Fiqih Udhiyah
Oleh: Tengku Azhar, dkk
Udhiyah adalah kambing yang disembelih pada Hari Idul Adha dalam rangka taqorrub kepada Allah. (Minhajul Muslim:293)
Atau sesuatu yang disembelih pada hari-hari nahr karena hari raya dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. (Taisirul ‘alam juz; 2 hal.451)
Masyru’iyah Udhiyah
Allah Ta’ala telah mansyariatkan kepada para hambanya untuk berudhiyah sebagai suatu ibadah dan juga bernilai muttaba’ah, Allah berfirman dalam surat Al-Kautsar : 2
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Maka dirikanlah Sholat karena Robbmu dan sembelihlah hewan udhiyah”.
Hukum Udhiyah
Para ulama’ berpendapat tentang hukum berudhiyah ( Al Mughni, Ibnu Qudamah : 13/360, Al asilah wal Ajwibah Al Fiqhiyyah, Abdul Aziz Al Muhamad As Sulaiman: III/4 , Al Aziz Syarh Al Wajir : 12/59
Ini adalah pendapat kebanyakan ahlul ilmi, dan diantara ulama’ yang berpendapat seperti ini adalah Suwaid bin Ghoflah, Said bin Musayyib, Al Qomah, Al Aswad, Atho’, Syafi’ie, Ishaq, Abu Tsaur, Ibnu Mundzir, Al Ghozali.
Mereka menyandarkan pendapat mereka krpada hadist berikut :
ورد عن جابر قال : صليت مع رسول الله صلى الله عليه وسلم عيد الأضحى فلمّاانصرف أتي بحبش فذبحه ، فقال : بسم الله والله أكبر ، اللهمّ هذا عنّي وعن من لم يضح من أمتي (رواه أحمد وأبو داود والترمذي)
Diriwayatkan dari Jabir, ia berkata : Saya telah sholat Iedhul Adha bersama Rasullloh Shallallahu ‘alaihi wasallam, dan ketika beliau selesai sholat, maka didatangkan pada beliau seekor domba dan kemudian beliau menyembelihnya, seraya berkata : “Bismillah, Allahu Akbar, ya Allah ini dariku dan dari orang yang belum berudhiyah dari umatku.” (HR. ِِAhmad, Abu Dawud, At Turmudzi)
وعن علي بن الحسين عن أبي رافع أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان إذا ضحى كبشين سمينين أقرنين أملحين ( رواه أحمد )
Artinya : “Dan dari Ali bin Al-Husain dari Rofi’:” Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam apabila datang Hari Udhiyah , beliau membeli dua ekor domba yang gemuk, bertanduk dan warnanya putih campur hitam.( HR.Ahmad).
- Wajib
Ini adalah pendapat Rabi’ah, Malik, Ats Tsauri, Al Auza’I, Al Laits, dan Abu Hanifah. Dasarnya adalah firman Allah Ta’ala surat Al Kautsar ayat: 2 yang berbunyi :
فصلّ لربك وانحر
Artinya : “Maka dirikanlah sholat karena Robbmu, dan berudhiyahlah. (QS. Al-Kautsar : 2)
Kebanyakan Ahli Tafsir berkata : Maksud ayat tersebut yaitu, berudhiyah setelah sholat Ied, sedangkan kata perintah menunjukkan hukum wajib.
Hadits Rosulullah :
عن أبي هريرة رضي الله أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : “من كان له سعة ولم يضح فلا يقربن مصلاّنا (رواه أحمد و ابن ماجه)
Artinya : “ Dari Abu Hurairoh r.a, sesungguhnya Rosulullah S.A.W bersabda : “Barang siapa yang memiliki kemampuan untuk berudhiyah, kemudian ia tidak berudhiyah, maka sekali-kali jangan mendekati tempat sholatku”. (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)
Pendapat yang rojih :
Abdul Aziz Al-Muhammad As-Sulaiman berkata : “Yang rojih menurut saya adalah : pendapat jumhur bahwa berudhiyah hukumnya adalah Sunnah Mu’akkadah atas orang yang mampu untuk berudhiyah dari kaum muslimin, baik yang mukim maupun musafir, kecuali jamaah haji yang ada di Mina.
Imam Malik berkata : “Bahwa mereka tidak wajib berudhiyah. Dan ini juga pendapat yang dipilih oleh Syaikh Ibnu Taimiyyah dan yang lainnya.
