untuk selalu meningkatkan iman dan takwa kita kepada Allah, karena sebaik-baik bekal untuk kita bawa menuju Allah adalah takwa.
Jama’ah shalat Jum’at rahimakumullah.
Al-Qur’an dalam banyak kesempatan bercerita tentang kisah Bani Israil yang terangkum dalam berbagai surat. Bani Israil adalah sekumpulan manusia yang paling banyak disebut dalam Al-Qur’an.
Termasuk ayat yang menceritakan tentang Bani Israil adalah surat Ibrahim ayat 6:
وَإِذْ قَالَ مُوسَى لِقَوْمِهِ اذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ أَنْجَاكُمْ مِنْ آلِ فِرْعَوْنَ يَسُومُونَكُمْ سُوءَ الْعَذَابِ وَيُذَبِّحُونَ أَبْنَاءَكُمْ وَيَسْتَحْيُونَ نِسَاءَكُمْ وَفِي ذَلِكُمْ بَلَاءٌ مِنْ رَبِّكُمْ عَظِيمٌ
“Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Ingatlah nikmat Allah atasmu ketika Dia menyelamatkan kamu dari (Fir’aun dan) pengikut-pengikutnya, mereka menyiksa kamu dengan siksa yang pedih, mereka menyembelih anak-anak laki-lakimu, membiarkan hidup anak-anak perempuanmu; dan pada yang demikian itu ada cobaan yang besar dari Tuhanmu”
Dalam Al-Qur’an, terkadang Allah memberikan sebuah pelajaran detail pada potongan kecil dari kisah yang sebenarnya panjang, sebagaimana ayat ini.
Kisah Sejarah Bani Israil sebenarnya terjadi dalam masa yang sangat panjang, ratusan hingga ribuan tahun. Tapi di sini kita akan mengambil sedikit pelajaran dari rentetan kecil kisah panjang Bani Israil itu.
Kisah ini terjadi ketika Bani Israil telah berhasil melarikan diri dari Mesir. Mereka sebelumnya mendapat penganiyaan terus menerus selama beberapa generasi sehingga dijuluki dengan “Kaum Budak”.
Mereka tinggal di suatu wilayah sebagai kelompok masyarakat yang dipandang rendah, dalam pengawasan penuh Fir’aun, dan balatentaranya.
Wilayah mereka terisolasi, akses terhadap dunia luar diputus. Kondisinya jika kita bayangkan hari ini kurang lebih seperti yang dialami oleh saudara-saudara Muslim kita di Uighur, China.
Para tentara Fir’aun mempekerjakan mereka semua, tak pandang bulu, laki-laki, perempuan, tua renta atau anak kecil. Seorang anak dengan mata kepalanya sendiri melihat orangtuanya dicambuk dan dipukul saat bekerja tanpa bisa berbuat apa-apa untuk menolong orangtuanya.
Mereka terkunci dan terkurung dalam kondisi ini selama beberapa generasi.
Jama’ah shalat Jum’at rahimakumullah.
Fir’aun sendiri selain dikenal dengan kekejamannya, dia juga seorang politisi yang cerdas, Fir’aun memahami benar kondisi yang ada.
Fir’aun sadar, meskipun Bani Israil dalam keadaan terisolasi, tapi populasi mereka terus bertambah. Mereka pasti memiliki anak laki-laki dan perempuan. Anak laki-laki tentu bisa mereka pekerjakan.
Namun suatu saat ketika telah besar nanti, ketika melihat saudara-perempuan dan orang tua mereka ditindas, mereka akan menjadi keras kepala dan kemungkinan besar akan melakukan pemberontakan dan revolusi.
Maka Fir’aun memutuskan untuk membunuh setiap bayi laki-laki yang lahir. Bisa kita bayangkan kondisi saat itu, berapa banyak ibu-ibu menangis, bapak-bapak berduka, bayangkan juga saat tentara-tentara Fir’aun datang dari rumah ke rumah untuk membantai bayi-bayi kecil.
