Fiqih Praktis Shaf Shalat
Oleh Syamil Robbani (Staf Pengajar Ma’had Aly An-Nuur)
MUQADIMAH
Salah satu pertanyaan yang kerap ditanyakan masyarakat adalah perihal shaf dalam shalat berjamaah. Karena realitas di lapangan, sebagian kaum muslimin belum memahami dengan baik tentang perkara shaf dalam shalat.
Hal ini dibuktikan dengan masih terdapat beberapa kekeliruan dalam barisan shaf shalat berjamaah. Contohnya seperti shaf shalat yang tidak rapat, tidak mengisi shaf kosong, atau membuat shaf baru sebelum memenuhi shaf yang lebih awal.
Padahal lurus dan rapatnya shaf merupakan bagian dari kesempurnaan shalat berjamaah. Begitu pula persoalan shaf shalat lainnya, seperti posisi antara imam dengan makmum laki-laki dan perempuan serta beberapa kaidah yang harus diperhatikan ketika berbaris dalam shaf.
Bahkan sampai hukum shalat sendirian di belakang shaf shalat.
Maka setiap mukallaf wajib mengetahui bagaimana shalat yang baik dan benar sesuai tuntunan Nabi Muhammad ﷺ karena shalat menempati urutan kedua dalam rukun Islam. Oleh sebab demikian, memahami fiqih shaf shalat adalah perihal yang urgen bagi setiap mukallaf.
Untuk itu kami berusaha menghadirkan fiqih praktis shaf shalat sebagai usaha mengedukasi umat khususnya dalam perihal yang berkaitan langsung dengan shaf shalat.
Adapun artikel ini kami sarikan dari kitab “Ahkâm al-Mushâffah fî Shalâh al-Jamâ’ah” karya Syaikh Sa’ad Al-Khatslan dan kami perkaya dari beberapa kitab lainya seperti “Mausu’ah Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah”, “Syarah al-Mumti’” karya Syekh Utsaimin, dan sebagainya.
Semoga artikel yang singkat ini bisa menjadi salah satu acuan untuk memahami perihal shaf shalat berjamaah.
PENGERTIAN SHAF
Shaf adalah garis lurus yang menjadikan sesuatu berada dalam satu garis yang sama. (Mausu’ah Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, 27/35)
HUKUM MERAPATKAN BARISAN SHAF SHALAT
Merapatkan shaf dalam shalat adalah perkara yang disyariatkan berdasarkan keterangan dari dalil yang mutawatir berupa perkataan dan perbuatan Nabi ﷺ serta perbuatan khulafaur Rasyidin. (Al-Istidzkar, Ibnu Abdil Bar, 2/288)
Adapun hukum merapatkan shaf dalam shalat berjamaah adalah mustahab atau sunah menurut pendapat mayoritas ahli fikih. (Mausu’ah Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, 27/36)
Berdasarkan sabda Nabi ﷺ
سَوُّوا صُفُوفَكُمْ، فَإِنَّ تَسْوِيَةَ الصُّفُوفِ مِنْ إِقَامَةِ الصَّلَاةِ
“Luruskanlah shaf kalian, karena lurusnya shaf adalah bagian dari ditegakkannya shalat.” (HR. Bukhari)
Perlu untuk dicatat bahwa meskipun hukumnya mustahab, merapatkan shaf adalah perkara yang perlu diperhatikan jamaah shalat.