Hikmah Disyari’atkannya Udhiyah
Diantara hikmah disyari’atkannya berudhiyah adalah :
- Mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala.
Firman Allah :
فصلّ لربك وانحر
Artinya : “Maka dirikanlah Sholat karena Robbmu, dan berudhiyahlah”. (QS. Al-Kautsar : 2)
قل إن صلاتي ونسكي ومَحياي ومماتي لله رب العالمين {162} لاشريك له …………….
Artinya : “Katankalah ! sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku, hanyalah untuk Allah. Tidak ada sekutu baginya”. (QS. Al-An’am: 162)
- Menghidupkan sunnah Nabi Ibrohim AS
Yaitu, ketika Allah mewahyukan kepada beliau untuk menyembelih anaknya yang bernama Isma’il, yang kemudian ditebus oleh Allah dengan seekor domba.
Firman Allah :
وفديناه بذبح عظيم
Artinya : “ Dan kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar”. (QS. Ash-Shoffat : 107)
- Mencukupi nafkah pada hari Ied dan menyebarkan rohmat kepada orang-orang fakir dan miskin.
- Sebagai rasa syukur kepada Allah atas nikmat yang diberikanNya, yang berupa binatang ternak kepada kita.
Firman Allah :
فكلوا منها وأطعموا القانع والمعتر, كذلك سخرناها لكم لعلكم تشكرون. لن ينال الله لحومها ولادماؤها ولكن يناله التقوى منكم
Artinya : “Maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak minta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur. Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai keridhoan Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya”. (QS.Al-Hajj : 36-37)
Rukun-Rukun Udhiyah
Al-Ghozali berkata, “Rukun udhiyah itu ada empat, yaitu:
- Hewan udhiyah. Yaitu, binatang ternak saja (onta, sapi, kambing, domba) selainnya tidak boleh. Tidak sah berudhiyah dengan domba kecuali sudah genap berumur enam bulan (masuk bulan ke-tujuh), dan kambing kecuali sudah genap berumur 1 tahun (masuk tahun ke-dua). Sapi kecuali sudah genap berumur 2 tahun (masuk umur ke-tiga). Onta kecuali sudah genap berumur 5 tahun (masuk umur ke-enam). Dan dibolehkan berudhiyah dengan jantan maupun betina.
- Waktu berudhiyah. Yaitu waktu Iedul Adha (10 Dzulhijjah) dan hari-hari Tasyriq (11,12,13 Dzulhijjah).
- Orang yang menyembelih. Yaitu orang yang halal sembelihannya, maka ia sah untuk menyembelih.
- Yaitu menyembelih binatang udhiyah sekali sembelihan dengan memotong kerongkongan dan tenggorokan secara sempurna menggunakan alat untuk menyembelih.
Hewan Udhiyah
Allah Ta’alla memerintahkan kita untuk berudhiyah sebagai salah satu bentuk ibadah kita kepadannya.
Allah berfirman :
قل إن صلاتي ونسكي ومَحياي ومماتي لله رب العالمين
Artinya : “Sesungguhnya Sholatku, sembelihanku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Robb semesta alam.” (Q.S. Al An’am : 162 )
Allah juga berfirman :
فصلّ لربك وانحر
Artinya : “Maka tegakkanlah sholat untuk Robbmu dan sembelihlah hewan udhiyah.” ( Q.S. Al Kautsar : 2 )
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
عن أبي هريرة رضي الله أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : “من كان له سعة ولم يضح فلا يقربن مصلاّنا (رواه أحمد و ابن ماجه)
“Siapa yang memiliki keluasan harta lalu tidak mau menyembelih udhiyah, maka jangan sekali-kali mendekati Mushola kami.” (H.R. Ahmad, Ibnu Majah dan Al Hakim )
Hewan Yang Bisa Disembelih Untuk Berudhiyah
Imam An Nawawi menyebutkan perkataan Imam Abu Ishaq Asy Syarozi, ia berkata : “Tidak sah udhiyah itu, kecuali dari binatang ternak, yaitu : Unta, sapi dan kambing.” Berdasarkan firman Allah Ta’alla :
ليذكروا اسم الله على مارزقهم من بهيمة الأنعام
“Supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka.” (Q.S. Al Hajj : 34 ) (Al Majmu’ : 8/286)
Imam An Nawawi juga berkata : “Sebagian ulama’ menyebutkan bahwa adanya ijma’ Ulama’tentang tidak sahnya hewan udhiyah, kecuali dari unta, sapi dan kambing.” Maka tidak sah selain dari hewan-hewan tersebut. ( Al Majmu’ :8/287 )
Jadi hewan yang dijadikan udhiyah adalah unta yang termasuk didalamnya Al Bakhothy ( unta yang besar perutnya ), sapi yang termasuk didalamnya kerbau, dan kambing yang termasuk didalamnya domba dan kambing kacang. ( Al Majmu’ : 8/286 )
