Kalimat teragung yang amat vital pada diri setiap muslim ada pada kalimat ‘Laa ilaaha illallah’, dimana semua amal pun bergantung pada benarnya syahadat yang dia ucapkan, serendah dan sekecil apapun amalan yang di kerjakan oleh seorang muslim menjadi bernilai di sisi Allah lantaran sahnya syahadat yang dia ucap, begitu pula sebaliknya. Sehingga karena begitu urgennya masalah ini sehingga Rosul menjanjikan Jannah bagi hamba yang sanggup mengucap kalimat syahadat ini sebelum meninggalkan dunia ini, hal itu bisa terealisasi lantaran demikian lah Potret kehidupannya.
Bahkan bila kalimat ini di letakkan dalam satu daun timbangan, sedang dunia dan langit yang tujuh beserta penghuninya berada dalam daun timbangan yang lain, niscaya kalimat
Itu lebih berat timbangannya. Berikut dalilnya,
وعن أبي سعيد الخدري رضي الله عنه عن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: ( قال موسى عليه السلام :
يا رب ! علمني شيئا أذكرك وأدعوك به. قال : قل يا موسى لا إله إلا الله. قال : يا رب كل عبادك يقولون هذا ؟ قال
: يا موسى ! لو أن السما وات السبع وعامرهن غيري والأرضين السبع في كفة و لا إله إلا الله في كفة مالت بهن
لا إله إلا الله ) رواه إبن حبان والحاكم وصححه.
Dari Abu said al hudhri Rodhiyallohu ‘anhu dari Rosululloh Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, ” Musa ‘alaihis salam pernah berkata, ” wahai Robb ku, ajarkanlah kepadaku sesuatu yang dengannya aku berdzikir dan berdo’a kepada Mu. Allah berfirman, “wahai Musa ucapkanlah لا إله إلاالله, Musa berkata lagi, ” wahai Robb ku, semua hambamu bisa mengucapkannya ? Allah berfirman, ” wahai Musa kalaulah seandainya langit yang tujuh beserta penghuninya selain Aku dan bumi yang tujuh dalam satu daun timabangan sedangkan kalimat لا إله إلا الله dalam daun timbangan yang lain, niscaya kalimat لا إله إلا الله lebih berat. ( HR Ibnu Hibban dan Al Hakim ) Setiap rumah pasti mempunyai pintu, setiap pintu pasti memiliki kunci dan Kunci itu tidak pula akan bisa membuka kecuali dengan adanya gigi-gigi pada kunci tersebut. Rumah itu adalah Jannah, kuncinya adalah Islam dan gigi-gigi kunci itu ada pada kalimat ‘Laa ilaha illallah’.
Namun perlu kita sadari bahwa ternyata kalimat ‘Laa ilaha illallah’ memiliki syarat-syarat yang musti ada, hilang salah satu mengakibatkan kalimat ini tidak bermanfaat. Ibarat Sholat –misalkan- tidak akan diterima kecuali harus memenuhi semua syarat-syaratnya.
Nash-nash syar’iy telah menunjukkan bahwa kalimat ‘Laa ilaha illallah’ memiliki tujuh Syarat, berikut ringkasnya:
Syarat pertama : Al ‘ilmu (mengetahui )
yaitu mengetahui ma’na yang terkandung dalam lafadz ‘Laa ilaha illallah’, sehingga dia kan mengesakan Allah dan mengetahui bahwa tiada yang berhak di sembah kecuali hanya Dia semata. Karenanya siapa yang mengucap ‘Laa ilaha illallah’ tapi tidak mengetahui ma’na yang terkandung dalam kalimat ini maka hal itu tidaklah bermanfaat. Hal ini berdasarkan firman Allah dalam surat Muhammad ayat 19 yang berma’na, ” Dan ketahuilah bahwa tiada ilah yang berhak di ibadahi kecuali Allah.”
Termasuk ma’na ilmu yang di maksud adalah ilmu yang bisa menambah iman dan keyakinan, menggerakkan tuk beramal supaya kalimat Allah itu tegak, memotivasi tuk berwala’ dan berbaro’ karena-Nya dan bisa mengantarkan kepada pemahaman yang hakiki tetang tuntutan kalimat ‘Laa ilaha illallah’ ini.