Sebab sebagian ulama bahkan menghukumi wajib untuk merapatkan shaf. Beberapa ulama yang berpendapat demikian seperti Imam Bukhari, Ibnu Hazm, Asy-Syaukani, Ibnu Taimiyah, bin Baz, dan Utsaimin. (Ahkam al-Mushaffah, Sa’ad Al-Khatslan, 28)
Di dalam keterangan yang lain Nabi ﷺ bersabda
لَتُسَوُّنَّ صُفُوفَكُمْ، أَوْ لَيُخَالِفَنَّ اللهُ بَيْنَ وُجُوهِكُمْ
“Luruskanlah shaf kalian, atau Allah akan memalingkan wajah-wajah kalian.” (HR. Bukhari)
ANJURAN BAGI IMAM UNTUK MENGINGATKAN JAMAAH
Dianjurkan bagi Imam shalat mengingatkan jamaahnya untuk merapatkan shaf sebelum pelaksanaan shalat dimulai. (Mausu’ah Fiqhiyyah, 27/35)
Sebagaimana keterangan hadits
أُقِيمَتِ الصَّلَاةُ، فَأَقْبَلَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِوَجْهِهِ فَقَالَ: أَقِيمُوا صُفُوفَكُمْ وَتَرَاصُّوا، فَإِنِّي أَرَاكُمْ مِنْ وَرَاءِ ظَهْرِي
“Ketika iqamah shalat telah dikumandangkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berbalik menghadapkan mukanya kepada kami seraya bersabda, “Luruskanlah shaf dan rapatkanlah, sesungguhnya aku dapat melihat kalian dari balik punggungku.” (HR. Bukhari)
KONSEKUENSI TIDAK RAPATNYA SHAF SHALAT
Para fuqaha sepakat bahwa shalat tetap sah walaupun shaf tidak rapat atau lurus. (Ahkam Al-Mushaffah, Sa’ad Al-Khatslan, 34)
Syaikh Utsaimin memberikan keterangan lebih bahwa shalat tersebut tetaplah sah, namun pelaku yang meninggalkan merapatkan shaf itu berdosa bukan membatalkan shalat. (Syarah Mumti’, Utsaimin, 3/10)
HUKUM MEMBUAT SHAF SEBELUM MEMENUHI SHAF YANG LEBIH AWAL
Dalam perihal ini para fuqaha sepakat bahwa tidak dibolehkan untuk membuat shaf shalat yang baru sebelum shaf shalat di depannya telah terisi sempurna.
Maka tidak diperkenankan untuk membuat shaf sedangkan terdapat shaf di depannya masih belum sempurna atau kosong. Tapi hendaknya seseorang berusaha untuk mengisi shaf terdepan terlebih dahulu serta memulai dari tengah shaf.
أَتِمُّوا الصَّفَّ الْمُقَدَّمَ، ثُمَّ الَّذِي يَلِيهِ، فَمَا كَانَ مِنْ نَقْصٍ فَلْيَكُنْ فِي الصَّفِّ الْمُؤَخَّرِ
“Penuhilah shaf paling depan kalian, kemudian setelahnya, jika kurang maka hendaklah pada shaf terakhir.” (HR. Abu Dawud)
HUKUM SHALAT SENDIRIAN DI BELAKANG SHAF
Adapun kasus seseorang yang shalat sendirian di belakang shaf itu tidak sah menurut sebagian fuqaha. Berdasarkan dalil hadits Nabi ﷺ
أَنَّ رَجُلًا صَلَّى خَلْفَ الصَّفِّ وَحْدَهُ فَأَمَرَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُعِيدَ الصَّلَاةَ
“Seorang laki-laki shalat sendirian di belakang shaf, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkannya untuk mengulangi shalat.” (HR. Tirmidzi)
Syaikh Utsaimin dalam kasus ini memberikan perincian, yaitu apabila seseorang memilih shalat sendirian di belakang shaf, padahal ada shaf shalat yang kosong di depannya dan dia tidak mau berbaris maka shalatnya tidak sah.
Namun apabila karena udzur seperti penuhnya shaf shalat di depan maka shalat orang tersebut tetaplah sah. Sebab adanya udzur yang menghalangi shalat bersama di shaf. (Asy-Syarh Al-Mumti’, Utsaimin, 4/272)
TATA CARA POSISI BARISAN SHAF SHALAT BERJAMAAH
- Apabila Shalat Bersama Dengan Satu Makmum.
Posisi shaf shalat ketika bersama satu makmum adalah hendaknya makmum berdiri tepat di samping kanan imam. Adapun teknisnya dapat dilakukan dengan dua cara.
