Khutbah Jum’at: Menghapus Dosa Dengan Shalat
Oleh Tim Ulin Nuha Ma’had Aly An-Nuur
إِنَّ الْحَمْدَ للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أشْهَدُ أنْ لاَ إِلٰه إلاَّ اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ حَيْثُ قَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى، أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ:يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
وَقَالَ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ. أَمَّا بَعْد
Download PDF di sini.
Khutbah Pertama
Puji syukur kehadirat Allah ﷻ yang telah memberikan banyak kenikmatan kepada kita, yang mana kenikmatan tersebut melebihi ujian-Nya. Karena sejatinya, kenikmatan yang datang dari Allah ﷻ ibarat samudra tak bertepi sedangkan ujian-Nya hanyalah seujung kuku yang mampir dalam teras kehidupan kita.
Oleh sebab itu, mari bersama-sama mensyukuri kenikmatan yang Allah ﷻ berikan kepada kita.
Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada junjungan kita, contoh dan suri tauladan dalam seluruh dimensi kehidupan, yakini Nabi Muhammad ﷺ, beserta keluarga, sahabat, dan siapa saja yang masih istiqamah berjalan diatas ajaran yang beliau ajarkan hingga hari kiamat kelak.
Tak lupa khatib wasiatkan kepada diri khatib pribadi dan jamaah sekalian, marilah kita tingkatkan kualitas iman dan takwa kita, karena iman dan taqwa adalah sebaik-baik bekal untuk menuju kehidupan di akhirat kelak.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah.
Shalat Sebagai Penghapus Dosa
Shalat adalah ibadah wajib (mahdhah) yang berfungsi sebagai tiang agama sekaligus memiliki banyak keutamaan. Uniknya, perintah shalat diterima langsung oleh Rasulullah ﷺ tanpa perantara Malaikat Jibril, berbeda dengan perintah-perintah Allah ﷻ yang lain.
Untuk memberikan perintah shalat, Allah ﷻ memperjalankan hamba-Nya, Muhammad ﷺ, dari Masjid Al-Haram (Makkah) menuju Masjid Al-Aqsha di Baitul Maqdis (Palestina). Kemudian, Allah ﷻ menaikkan Rasulullah ﷺ ke Sidratul Muntaha untuk menerima perintah shalat lima waktu.
Bagi seorang mukmin, shalat adalah wujud dzikir atau pengingat kepada Allah ﷻ. Kendati seseorang kerap melantunkan dzikir setiap hari, meninggalkan kewajiban menegakkan shalat seakan-akan ia dengan sengaja mengabaikan kewajiban resmi dalam mengingat Allah ﷻ, sebagaimana yang telah diperintahkan dan ditunjukkan oleh Nabi Muhammad ﷺ.