Kehidupan seperti itu benar-benar dirasakan oleh Bani Israil. Singkat cerita, pada akhirnya Allah membukakan pintu keluar untuk mereka melalui Nabi Musa.
Dengan tongkatnya, Allah memberi mukjizat kepada Nabi Musa untuk membelah Laut Merah yang selanjutnya menjadi jalan mereka untuk lari dari kejaran Fir’aun dan bala tentaranya. Kejadian itu pula yang menjadi sebab kematian Fir’aun beserta seluruh bala tentara yang menyertai.
Bani Israil, setelah selamat dari kejaran Fir’aun mereka dihinggapi rasa kebingungan, akan ke mana selanjutnya? Sebuah pertanyaan besar yang menggelayuti pikiran mereka.
Sejumlah populasi manusia yang terdiri dari laki-laki, perempuan, dan anak-anak mereka meninggalkan rumah tanpa membawa bekal yang cukup, berada di gurun sahara yang panas tanpa ada naungan di sekitarnya.
Mereka berpikir, kita memang tidak terbunuh oleh pedang dan tombak Fir’aun, tidak tenggelam di lautan, tapi mungkin kita akan mati kelaparan di tengah gurun pasir.
Mereka semua gelisah dan orang yang menjadi pemimpin mereka adalah Nabi Musa. Di tengah kebingungan itu, mereka kepada Nabi Musa “Apa yang harus kami lakukan sekarang?”
Maka, Nabi Musa berkhutbah di hadapan mereka
اذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ أَنْجَاكُمْ مِنْ آلِ فِرْعَوْنَ
“Ingatlah nikmat Allah atasmu ketika Dia menyelamatkan kamu dari (Fir’aun dan) pengikut-pengikutnya …” (Ibrahim:6).
Jama’ah shalat Jum’at rahimakumullah.
Namun, kata nikmat yang ada dalam pikiran Bani Israil adalah segala bentuk kemewahan dan kesenangan semata. Mereka protes, “Nikmat mana yang Anda maksud wahai Musa?”
Nabi Musa pun menjawab
إِذْ أَنْجَاكُمْ مِنْ آلِ فِرْعَوْنَ يَسُومُونَكُمْ سُوءَ الْعَذَابِ وَيُذَبِّحُونَ أَبْنَاءَكُمْ وَيَسْتَحْيُونَ نِسَاءَكُمْ
“ … ketika Dia menyelamatkan kamu dari (Fir’aun dan) pengikut-pengikutnya, mereka menyiksa kamu dengan siksa yang pedih, mereka menyembelih anak-anak laki-lakimu, membiarkan hidup anak-anak perempuanmu …. “
Fir’aun telah menghinakanmu dengan penghinaan yang terburuk, membantai, menyiksa, dan mempersekusi keluargamu. Sekarang kamu telah bebas dari itu semua dan itulah nikmat yang dimaksud.
Sekilas memang tampak membingungkan, di saat seperti itu Nabi Musa juga mengajak mereka untuk flash back mengingat yang telah terjadi. Semua fakta dan kekejian sebelumnya lebih terdengar sebagai sesuatu yang buruk, daripada nikmat.
Begitulah manusia, seringnya ketika terguncang oleh permasalahan yang besar, yang tampak adalah masalah yang sedang dihadapinya itu, tidak dapat melihat kebaikan dalam situasi tersebut.
Itulah yang dirasakan Bani Israil saat itu. Dari mana kami bisa makan? Di mana kami akan tinggal? Bagaimana kami harus menghidupi anak-anak kami nantinya?
Pertanyaan-pertanyaan seperti itu, terus menggelayut dalam benak mereka.
Padahal, seburuk apapun kondisinya saat itu, ada situasi sebelumnya yang lebih buruk. Itulah yang disampaikan oleh Nabi Musa.