Syarat ini menjadi begitu urgen karena ilmu didahulukan ketimbang amal, karenanya kalau seseorang tidak mengetahui ma’na yang terkandung dalam kalimat ini, kerusakan dan kerusakanlah yang -boleh jadi- mengikis amal kebaikannya sendiri. Dan ilmu adalah kewajiban yang pertama sebelum yang lain. Lihatlah bagaimana orang-orang nashroni yang dikategorikan oleh Allah sebagai umat sesat lantaran mereka beramal tanpa didasari dengan ilmu, akibatnya mereka tidak mendapatkan hasil dan balasan dari amalnya selain kecapekan dan keletihan.
Syarat kedua : Al yakin (yakin)
yaitu mengimani dengan penuh keyakinan, tidak ragu dan tidak pula bersandar pada sangkaan dan yakin bahwa Allah itu esa dalam kekhususan yang memang hak mutlak milik-Nya, dalam hal uluhiyah, rububiyah, dan hanya Dia lah yang berhak di ibadahi.
Orang yang ragu terhadap tauhid, pasti ragu terhadap Dzat Allah yang mencipta mereka dengan sebaik-baik penciptaan, mereka tidak meragukan wujud Allah tetapi dia meragukan Tauhidullah –keesaan Allah-, sehingga diapun ragu kalau hanya Allah lah yang berhak di ibadahi. Kalau dia ragu, maka kemungkinan besar dia akan terjerumus dalam kubang kesyirikan.
Dalil yang menjelaskan tentang hal ini, sabda Nabi Muhammad yang berarti,”Siapa saja yang engkau temui berada di balik dinding ini, bersyahadat لا إله إلا الله sedang hatinya penuh dengan keyakinan terhadap kalimat tersebut maka berilah kabar gembira dengan Jannah” ( dalam Ash shohih ), maka siapa yang tidak yakin alias ragu maka dia tidak berhak mendapat jaminan masuk jannah. Duhai malangnya…
Syarat ke tiga : Al qobul (menerima)
Yaitu menerima dengan lapang dada dengan hati dan lisannya terhadap ma’na yang terkandung dalam kalimat ‘Laa ilaha illallah’ dan mengimani bahwa Allah itu haq.
Tentang syarat ini, Allah berfirman,” sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka, لا إله إلا الله mereka menyombongkan diri.”(QS. Ash Shoffat:35). maksudnya, siapa yang mengucap ‘Laa ilaha illallah’ tapi tidak menerima sebagian ma’na yang terkandung di dalamnya, baik karena sombong, hasad ataupun selainnya maka dia tidak akan mendapat manfaat.
Termasuk tidak menerima adalah tidak mengakui kebathilan dien orang-orang musyrik baik itu penyembah berhala, patung, kuburan, sesembahan orang-orang yahudi, nashroni maupun selain mereka yang menyembah selain Allah.
Syarat ke empat : Al inqiyad (patuh)
Berma’na mematuhi dan mengaplikasikan ma’na yang terkandung dalam tindak amal nyata yaitu menunaikan hak-hak Allah. Kalaulah tidak demikian, niscaya orang kafir quraisy akan membenarkan da’wah Nabi Muhammad, mereka akan mengucapkan ‘Laa ilaha illallah’ asalkan mereka masih diperkenankan dengan kesyirikannya, tetapi karena mereka mengetahui bahwa termasuk kewajiban dalam mengikrarkan ‘Laa ilaha illallah’ adalah mengamalkan tuntutan-tuntutannya, baik itu menghancurkan patung-patung, tdak menyembahnya, berlepas diri dari kesyirikan dan meninggalkan adat jahiliyyah, merekapun enggan mengucap kalimat syahadat.
Syaikh Muhammad bin abdul wahhab mengatakan, ” tiada perbedaan bahwa tauhid itu harus dengan hati, lisan dan amal, jika dia menyelisihi salah satunya, maka dia bukanlah seorang muslim.
Syarat kelima : shiddiq (jujur)
Yaitu mengucapkan dengan penuh kejujuran dari hatinya dan hatinya sesuai dengan lisannya. Allah berfirman, “Alif laam miim. Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan (saja) mengatakan:” Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan orang-orang yang dusta. ( QS. Al Ankabut !,2 dan 3).
Karenanya syahadat orang munafik tidak berguna lantaran hati mereka mendustakan tuntutan-tuntutannya, mereka mengucapkan penuh dengan kebohongan, kedustaan dan kemunafikan.