Shalat adalah bukti konkret dari ketaatan dan kesetiaan seorang hamba kepada Rabbnya. Shalat lima waktu menjadi penanda bahwa hubungan seorang hamba tetap terjaga dengan Penciptanya. Lebih daripada itu, ternyata shalat merupakan sarana bagi seorang hamba untuk membersihkan diri dari dosa. Rasulullah ﷺ bersabda,
ما مِنْ امْرِئٍ مُسْلِمٍ تَحْضُرُهُ صَلَاةٌ مَكْتُوبَةٌ فَيُحْسِنُ وُضُوءَهَا وَخُشُوعَهَا وَرُكُوعَهَا إِلَّا كَانَتْ كَفَّارَةً لِمَا قَبْلَهَا مِنْ الذُّنُوبِ مَا لَمْ يُؤْتِ كَبِيرَةً وَذَلِكَ الدَّهْرَ كُلَّهُ
“Tidak seorangpun yang apabila tiba waktu shشlat fardhu lalu ia membaguskan wudhunya, khusyuknya, dan rukuknya, melainkan shalatnya menjadi penebus dosa-dosa yang telah lampau, selagi ia tidak mengerjakan dosa yang besar. Demikian itu berlaku untuk seterusnya.” (HR. Muslim II/13)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,
أَرَأَيْتُمْ لَوْ أَنَّ نَهَرًا بِبَابِ أَحَدِكُمْ ، يَغْتَسِلُ فِيهِ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسًا ، مَا تَقُولُ ذَلِكَ يُبْقِى مِنْ دَرَنِهِ . قَالُوا: لاَ يُبْقِى مِنْ دَرَنِهِ شَيْئًا . قَالَ : فَذَلِكَ مِثْلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ ، يَمْحُو اللَّهُ بِهَا الْخَطَايَا
“Tahukah kalian, seandainya ada sebuah sungai di dekat pintu salah seorang di antara kalian, lalu ia mandi dari air sungai itu setiap hari lima kali, apakah akan tersisa kotorannya walau sedikit?” Para sahabat menjawab, “Tidak akan tersisa sedikitpun kotorannya.” Beliau bersabda, “Maka begitulah perumpamaan shalat lima waktu, dengannya Allah menghapuskan dosa.” (HR. Bukhari no. 528 dan Muslim no. 667)
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah.
Para ulama menjelaskan bahwa dosa-dosa kecil bisa terhapus dengan amal ketaatan, di antaranya adalah shalat wajib. Antara shalat Shubuh dan Dhuhur, Ashar dan Maghrib, Maghrib dan Isya, Isya dan Shubuh, di dalamnya terdapat pengampunan dosa (yaitu dosa kecil) dengan sebab melaksanakan shalat lima waktu.
Seperti diriwayatkan dari Abu Hurairah, Rasulullah ﷺ bersabda,
الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمُعَةُ إِلَى الْجُمُعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ
“Di antara shalat yang lima waktu, di antara Jumat yang satu dan Jumat lainnya, di antara Ramadhan yang satu dan Ramadhan lainnya, itu akan menghapus dosa di antara keduanya selama seseorang menjauhi dosa-dosa besar.” (HR. Muslim no. 233)
Dalam kitab Bahjatun Nazhirin, jilid II halaman 234, Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali menyatakan, “Shalat yang mampu menghapus dosa adalah yang dilakukan dengan penuh khusyu’—hati yang khidmat dan anggota tubuh yang tunduk—serta didasari harapan akan keridhaan Allah.
Namun, perlu dicatat bahwa dosa-dosa kecil ini bisa terhapus dengan amalan wajib asalkan seseorang menjauhi dosa-dosa besar. Pendapat inilah yang dianut mayoritas ulama salaf.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Ibnu Rajab Al-Hambali dalam kitabnya, Jami’ul Ulum wal Hikam, bahwa menjauhi dosa besar menjadi syarat agar dosa kecil bisa dihapus melalui amalan-amalan wajib.
Jika seseorang tidak menjauhi dosa besar, dosa kecilnya tidak akan terhapus hanya dengan melaksanakan amalan wajib. Sementara itu, Ibnu Taimiyah rahimahullah berpandangan bahwa tidak hanya dosa kecil, bahkan dosa besar pun dapat dimaafkan. (Majmu’ Al-Fatawa, Ibnu Taimiyah, 7: 487-501)
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah.
Dalam kitab Jami’ul Ulum wal Hikam halaman 205, disebutkan bahwa para salaf, termasuk Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, menekankan keutamaan shalat sebagai penghapus dosa. Ibnu Mas’ud mengatakan, “Shalat lima waktu mampu menghapus setiap dosa di antara waktu-waktu tersebut, selama seseorang menjauhi dosa besar.”
Selain itu, Salman Al-Farisi radhiyallahu ‘anhu juga menegaskan pentingnya shalat lima waktu dengan menyatakan, “Jagalah shalat lima waktu karena shalat tersebut dapat menghapus dosa-dosa yang dilakukan oleh tubuh kita, selama seseorang tidak melakukan dosa seperti pembunuhan.”
