Seiring dengan perjalanan sejarah, masih terlintas dibenak kita sebuah peristiwa memilukan hati dan sangat mengguncangkan jiwa. Peristiwa yang sarat kesedihan dan kegundahan mendalam. Peristiwa yang menuntut ketegaran sang pengemban risalah, bahkan eksistensinya dipertaruhkan. Inilah peristiwa yang menimpa Rosululullah Saw, Tepatnya pada bulan Rajab tahun kesepuluh dari kenabian, ketika beliau mendatangi Pamannya Abu Tholib dipenghujung hayatnya. Sementara itu Abu Jahal sudah berada disisinya. Kemudian beliau berkata,
يَا عَمْ قُلْ لَا إِلَهَ إِلَّا الَله كَلِمَةٌ أَشْهَدٌ لَكَ بِهَا عِنْد الله
“Paman, katakan la ilaha illallah,, suatu kalimat yang dapat saya jadikan hujah disisi Allah.”
Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayah berkata, “Wahai Abu Thalib, apakah kamu membenci agama Abdul Mutholib? “keduanya terus berbicara kepada Abu Thalib, sehingga pada akhirnya Abu Thalib mengucapkan bahwa dia berada diatas agama Abdul Muthalib.Kemudian Nabi Saw berkata, “Aku akan memohonkan ampunan untuk anda selama tidak dilarang.” (Mutafaqun ‘alaihi). Lalu, turunlah ayat yang menegur beliau,
Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasannya orang-orang musyrik itu adalah penghuni naar Jahannam. (QS. 9:113)
Termaktub didalam kisah diatas, harapan dan usaha maksimal dari Rosulullah yang meyakinkan pamannya, supaya mengucapkan kalimat syahadat tauhid la ilaha illallah. Meskipun akhirnya pamannya meninggal dalam kekafiran dan berujung dengan kesedihan.
Ada dua faktor yang melatar-belakangi kesedihan beliau. Pertama: Pamannya adalah satu-satunya orang yang mampu melindungi, membela serta ikut berpatisipasi memajukan dakwahnya ketika itu. Kedua: Ketika dipenghujung hayatnya, pamannya enggan mengucapkan kalimat la ialha illallah. Dan faktor kedua inilah yang sangat disayangkan oleh beliau dan yang membuat beliau sedih dengan kesedihan yang tiada tara.
Sekarang timbul pertanyaan yang mengganjal dibenak kita. Mengapa Rosulullah sangat sedih, lantaran pamannya meninggal tanpa mengikrarkan syahadat la ilaha illallah? Apa sebenarnya muatan hikmah yang tersirat didalamnya? Hal inilah yang melatar belakangi pembahasan ini.
Kisah diatas merupakan contoh yang riil, yang dicontohkan baginda Nabi saw akan pentingnya syahadat. Beliau telah berusaha dengan sekuat tenaga mendakwahkan kalimat syahadat ini, serta konsisten diatas jalannya. Bahkan tidak ada seorang pun, yang dapat menggoyahkan prinsip dan pendirian beliau. Akhirnya setelah diamati dan ditelaah dari literatur yang ada, ternyata ada beberapa hikmah ataupun rahasia yang termuat didalamnya diantaranya:
Syahadat, asas Aqidah islamiyah
Syahadat merupakan asas dari aqidah islam, hal ini dilihat dari esensi syahadatain, disaat seseorang mengikrarkannya dua kalimat syahadat berarti ia berjanji, bersumpah dan siap untuk hanya beribadah kepada Allah saja, tunduk, taat dan patuh kepadanya, serta ada kesanggupan dari hati untuk menjauhi dan meninggalkan segala bentuk kekafiran dan kemusyrikin. Kemudian ia berjanji, bersumpah dan siap hanya meneladani Muhamad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam beribadah kepada Allah, serta ada kesanggupan hati pula untuk menjauhi dan meninggalkan segala bentuk kebid’ahan.
Ahlus Sunnah wal Jamaah telah sepakat bahwa mengucapkan syahadatain merupakan syarat sahnya iman seseorang. Rosulullah bersabda,
“Aku dipeintahkan untuk memerangi manusia sehingga mereka bersyahadat bahwa tidak ada sesembahan yang haq kecuali Allah, beriman kepadaku dan kepada apa yang aku bawa. Jika mereka telah melakukan semua itu, maka darah dan harta mereka telah terjaga dariku kecuali dengan haknya, dan hisab mereka terserah kepada Allah.” (Diriwayatkan oleh Muslim).