Hal ini menjadi pelajaran bagi kita bahwa cara untuk bersyukur kepada Allah adalah dengan mengingat hal-hal buruk yang telah terjadi, agar mampu mensyukuri apa yang saat ini dihadapi.
Tapi, bukankah dalam kondisi seperti itu seharusnya isi khutbah Nabi Musa berisi nasihat tentang kesabaran, bukan masalah syukur. Kenapa hal itu dilakukan Nabi Musa?
Kita akan mendapat jawaban ketika memperhatikan kelanjutannya,
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.” (QS. Ibrahim: 7)
Maknanya jika kita kaitkan dengan ayat sebelumnya, ketika kita mampu menunjukkan rasa syukur dalam kondisi paling sulit yang kita hadapi, maka Allah akan menambah nikmat yang kita syukuri tersebut.
Pada saat-saat sulit umumnya manusia akan berpikir, saya hanya manusia, apa yang bisa saya lakukan? Lalu skenario demi skenario muncul di kepala, tapi biasanya itu tentang dampak negatif yang dikhawatirkan akan terjadi.
Jama’ah shalat Jum’at rahimakumullah.
Apa pelajaran yang bisa kita ambil?
Di saat kekalutan melanda karena kesulitan demi kesulitan datang bertubi-tubi, seseorang harus menenangkan pikiran dan hatinya lalu berfokus pada apa yang dimiliki dan harus disyukuri.
Kita harus berhenti memikirkan masalah itu, berhenti memikirkan situasi dan bayangan buruk yang kita khawatirkan terjadi.
Situasi sulit yang dimaksud adalah situasi ketika kemampuan manusia tidak lagi bisa diandalkan, bahkan tidak tahu lagi apa yang harus dia lakukan.
Makna syakartum sendiri merupakan bagian dari mental, emosi, dan bentuk latihan spiritual untuk menemukan sesuatu dalam diri untuk disyukuri.
Teori selalu indah, tapi kenyataan acapkali sebaliknya. Benar, pernyataan ini sangat benar, tapi perlu kita ingat bahwa kita hanya ada dua pilihan, bersyukur atau mengeluh.
Ketika kita bersyukur, pikiran-pikiran jernih dan positif perlahan-lahan muncul.
Lebih dari itu Allah akan menambah nikmat yang kita syukuri. Sebaliknya, ketika kita memilih untuk mengeluh itu tidak masalah, semua kembali kepada kita, tidak mengurangi apa pun dari Allah, Allah hanya ingin yang terbaik untuk kita, itu saja.
Perhatikan ayat selanjutnya
وَقَالَ مُوسَى إِنْ تَكْفُرُوا أَنْتُمْ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا فَإِنَّ اللَّهَ لَغَنِيٌّ حَمِيدٌ
“Dan Musa berkata: “Jika kamu dan orang-orang yang ada di muka bumi semuanya mengingkari (nikmat Allah) maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (QS. Ibrahim: 8)
Maknanya, wahai Bani Israil, kalau kalian dan seluruh manusia tetap ingkar atau mengeluh, tak ada pengaruh apa pun terhadap keagungan Allah Ta’ala.
Semoga Allah menjauhkan kita dari sifat Bani Israil yang kufur terhadap nikmat Allah dan menggolongkan kita ke dalam golongan hamba-Nya yang bersyukur.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هذا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah Kedua
إِنَّ الْحَمْدَ للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أشْهَدُ أنْ لاَ إِلٰه إلاَّ اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ حَيْثُ قَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى، أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدّعَوَاتِ
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدِيْنَا وَارْحَمْهُمْ كَمَا رَبَّوْنَا صِغَارًا
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي القُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالمُنْكَرِ وَالبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
وَاذْكُرُوْا اللهَ الْعَظِيْمَ الْجَلِيْلَ يَذْكُرْكُمْ، وَأَقِمِ الصَّلَاة