Pernyataan dari para sahabat ini menegaskan bahwa shalat memiliki keunggulan luar biasa dalam menghapus dosa-dosa, dengan syarat menjauhi dosa-dosa besar sebagai bagian dari kepatuhan terhadap perintah Allah ﷻ.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah.
Shalat, Ibadah yang Banyak Dilalaikan
Namun patut disayangkan, meski shalat dapat menghapus dosa, masih banyak kaum muslimin yang mengabaikan kewajiban menunaikan shalat. Dalam Al-Qur’an, disebutkan bahwa orang yang lalai dalam menunaikan shalatnya dikategorikan sebagai orang yang celaka.
Meskipun mereka melaksanakan shalat, namun mereka menunda-nunda waktu shalat dan mengabaikan kewajiban tersebut, sehingga terkesan meremehkan perintah Allah ﷻ. Allah ﷻ mengingatkan dalam firman-Nya:
فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ
”Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya.” (QS. Al-Ma’un: 4-5)
Beberapa ulama tafsir menjelaskan bahwa mereka yang dimaksud adalah orang-orang yang mengabaikan waktu shalat dan menunda-nunda kewajiban tersebut hingga keluar dari waktu yang telah ditentukan.
Dalam riwayat dari Sa’id bin Abi Waqqas, ia bertanya kepada ayahnya mengenai makna “orang-orang yang lalai dari shalatnya“. Ayahnya menjawab bahwa hal itu bukanlah sekadar lupa atau merenungkan hal lain saat shalat, melainkan menyia-nyiakan waktu shalat, yakni lalai hingga waktu shalat terlewat.
Selain itu, ada penafsiran lain yang menyatakan bahwa mereka adalah orang-orang munafik yang meninggalkan shalat secara sembunyi-sembunyi namun menampakkan keislaman mereka secara terang-terangan.
Ayat tersebut menegaskan bahwa mengabaikan kewajiban shalat dengan menunda-nunda atau meninggalkannya tanpa alasan yang dibenarkan adalah perilaku yang sangat dikecam oleh Allah ﷻ. Ini menunjukkan pentingnya menjaga kualitas dan waktu shalat sebagai bentuk ketaatan kepada Allah ﷻ.
Imam Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan bahwa orang-orang yang disebut sebagai “orang-orang yang lalai dari shalatnya” adalah mereka yang cenderung atau terbiasa meninggalkan shalat hingga hampir berakhirnya waktu shalat, atau mereka yang tidak melaksanakan shalat dengan sempurna sesuai dengan rukun-rukunnya dan syarat-syaratnya.
Mereka tidak menjalankan shalat sebagaimana yang telah diperintahkan dalam ajaran Islam, tidak memiliki kekhusyukan dalam melaksanakan shalat dan tidak pula merenungkan makna yang terkandung di dalamnya.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah.
Imam Ibnu Katsir rahimahullah memperluas pemahaman bahwa kelalaian terhadap shalat tidak hanya sebatas menunda-nunda waktu, namun juga melibatkan ketidaksempurnaan dalam pelaksanaan shalat baik dari aspek formal maupun spiritual.
Ini menunjukkan bahwa kualitas shalat, baik dari segi tata cara maupun hati yang khusyuk, merupakan hal yang sangat penting dalam menjalankan ibadah secara benar dan bermakna dalam agama Islam.
Di antara alasan utama seseorang melalaikan shalat lima waktu adalah adanya penyakit dalam hati, kurang semangat dalam beribadah, berpaling dari Allah ﷻ, dan lebih mengutamakan keinginan hawa nafsu daripada perintah Allah ﷻ.
Kemalasan dalam beribadah, terutama menunaikan shalat lima waktu, menunjukkan rendahnya ketaatan seorang Muslim kepada Rabbnya. Bahkan, sahabat Abdullah Ibnu Mas’ud radhiyallahu ’anhu pernah menyatakan bahwa pada masa para sahabat hidup bersama Nabi ﷺ, jika ada seorang Muslim yang tidak shalat berjama’ah di masjid, hal itu menandakan sifat munafik.
