Ayah adalah teladan yang ditiru anak-anaknya. Selain ibu, pengaruh ayah terhadap anak tidak kalah pentingnya. Karena pada sosok ayah, seorang anak belajar tentang keterampilan, ketangguhan dan tak kalah penting adalah keyakinan.
Hari ini banyak anak yang kehilangan sosok ayahnya. Mereka mendapatkan kebutuhan jasmani, akan tetapi tidak mendapatkan kebutuhan rohani. Padahal bukan hanya kebutuhan jasmani yang dibutuhkan seorang anak, ada juga kebutuhan rohani yang mempengaruhi sikap dan kepribadiannya. Mungkin hal ini disebabkan karena ayahnya tidak pernah belajar bagaimana menjadi seorang ayah yang baik, ia hanya belajar bagaimana mencukupi kebutuhan anaknya.
Teladan yang Baik
Rasulullah adalah teladan yang baik dalam segala hal. Ia merupakan teladan dalam hal mengelola negara, memimpin pasukan perang, berdagang, beribadah dan berdakwah. Sebagaimana yang Allah terangkan dalam firman-Nya,
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَالْيَوْمَ الْاٰخِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًا
”Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah.” (QS. Al-Ahzab: 21)
Selain itu, Rasulullah merupakan teladan dalam berkeluarga. Dalam hal ini ia adalah teladan sebagai seorang suami bagi istri-istrinya, sekaligus teladan sebagai seorag ayah bagi anak-anaknya. Hal ini beliau ungkapkan sendiri dalam perkataannya,
“Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik terhadap keluarganya, dan aku adalah orang yang paling baik terhadap keluarga.” (HR. Tirmidzi)
Potret Ayah Pada Diri Sang Rasul
Sebagai seorang ayah bagi anak-anaknya sekaligus suami bagi para istrinya, banyak perangai Rasulullah yang bisa menjadi teladan bagi setiap Ayah di manapun. Padahal Rasulullah adalah seorang yang sibuk mengurus pemerintahan, memimpin pasukan, menegakkan hukum, mengajar para sahabat, menerima wahyu, dan mendakwahkan Islam, bahkan mengirim surat kepada para raja dan pemimpin dunia. Namun dari semua kesibukannya, Rasulullah ternyata adalah seorang yang penuh perhatian, penyayang, tegas, serta memperhatikan urusan akhirat anak-anaknya.
Penyayang
Rasulullah dikenal juga sosok penyayang dan ramah kepada anak-anak. Hal ini diakui langsung oleh Anas bin Malik yang kesehariannya lebih banyak bersama beliau,
“Aku belum pernah melihat seseorang yang lebih sayang kepada keluarga selain Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.”
Keakraban beliau kepada mereka terlihat jelas dalam berbagai kesempatan. Pernah suatu ketika, beliau mencium salah seorang cucunya, Hasan bin Ali. Kejadian itu disaksikan langsung oleh al-Aqra bin Haris. Al-Aqra pun berkomentar,
“Aku memiliki sepuluh orang anak, tapi tak ada satu pun yang biasa kucium.” Rasulullah menoleh ke arahnya dan menjawab, ”Barangsiapa yang tidak menyayangi, maka dia tidak disayangi.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Tegas
Selain sifat penyayang, Rasulullah juga memiliki sifat tegas. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits, “Demi Allah, sungguh jika Fatimah binti Muhammad mencuri, aku sendiri yang akan memotong tangannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari hadits tersebut seorang ayah harusnya belajar, ketika anaknya melakukan kesalahan maka ia harus menghukumnya. Hal ini merupakan bukti kasih sayang ayah, agar anaknya tidak mengulangi kesalahannya kembali.
Memperhatikan Urusan Akhirat Anak
Selain sifat sayang dan tegas yang harus dimiliki oleh seorang ayah, Rasulullah juga memikirkan urusan akhirat anak-anaknya. Perkara ini merupakan hal yang sering dilupakan oleh kebanyakan ayah terhadap anaknya. Padahal, sifat sayang seorang ayah yang sesungguhnya adalah ketika ia memikirkan urusan akhirat anak-anaknya. Karena dengan hal tersebut, anaknya terbebas dari kesengsaraan di akhirat kelak.
Dalam sebuah kisah disebutkan, bahwa Fatimah pernah mengeluh kepada Ali. Ia merasa bahwa pekerjaan menggiling gandum dengan batu demikian berat baginya. Suatu ketika, Fatimah mendengar bahwa Rasulullah mendapat seorang budak. Fatimah pun mendatangi rumah ayahnya dalam rangka meminta budak tadi sebagai pembantu baginya. Akan tetapi Rasulullah sedang tidak berada di rumah, Fatimah lantas mendatangi Aisyah dan menyampaikan hajatnya.
Ketika Rasulullah berada di rumah Aisyah, ia menceritakan hal tersebut kepada Rasulullah. Rasulullah lantas mendatangi Ali dan Fatimah di rumah mereka, dan mendapati keduanya telah berbaring di tempat tidur. Mulanya, keduanya hendak bangun untuk menghampiri beliau, namun beliau menyuruh keduanya tetap berada di tempat dan berkata,
“Maukah kutunjukkan kalian kepada sesuatu yang lebih baik dari apa yang kalian minta? Jika kalian berbaring di atas tempat tidur, ucapkanlah takbir 33 kali, tahmid 33 kali, dan tasbih 33 kali. Itulah yang lebih baik bagi kalian daripada pembantu yang kalian minta.” (HR. Muslim)
Kisah di atas menunjukan bahwa Rasulullah tidak hanya memperhatikan urusan dunia anaknya. Akan tetapi ia juga memperhatikan urusan akhirat anaknya, bahkan ia lebih mementingkan urusan akhirat anaknya daripada urusan dunia.
Maka, pulanglah wahai para ayah, anakmu merindukanmu.
Wallahu a’lam. [Maulana Malik I.]