Pertama, posisi imam sedikit lebih maju daripada makmum, sehingga bisa dibedakan antara imam dan makmum. Sebagaimana pendapat dari Syafi’iyah dan Malikiyah.
Kedua, posisi imam dengan makmum sejajar. Sebagaimana pendapat Hanafiyah dan Hanabilah. Berdasarkan dalil hadits dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu
أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى بِهِ وَبِأُمِّهِ أَوْ خَالَتِهِ. قَالَ: فَأَقَامَنِي عَنْ يَمِينِهِ وَأَقَامَ الْمَرْأَةَ خَلْفَنَا
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat bersama Anas dan ibu atau bibinya.” Kata Anas selanjutnya, “Kemudian beliau menempatkanku di sebelah kanan dan beliau menempatkan wanita di belakang kami.” (HR. Muslim)
- Apabila Shalat Dengan Satu Shaf Shalat Makmum.
Para fuqaha sepakat bahwa apabila shalat bersama tiga makmum atau lebih maka posisi makmum berada di belakang imam. (Ahkam Al-Mushaffah, Sa’ad Al-Khatslan, 57)
Dalam keadaan ini hendaknya ada beberapa kaidah yang perlu diperhatikan yaitu;
Pertama, hendaknya shaf shalat itu lurus dan sejajar di antara makmum.
أقبَلَ رسول الله – صلى الله عليه وسلم- على النَّاسِ بوجهِه فقال: “أقيموا صُفوفَكم- ثلاثاً- واللهِ لتُقيمُن صُفوفَكم أو ليُخالِفَن اللهُ بين قُلوبكم”. قال: فرأيتُ الرجلَ يُلزِقُ مَنكِبَه بمَنكِبِ صاحِبِه، ورُكبَتَه برُكبةِ صاحِبِه، وكَعبَه بكعبِه
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa menghadap kepada jama’ah, lalu bersabda, “Luruskanlah shaf-shaf kalian! -beliau mengucapkannya tiga kali- Demi Allah, hendaklah kalian benar-benar meluruskan shaf-shaf kalian, atau Allah benar-benar akan membuat hati kalian saling berselisih.”
Kata Nu’man, “Maka saya melihat seseorang melekatkan (merapatkan) pundaknya dengan pundak temannya (orang di sampingnya), demikian pula antara lutut dan mata kakinya dengan lutut dan mata kaki temannya.” (HR. Abu Dawud)
Kedua, hendaknya shaf lurus, rapat, menutup celah, dan tidak renggang dalam shaf.
أَقِيمُوا الصُّفُوفَ وَحَاذُوا بَيْنَ الْمَنَاكِبِ وَسُدُّوا الْخَلَلَ وَلِينُوا بِأَيْدِي إِخْوَانِكُمْ وَلَا تَذَرُوا فُرُجَاتٍ لِلشَّيْطَانِ وَمَنْ وَصَلَ صَفًّا وَصَلَهُ اللَّهُ، وَمَنْ قَطَعَ صَفًّا قَطَعَهُ اللَّهُ
“Tegakkanlah shaf-shaf, sejajarkanlah antara pundak-pundak, tutuplah celah-celah dan lemah lembutlah terhadap kedua tangan saudara kalian, dan janganlah kalian membiarkan celah-celah itu untuk setan. Barangsiapa yang menyambung shaf maka Allah akan menyambungnya dan barangsiapa yang memutusnya maka Allah akan memutusnya.” (HR. Abu Dawud)
Ketiga, mengutamakan shaf sebelah kanan.
Hal demikian apabila jumlah jamaah antara sebelah kanan dan kiri sama atau tidak terlalu timpang. Maka memilih shaf sebelah kanan lebih utama.
إنَّ اللهَ وملائكتَه يُصَلُّونَ على مَيَامِنِ الصُّفوف
“Sesungguhnya Allah dan para malaikatNya mengucapkan shalawat untuk orang-orang yang berada di shaf kanan.” (HR. Abu Dawud)
- Apabila Shalat Bersama Lebih Dari Satu Shaf.