Syarat ini menjadi bantahan terhadap kebathilan madzhab murji’ah yang berkata:” siapa saja yang mengucap لا إله إلا الله dengan lisannya saja, ia adalah mu’min, walaupun dia tidak meyakini dan membenarkan dalam hatinya. Merekalah murji’atul ‘ashr (murji’ah zaman modern) yang menganggap bahwa orang munafik zindik adalah mu’min. hal ini mendustakan hadits-hadits yang jelas-jelas menerangkan bahwa munafik tidaklah masuk jannah, malah tempat kembalinya adalah dasar neraka –Nauzubillah min dzalik-. mereka bukanlah orang mu’min, selain orang mu’min tidak akan pernah masuk jannah.
Syarat ke enam : Ikhlash
Yakni menjernihkan amalnya dengan bersihnya niat dari noda-noda syirik dan mengikrarkan kalimat لا إله إلا الله dengan penuh keikhlasan dari lubuk hatinya terdalam serta menyakasikan bahwa tiada ilah yang berhak disembah selain Allah Subhanahu wa Ta’ala.Tentang syarat ini Rosululloh pernah bersabda,
فإن الله حرم على النار من قال لا إله إلا الله يبتغي بذالك وجه الله (رواه الشيخان )
” Sesungguhnya Allah akan mengharamkan neraka kepada orang yang mengucap ‘Laa ilaha illallah’ mencari ridho Allah (HR imam Bukhori dan Muslim)
maka siapa saja yang mengucapkan kalimat لا إله إلا الله karena riya’ ,sum’ah, pamer ataupun yang lainnya, itu di tujukan kepada selain Allah maka Rosululloh Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak menjamin kalau nanti ketika di akherat mendapat dispensasi tidak terkena api neraka.
Syarat ke tujuh : Mahabbah (cinta)
Yaitu dengan cara mencintai kalimat لا إله إلا الله dan tuntutannya, mencintai siapa saja yang mengamalkan dan melazimi syarat-syaratnya serta membenci orang yang membenci kalimat ini dan memusuhi orang yang tidak mau mengamalkan.
Mahabbah adalah unsure utama dalam ibadah karena seseorang akan terdorong karena rasa cinta yang bersemayam dalam jiwanya dan terpupuk dalam sanubarinya. Hakekat ibadah juga bersumber dari rasa cinta ini.
Jika seorang hamba mengikrarkan kalimat لا إله إلا الله , dia akan mencintai Allah, sehingga dia pun akan menempuh jalan yang menjadi tuntutannya, walau berliku penuh rintangan. Dan ini hanya di miliki oleh orang-orang mukmin yang murni mencintai Nya di atas cinta yang lain.
Orang mu’min hanyalah orang yang mencintai-Nya saja, sedang orang musyrik menyembah Allah dan menyembah selainnya. Hal ini sesuai dengan firman-Nya yang berarti,” Dan diantara manusia ada yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah, mereka mencintainya sebagaimana mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah (QS Al Baqoroh: 165)
Bahkan inilah syarat yang sering di campakkan dan tidak di indahkan, karena indikasi benarnya iman seseorang adalah ketulusan cintanya kepada Allah dengan mentaati perintah-perintah Nya dan menjauhi larangan-larangan Nya. Kalaulah di perbolehkan mendua cinta Nya niscaya orang-orang musyrik tempo dulu tidak dicela, karena disamping mereka mencintai sesembahan mereka, mereka juga mencintai Nya. Hanya orang yang berimanlah yang hanya betul-betul mencintai Nya.
Diantara dalil yang menunjukkan wajibnya memenuhi syarat-syarat ini, secara global adalah hadits Nabi yang berbunyi,
أمرت أن أقاتل الناس حتى يقولوا لا إله إلا الله فإ ذا فعلوا ذلك عصموا مني دمائهم وأموالهم إلا بحق الإسلام
,” saya di perintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka mengucap ‘Laa ilaha illallah’ jika mereka mengucapkannya, terjagalah darah dan harta mereka kecuali dengan haknya, hisab mereka ada di tangan Allah Ta’ala (HR Bukhori). Termasuk hak syahadat adalah memenuhi syarat-syaratnya dan menjauhi pembatal-pembatalnya. Wallohu A’lam
[Ibnu Abdil Bari/majalah An-Nuur vol.6]
Cuma penonton, bisanya komentar.
Kaya penonton bola, sok pinter.
Maaf ya min..