Kesempurnaan hamba hanya dapat dicapai dengan ilmu yang bermanfaat dan amal shalih. Allah bersumpah dalam surat al-‘Ashr bahwa setiap orang merugi, kecuali yang mampu menyempurnakan kekuatan ilmiahnya dengan iman dan kekuatan amaliahnya dengan amal shalih serta menyempurnakan kekuatan selainnya dengan nasihat kebenaran dan kesabaran. Sebab, Iman dan amal akan berkembang jika diiringi dengan sabar dan nasihat.
Maka, selayaknya bagi manusia untuk meluangkan waktunya demi membebaskan dirinya dari kerugian. Yaitu dengan memahami Al-Qur’an dan mengeluarkan kandungannya, karena hanya inilah yang bisa mencukupi kemaslahatan hamba di dunia dan akhirat. Rasulullah ﷺ pernah bersabda, “Sebaik-baik kamu adalah orang yang mempelajari al-Qur`an dan mengajarkannya.” (Hr. Al-Bukhari)
Al-Fatihah Induk Al-Qur’an
Allah membuka Al-Qur’an dengan surat al-Fatihah. Dalam surat ini terkumpul semua apa yang menjadi tujuan dalam Al-Quran. Sebab itu, surat al-Fatihah disebut juga Ummul Qur’an dan Ummul Kitab.
Al-Hasan bin Abil Hasan al-Bahsri mengatakan bahwa Allah swt mencantumkan ilmu-ilmu yang terkandung dalam kitab-kitab terdahulu dalam Al-Qur’an. Ilmu dalam Al-Qur’an tersimpan dalam surat-surat pendek dan ilmu dalam surat-surat pendek itu terdapat dalam surat Al-Fatihah. Orang yang mampu mengetahui tafsir Al-Fatihah dengan sempurna, berarti ia sama dengan orang yang memahami tafsir kitab-kitab yang telah diturunkan oleh Allah ﷻ.
Ketika menjelaskan kandungan ilmu-ilmu dalam Al-Quran, Mahmud bin Umar bin Muhammad Az-Zamakhsyari, dalam Al-Kasyaf mengatakan bahwa ayat-ayat Al-Quran mengandung puja dan puji kepada Allah, menjelaskan ibadah, kewajiban dan larangan, janji pahala dan ancaman neraka, dan surat al-Fatihah mengandung itu semua.
Menurut Imam al-Ghazali, tujuan-tujuan Al-Quran ada enam, tiga adalah yang terpenting dan tiga yang lain bersifat penyempurna. Keenam tujuan tersebut terdapat dalam Al-Fatihah, yaitu ; Pertama; Penjelasan tentang Allah sebagai satu-satunya Rabb yang pantas disembah (al-Fatihah : 1-4). Kedua; Al-Quran mengandung penjelasan tentang shirat al-Mustaqim (al-Fatihah : 6). Ketiga; Al-Quran memberikan informasi tentang kondisi ketika kembali kepada Allah, yakni hari akhirat (al-Fatihah : 4). Al-Fatihah memberikan isyarat tentangnya dalam ayat empat. Keempat; Al-Quran menginformasikan bagaimana keadaan orang-orang yang berbuat ta’at (al-Ladzina an’amta ‘alaihim). Kelima; Al-Quran menjelaskan tentang bagaimana keadaan orang-orang yang kafir (al-Maghdhubi ‘alaihim” dan “adh-dhallin). Keenam; Al-Quran menjelaskan bagaimana cara beribadah (al-Fatihah : 5). (As-Suyuthi, Asrar Tartib Al-Qur’an).
Tangga Hamba Menuju Rabbnya
Sebagian ulama mengatakan bahwa surat Al-Fatihah adalah rahasia Al-Quran, dan rahasia Al-Fatihah terletak pada ayat Iyyakana’budu wa iyya kanasta’in. Kalimat “Hanya kepada-Mu kami beribadah” merupakan pernyataan lepas dari kemusyrikan. Sedangkan kalimat, “Hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan” merupakan sikap berlepas diri dari upaya dan kekuatan selain Allah, kemudian berserah diri hanya kepada-Nya.
Pada ayat ini terdapat perubahan bentuk dari ghaib (orang ketiga) kepada mukhathab (orang kedua) yang ditandai dengan huruf kaf pada kata iyyaka. Ini memang selaras karena ketika seorang hamba memuji kepada Allah, maka seolah-olah ia merasa dekat dan hadir di hadapan-Nya. Iyya kana’budu didahulukan dari wa iyya kanasta’in, karena ibadah kepada-Nya merupakan tujuan, sedangkan permohonan pertolongan merupakan wasilah (sarana) untuk beribadah. (Lubabut Tafsir Min Ibnu Katsir)
Al-Fatihah ayat satu sampai empat mengajarkan seorang hamba untuk menghadap kepada-Nya dengan ber-tawassul dengan Asma wa Sifat-Nya yang mulia. Sedang ayat yang kelima ini mengajarkan untuk ber-tawassul dengan ibadah hanya kepada Rabbnya. Dengan kedua tawasssul ini hampir do’a seorang hamba tidak mungkin ditolak.
Ayat ini terbagi dua, untuk Allah yaitu kewajiban hamba kepada-Nya berupa ibadah, dan untuk hamba-Nya yaitu hak seorang hamba dari-Nya berupa pengabulan do’a. Sehingga ayat ini mengandung dua persoalan pokok, persoalan ibadah dan do’a. Dan seluruh persoalan agama tersimpul dalam kedua persoalan pokok ini. Inilah tangga seorang hamba untuk menuju Allah Rabb yang menciptanya. Wallahu ‘alam.
[Herman Budi Zamroni/Majalah An-Nuur vo.57]