Pasalnya, salah satu tanda seseorang munafik adalah enggan menegakkan shalat.
إنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَىٰ يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.” (QS. An Nisa’: 142)
Berkenaan dengan ayat ini, Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata,
وَلَقَدْ رَأَيْتُنَا وَمَا يَتَخَلَّفُ عَنْهَا إِلاَّ مُنَافِقٌ مَعْلُومُ النِّفَاقِ وَلَقَدْ كَانَ الرَّجُلُ يُؤْتَى بِهِ يُهَادَى بَيْنَ الرَّجُلَيْنِ حَتَّى يُقَامَ فِى الصَّفِّ
“Aku telah melihat bahwa orang yang meninggalkan shalat jama’ah hanyalah orang munafik, di mana ia adalah munafik tulen. Karena bahayanya meninggalkan shalat jama’ah sedemikian adanya, ada seseorang sampai didatangkan dengan berpegangan pada dua orang sampai ia bisa masuk dalam shaf.” (HR. Muslim no. 654)
Sahabat ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma menyatakan,
كُنَّا إِذَا فَقَدْنَا الإِنْسَانَ فِي صَلاَةِ العِشَاءِ الآخِرَةِ وَالصُّبْحِ أَسَأْنَا بِهِ الظَّنَّ
“Jika kami tidak melihat seseorang dalam shalat Isya dan shalat Shubuh, maka kami mudah untuk suudzan (berprasangka jelek) padanya.”
Ibrahim An-Nakha’i rahimahullah mengatakan,
كَفَى عَلَماً عَلَى النِّفَاقِ أَنْ يَكُوْنَ الرَّجُلُ جَارَ المسْجِد ، لاَ يُرَى فِيْهِ
“Cukup disebut seseorang memiliki tanda munafik jika ia adalah tetangga masjid namun tak pernah terlihat di masjid.”
Semoga Allah mengampuni setiap dosa-dosa kita, memberikan taufik untuk menjadi lebih baik dengan bertaubat dan mudah menjalankan ketaatan kepada-Nya. Wallahul musta’an.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah Kedua
اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدِ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ أَمَّا بَعْدُ
فياأيها الناس اتقوالله… قَالَ اللهُ تَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ، أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
وَمَنْ يَتَّقِ اللّٰهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah.
Pada khutbah yang kedua ini, khatib kembali mengajak diri khatib pribadi dan jamaah sekalian untuk senantiasa meningkatkan iman dan takwa kepada Allah ﷻ dengan segenap daya dan upaya.
Marilah pada kesempatan ini kita berdoa kepada Allah ﷻ, memohon ampunan atas segala dosa dan menjadikan kita termasuk orang-orang yang tidak melalaikan shalat.
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ
اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ مِنَ الْخَيْرِ كُلِّهِ مَا عَلِمْنَا مِنْهُ وَمَا لَمْ نَعْلَمْ، وَنَعُوْذُ بِكَ مِنَ الشَّرِّ كُلِّهِ مَا عَلِمْنَا مِنْهُ وَمَا لَمْ نَعْلَمْ
اَللَّهُمَّ أَعْتِقْ رِقَابَنَا مِنَ النَّارِ وَأَوْسِعْ لَنَا مِنَ الرِّزْقِ فِي الْحَلاَلِ، وَاصْرِفْ عَنَّا فَسَقَةَ الْجِنِّ وَاْلإِنْسِ يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ يَا ذَا الْجَلاَلِ وَاْلإِكْرَامِ
اَللَّهُمَ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْمُسْلِمِيْنَ وَأَرْخِصْ أَسْعَارَهُمْ وَآمِنْهُمْ فِيْ أَوْطَانِهِمْ
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ
وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