Syarat-Syarat Hewan Udhiyah
- Umur hewan udhiyah
Domba yang sudah genap berumur enam bulan (masuk bulan ke-tujuh), dan kambing yang sudah genap berumur 1 tahun (masuk tahun ke-dua). Sapi yang sudah genap berumur 2 tahun (masuk umur ke-tiga). Onta yang sudah genap berumur 5 tahun (masuk umur ke-enam). Dan dibolehkan berudhiyah dengan jantan maupun betina.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
لاتذبحوا مسنة إلا أن يعسرعليكم فتذبحوا جذعة من الضأن والمسنة من الأنعام هي الثنية (رواه مسلم)
“Janganlah kalian menyembelih hewan udhiyah yang telah tua (lanjut usia) kecuali jika menyusahkan kalian (untuk mendapatkan hewan yang masih muda), maka sebelihlah domba yang berumur satu tahun dan binatang ternak yang telah berumur dua tahun.” (H.R. Muslim}
- Kesehatan hewan udhiyah
Tidak sah hewan udhiyah yang akan disembelih, kecuali selamat dari segala kekurangan (kecacatan) pada tubuhnya, maka tidak sah hewan udhiyah yang buta, pincang, patah tanduknya atau terpotong telinga dan ekornya (dari aslinya), dan tidak boleh hewan yang dalam keadaan sakit dan hewan yang sangat kurus.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
أربع لاتجوز في الأضاحي العوراء البين عورها والمريضة البين مرضها والعرجاءالبين ضلعها والكسرة التي لا تنقي – يعني لا نقي فيها- أي لامخ في عظامهاوهي الهازل والعجفاء
“Empat hal yang menyebabkan hewan udhiyah tidak boleh disembelih : hewan yang jelas butanya, hewan yang jelas sakitnya, hewan yang jelas pincangnya dan hewan yang sangat kurus.” (H.R. At Turmudzi ) (Minhajul Muslim: 340)
Jumlah Hewan Udhiyah
Selama ini berkembang pemahaman bahwa seekor sapi cukup untuk tujuh orang dan satu kambing hanya cukup untuk satu orang. Namun riwayat yang shohih dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menerangkan keringanan bagi yang akan menyembelih hewan udhiyah untuk seluruh anggota keluarganya untuk menyembelih sesuai kadar kemampuannya, meskipun hanya satu ekor kambing.
Umaroh bin Abdillah berkata :
“Aku mendengar Atho’ bin Yassar bertanya kepada shahabat Abu Ayyub Al Anshory : “ Bagaimana hewan-hewan udhiyah pada masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam ? Ia menjawab : “Jika berudhiyah dengan kambing umtuk dirinya dan seluruh keluarganya, maka mereka memakannya, dan membagikannya kepada orang lain, sebagaimana yang engkau lihat.” (H.R. At Turmudzi :1055, Ibnu Majah:3147, Malik :2/37 )
Maka dimasa yang sulit dan melonjaknya angka kemiskinan pada saat ini, petunjuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam diatas sangat memberi keluasan kepada umat beliau untuk ikut beramal sesuai dengan kemampuannya.
Syaikh Faishol bin Abdul Aziz Ali Mubarok berkata: “Ini menunjukkan bahwa seekor kambing itu cukup untuk satu keluarga, sementara ada yang berpendapat hanya cukup untuk seorang saja. Dan yang benar yaitu cukup untuk satu keluarga, kendatipun keluarga tersebut berjumlah seratus orang atau lebih, sebagaimana yang ditegaskan oleh sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam. (Mukhtashor Nailul Authar (terj) :4/1615)
Waktu Menyembelih Udhiyah
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
من كان ذبح قبل الصلاة فليعد
Dari Anas ia berkata ; Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda pada hari nahar ; “Barang siapa menyembelih (udhiyah) sebelum shalat (iedul adha) maka hendaklah ia mengulangi” (HR. Bukhari dan Muslim)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
كل أيام التشريق ذبح
“Dan dari Sulaiman bin Musa, dari Jubair bin Muth’am, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda ; “Semua hari tasyriq itu adalah hari menyembelih (udhiyah). (HR. Ahmad)
Dari dalil-dalil diatas, para ulama berbeda pendapat tentang waktu penyembelihan hewan udhiyah:
- Imam Malik berkata ; Tidak boleh menyembelih udhiyah sebelum shalat, khutbah dan penyembelihan imam.