Imam Nawawi berkata, “Hadist diatas menjelaskan tentang syarat sah diterimanya iman, dengan mengikrarkan syahdatain dan meyakininya sepenuh hati. Dan dituntut, mengimani segala sesuatu yang dibawa oleh Rosulullah saw..
Syahadat juga merupakan syarat keislaman seseorang. Tentang hal ini, Syaikhul ibnu Taimiyah berkata, “Kaum muslimin telah bersepakat, siapa yang belum mengucapkan syahadat, maka dia kafir, padahal ia mampu mengucapkannya,. Pendapat ini dikuatkan oleh Ibnu Rajab Al-hambali, beliau berkata, “siapa yang meninggalkan syahadatain, maka dia telah keluar dari dienul islam.”
Dari pemaparan para ulama diatas, syahadat merupakan inti bahkan asas dari aqidah islamiyah. Dengannya, manusia terpilah menjadi muslim atau kafir. Ringkasnya, Jika seseorang tidak mengikrarkannya, tidak meyakininya dan tidak melaksanakan tuntutan yang ada didalamnya, maka tidak dikategorikan sebagai seorang muslim bahkan dilarang untuk memberikan loyalitas kepadanya sampai hari kiamat.
Syahadat menjaga darah, harta dan jiwa seseorang
Agama islam merupakan agama universal, ajarannya meliputi semua lini kehidupan. Dan yang terpenting dari semua itu adalah hukum-hukum yang berlaku dan aturan-aturan yang ditetapkan telah terkonsep dengan baik, hal itu bertujuan untuk mengatur pemeluk-pemeluknya supaya berjalan diatas syareat yang telah dirumuskan Allah Ta’ala. Contohnya, ketika seseorang mengucapkan syahadat la ilaha illallah, maka darah, harta, dan jiwa seseorang telah terlindungi. Beliau bersabda,
“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sehingga mereka bersyahadat bahwa tidak ada sesembahan yang haq kecuali Allah, menegakkan sholat dan menunaikan zakat. Jika mereka telah melakukan semua itu, maka darah dan harta mereka telah terjaga dariku kecuali dengan haknya, dan hisab mereka terserah kepada Allah.” (Diriwayatkan oleh Muslim). Dan Rosulullah telah bersabda,
“Barang siapa yang mengucapkan la ilaha illallah, dan mengkufuri sesembahan selain Allah, maka harta dan darahnya menjadi haram.”
Namun apakah cukup hanya dengan mengikrarkannya saja….? Syaikh Abdurrahman Hasan Alu Syaikh mensyaratkan terpeliharanya harta dan darah dalam hadist diatas dengan dua hal:
Pertama: Mengucapkan la ilaha illallah dengan ilmu dan keyakinan. Kedua mengingkari semua yang disembah selain Allah. Maka, tidak cukup dengan pengucapan tanpa makna, tetapi harus ada pengucapan dan pengamalan, karena Rosululullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menjadikan pengucapan sebagai pelindung darah dan harta, hingga ia mengkufuri segala yang disembah selain Allah.
Ketika Syaikhul islam ditanya tentang penyerangan terhadap bangsa tartar, beliau berkata, “setiap kelompok yang menolak untuk melaksanakan syareat islam yang bersifat amaliyah zhahir, – bangsa tartar dan lainnya- maka wajib diperangi, sehingga mereka melaksanakan syareat Allah, meskipun mereka mengucapkan dua kalimat syahadat dan menjalankan sebagian syareatnya.
Syahadat, Sebab masuk jannah
Tiada tempat kembali yang lebih mulia disisi Allah, melainkan jannahnya dan meraih ridha Nya. Inilah cita-cita semua orang. ini terbukti, ketika dilontarkan pertanyaan kepada mereka, semua sepakat dan berharap dapat masuk syurga. Lantas dengan apakah seseorang bisa menggapainya…?. Rosulullah memberi jawaban dari pertanyaan ini dengan sabda Beliau,
“Sesungguhnya Allah mengharamkan neraka bagi orang yang mengucapkan la ilah illallah (tiada sesembahan yang berhak selain Allah) -dengan ikhlas dari hatinya- dan mengharapkan keridhoan Nya”
Dan Rosulullah juga bersabda,
“Barang siapa yang mengucapkan syahadat la ilaha illallah, niscaya akan masuk syurga, betapa pun amal yang telah diperbuatnya.”