Apabila shalat berjamaah bersama lebih dari satu shaf maka ada beberapa kaidah yang diperhatikan;
Pertama, hendaknya shaf itu sejajar, lurus, rapat, dan menutup celah. Sebagaimana penjelasan sebelumnya.
Kedua, mengisi shaf yang lebih awal.
خَرَجَ إِلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: «أَلَا تَصُفُّونَ كَمَا تَصُفُّ الْمَلَائِكَةُ عِنْدَ رَبِّهِمْ؟ قَالُوا: وَكَيْفَ تَصُفُّ الْمَلَائِكَةُ عِنْدَ رَبِّهِمْ؟ قَالَ: يُتِمُّونَ الصَّفَّ الْأَوَّلَ، ثُمَّ يَتَرَاصُّونَ فِي الصَّفِّ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar kepada kami sambil bersabda, “Tidakkah kalian berbaris seperti barisan para malaikat di sisi Rabb mereka?” Para sahabat bertanya, “Bagaimanakah cara malaikat berbaris di sisi Rabb mereka?” Beliau menjawab, “Mereka menyempurnakan barisan pertama, kemudian merapatkan barisan tersebut.” (HR. An-Nasa’i)
Ketiga, hendaknya shaf itu berdekatan antara satu dengan lainnya. Yaitu dengan tidak adanya jarak yang jauh antara imam dengan shaf pertama dan begitu pula dengan shaf lainnya.
رُصُّوا صُفوفَكم، وقَاربوا بينها
“Rapatkan shaf-shaf kalian, dekatkanlah jarak antara keduanya.” (HR. Abu Dawud)
- Apabila Shalat Bersama Makmum Anak Kecil.
Apabila dalam shalat jamaah berkumpul antara jamaah dewasa dengan anak-anak mumayyiz maka hendaknya mendahulukan orang dewasa dalam shaf. Sebagaimana pendapat mayoritas ahli fikih. (Ahkam al-Mushaffah, Sa’ad Al-Khatslan, 44)
لِيَلِنِي مِنْكُمْ أُولُو الْأَحْلَامِ وَالنُّهَى، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ
“Hendaklah yang tepat di belakangku orang dewasa yang memiliki kecerdasan dan orang yang sudah berakal di antara kalian, kemudian orang yang sesudah mereka, kemudian orang yang sesudah mereka.” (HR. Muslim)
Dalam kasus demikian pendapat fuqaha Syafi’iyah menambahkan bahwa hendaknya menyelingi di setiap barisan shaf dua orang dewasa satu anak kecil agar dia belajar praktik shalat. (Mausu’ah Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, 27/37)
- Shalat Bersama Makmum Perempuan.
Para fuqaha sepakat bahwa apabila berkumpul dalam shalat jamaah antara laki laki dan perempuan, maka hendaknya barisan shaf jamaah laki itu di depan dan shaf jamaah perempuan berada di belakang.
خَيْرُ صُفُوفِ الرِّجَالِ أَوَّلُهَا وَشَرُّهَا آخِرُهَا، وَخَيْرُ صُفُوفِ النِّسَاءِ آخِرُهَا وَشَرُّهَا أَوَّلُهَا
“Sebaik-baik shaf kaum laki-laki adalah di depan, dan sejelek-jeleknya adalah pada akhirnya. Dan sebaik-baik shaf wanita adalah akhirnya, dan sejelek-jeleknya adalah awal shaf.” (HR. Muslim)
POSISI IMAM SHALAT BAGI WANITA
Para fuqaha menjelaskan bahwa posisi imam shalat bagi perempuan adalah di tengah-tengah shaf shalat wanita.
Syaikh Utsaimin menjelaskan bahwa apabila jamaah wanita mendirikan shalat berjamaah maka imamnya berada di tengah shaf. Sebagaimana yang dicontohkan Aisyah dan Ummu Salamah radhiyallahu ‘anhuma bahwa mereka berdiri di tengah shaf. (Syarah Mumti’, Utsaimin, 4/276) Wallahu a’lam bisshawab.