- Imam Ahmad berkata ; Tidak boleh menyembelih sebelum shalatnya imam, sekalipun imam belum menyembelih.
- Ibnul Mundzir berkata ; Para ulama sudah ijma’ bahwa tidakboleh menyembelih udhiyah sebelum terbit fajar. Adapun jika disitu tidak ada imam, maka menurut dzahir hadits diukur dengan shalatnya setiap orang yang hendak udhiyah itu.
- Rabi’ah berkata ; Tentang kelompok yang tidak ada imam, jika mereka itu menyembelih sebelum terbitr matahari maka tidak sah, tetapi jika mereka menyembelih setelah terbit matahari maka dipandang sah.
Syaikh Faishal bin Abdul Aziz berkata; Namun tidak diragukan lagi, bahwa madzhab imam Malik (dalam masalah ini) yang paling sesuai dengan hadits-hadits dalam bab ini. Kemudian beliau berkata; “Dari hadits diatas menunjukkan bahwa hari-hari tasyriq (11, 12 dan 13 Dzulhijjah) itu seluruhnya adalah hari-hari penyembelihan. Inilah pendapat yang lebih kuat berdasar hadits-hadits diatas. (Mukhtashar Nailul Authar : IV/1621-1622).
Tata Cara Menyembelih Udhiyah
- Menghadapkan hewan udhiyah kearah kiblat seraya membaca do’a :
إني وجهت وجهي للذي فطر السماوات والأرض حنيفا مسلما وما أنا من المشركين. إن صلاتي ونسكي ومحياي ومماتي لله رب العالمين . لا شريك له وبذلك أمرت وأنا أول المسلمين
- Ketika menyembelih membaca :
بسم الله والله أكبر
- Menginjakkan kaki pada lambung binatang udhiyah, sebagaimana sabda Rosulullah :
عن أنس رضي الله عنه قال : ضحي رسول الله صلى الله عليه وسلم بكبشين أملحين وأقرنين فرأيته واضعا قدمه على صفاحهما ويسمي ويكبر فذ بحهمابيده
Anas radliyallahu anhu berkata ; Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam berudhiyah dengan dua ekor kambing yang bagus dan bertanduk, lalu aku lihat beliau menginjakkan kakinya pada lambung kedua kambing tersebut lalu beliau menyebut nama Allah dan bertakbir, lalu beliau memotongnya dengan tangannya. (HR. Jama’ah).
- Menajamkan pisau yang digunakan untuk menyembelih
…………..وإذا ذبحتم فأحسنوا الذبح وليحد أحدكم شفرته فليرح ذبيحته
Rosulullah bersabda :” Dan jika kamu menyembelih maka sembelihlah dengan baik. Dan hendaklah seseorang dari kalian menajamkan pisaunya dan menyenangkan sembelihannya. (HR. Muslim)
- Menyembelih di musholla, lapangan, atau tempat yang lapang. Hikmahnya supaya diketahui fakir miskin, dan mereka bisa ikut merasakan daging tersebut, sebagaimana sabda Rosulullah :
عن نافع عن ابن عمر عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه كان يذبح وينحر بالمصلى
- Disunnahkan orang yang berudhiyah menyembelih dengan tangannya sendiri, sebagaimana perkataan Anas :
…. فذبحهمابيده ( رواه الجماعة)
Artinya : “…Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam memotong dua binatang udhiyahnya dengan tangannya sendiri. (HR. Jama’ah).
Pembagian Daging Udhiyah
Dalam pembagian daging udhiyah dibagi menjadi tiga ; sepertiga untuk dimakan keluarga yang menyembelih; sepertiga untuk dishadaqahkan; sepertiga untuk dihadiahkan kepada para sahabat. Tetapi boleh juga dishadaqahkan seluruhnya. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam :
كلوا وادخروا وتصدقوا
“Makanlah daging udhiyah dan simpanlah dan shadaqahkanlah.”