Syaikh Abdurrahman hasan Alu Syaikh menjelaskan barang siapa bersyahadat (bersaksi) bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah. Maksudnya, mengucapkannya dan mengetahui ma’nanya serta mengamalkan tuntutannya, baik secara lahir maupun batin, niscaya Allah akan memasukannya kedalam syurga. Maka dalam dua syahadat itu, harus ada pemahaman, keyakinan dan pengamalan yang ditunjukkan sebagaimana firman Allah, Maka ketahuilah, bahwa tidak ada Ilah (Yang Haq) melainkan Allah. (QS. 47:19).
Adapun mengucapkan tanpa memahami ma’nanya dan tidak yakin serta tidak mengamalkan isi kandungannya, berupa, berlepas diri dari syirik dan ikhlas dalam ucapan dan perbuatan, maka menurut kesepakatan para ulama, hal itu tidak ada gunanya.
Syakhul islam dan lainnya berkata, “hadist ini dan sejenisnya menegaskan, bahwa Allah menjanjikan jannah bagi orang yang mengucapkan la ilaha illallah, yaitu bagi orang yang mengucapkandan mati dalam keadaan bertauhid. Maka barang siapa bersaksi bahwa tidak ada tuhan berhak disembah kecuali Allah dengan ikhlas, ia akan masuk jannah.
Dari penjelasan diatas, terbukti bahwa syahadat tauhid merupakan kunci yang akan mengantarkan seseorang masuk kedalam syurga. Tentunya dengan melaksanakan konsekuensi-konsekuensinya dan konsisten hingga akhir hayat.
Berhak mendapatkan syafaat Nabi Muhamad
Diriwayatkan dari Abu Hurairah, beliau berkata, “Wahai Rosulullah, siapakah orang yang berhak mendapakan syafaatmu kelak pada hari kiamat?” Rosulullah bersabda,
لَقَدْ ظَنَنْتُ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ أَنْ لاَ يَسَأَلَنِي عَنْ هَذَا الحَدِيْثِ أَوَّلُ مِنْكَ لَمَا رَأَيْتُ مِنْ حِرْصِكَ عَلَى الحَدِيْثَ، أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِي يَوْمَ القِيَامَةِ مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ أو نَفْسِهِ
“Sungguh saya sudah mengira wahai Abu Hurairoh, bahwa tidak ada seseorang pun yang mendahuluimu bertanya mengenai hadist ini, karena saya melihat kamu sangat rakus terhadap hadits. Orang yang paling bahagia mendapatkan syafaatku, pada hari kiamat ialah orang yang mengucapkan la ilaha illallah, ikhlas dari hati atau dirinya.” (Diriwayatkan oleh Bukhari bab, ilmu no. 99).
Ibnu Hajar Al-Asqolani menjelaskan, “barang siapa, mangikrarkan la ilaha illallah dengan menjauhi segala bentuk kesyirikan dan kenifakan, Niscaya kelak akan mendapatkan syafaat. Maksud hadist ini, orang yang paling bahagia pada hari kiamat kelak, yang mendapatkan syafaatnya adalah orang mukmin lagi mukhlis.
Kalimat teragung
Dari Jabir Radhiyallahu ‘anhu, bahwa beliau berkata, “Saya mendengar Rosulullah Saw bersabda,
أَفْضَلُ الذِّكْرِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ
Dzikir yang paling utama adalah la ilaha illallah.” (Diriwayatkan oleh Thirmidzi, hadist hasan shahih).
Imam Nawawi didalam kitabnya “Nuzhatul Mutaqin” menjelaskan, “kalimat tauhid merupakan kalimat yang paling utama untuk diucapkan, karena didalamnya mengandung penetapan pada keesaan Allah, serta penafian (peniadaan) segala bentuk kesyirikan. Kalimat ini juga merupakan kalimat teragung yang diucapkan para nabi. Mereka diutus karenanya, berperang dibawah panjinya, mendapatkan kesyahidan dalam menegakkannya. Dan kunci pembuka syurga serta penyelamat dari neraka. [Faiz/Majalah An-Nuur vol.6]
Refrensi:
-
Fathul Majid
-
Nawaqidul iman Al-I’tiqodiyah
-
Syarh Aqidah at-thohawiyah
-
Madkhol
-
Ar-Rhahiqu Makhtum
-
Nuzhatul Mutaqin
-
Tafsir Al-Jami’ liahkamil qur’an
8. Fathul Baari