…………. فكلوا مابدا لكم وأطعموا وادخروا
“Makanlah apa yang nampak bagi kamu, berikanlah dan simpanlah.” (HR. Ahmad, Muslim dan Turmudzi, dan dishohihkan oleh Turmudzi)
Boleh menyimpan daging udhiyah melebihi tiga hari
Diperbolehkan menyimpan daging udhiyah lebih dari tiga hari. Ini adalah perkataan kebanyakan ahlu ilmi [Al-Mughni 13/381]
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melarang menyimpan daging udhiyah lebih dari tiga hari. Hal itu agar umat Islam pada saat itu menshodaqohkan kelebihan daging udhiyah yang ada. Namun larangan tersebut kemudian dihapus
Dalam hadits dari Salamah bin Al Akwa’ radhiyallahu, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« مَنْ ضَحَّى مِنْكُمْ فَلاَ يُصْبِحَنَّ بَعْدَ ثَالِثَةٍ وَفِى بَيْتِهِ مِنْهُ شَىْءٌ » . فَلَمَّا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ نَفْعَلُ كَمَا فَعَلْنَا عَامَ الْمَاضِى قَالَ « كُلُوا وَأَطْعِمُوا وَادَّخِرُوا فَإِنَّ ذَلِكَ الْعَامَ كَانَ بِالنَّاسِ جَهْدٌ فَأَرَدْتُ أَنْ تُعِينُوا فِيهَا »
”Barangsiapa di antara kalian berudhiyah, maka janganlah ada daging udhiyah yang masih tersisa dalam rumahnya setelah hari ketiga.” Ketika datang tahun berikutnya, para sahabat mengatakan, ”Wahai Rasulullah, apakah kami harus melakukan sebagaimana tahun lalu?” Maka beliau menjawab, ”(Adapun sekarang), makanlah sebagian, sebagian lagi berikan kepada orang lain dan sebagian lagi simpanlah. Pada tahun lalu masyarakat sedang mengalami paceklik sehingga aku berkeinginan supaya kalian membantu mereka dalam hal itu.” [HR. Bukhari no. 5569 dan Muslim no. 1974]
Dalam hadits lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tegas menghapus larangan tersebut dan menyebutkan alasannya. Beliau bersabda,
« كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ لُحُومِ الأَضَاحِى فَوْقَ ثَلاَثٍ لِيَتَّسِعَ ذُو الطَّوْلِ عَلَى مَنْ لاَ طَوْلَ لَهُ فَكُلُوا مَا بَدَا لَكُمْ وَأَطْعِمُوا وَادَّخِرُوا ». قَالَ وَفِى الْبَابِ عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ وَعَائِشَةَ وَنُبَيْشَةَ وَأَبِى سَعِيدٍ وَقَتَادَةَ بْنِ النُّعْمَانِ وَأَنَسٍ وَأُمِّ سَلَمَةَ. قَالَ أَبُو عِيسَى حَدِيثُ بُرَيْدَةَ حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ.
“Dulu aku melarang kalian dari menyimpan daging udhiyah lebih dari tiga hari agar orang yang memiliki kecukupan memberi keluasan kepada orang yang tidak memiliki kecukupan. Namun sekarang, makanlah semau kalian, berilah makan, dan simpanlah.”[ HR. Tirmidzi no. 1510]
Larangan Menjual Kulit Udhiyah & Memberi Upah Bagi Tukang Sembelih
Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam :
عن علي بن أبي طالب رضى الله عنه قال : أمرني رسول الله صلى الله عليه وسلّم : أن أقومَ علىَ بدنهِ وأتصدّقَ بلحومها وجلودها وأجلّتها ، وأن لا أعطى الجازرَ منها شيئً ، وقال : نحن نعطيه من عند نا ( متفق عليه )
“Dari Ali Bin Abi Thilob radhiyallahu anhu ia berkata : “ Aku diperintahkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam supaya mengurus untanya, serta menyedekahkan daging, kulit dan kelasa (punuk)nya, dan kiranya aku tidak akan memberikan sedikitpun dari binatang udhiyah tersebut kepada tukang sembelih. Seraya beliau bersabda : “Kami akan memberi dia dari bagian kami sendiri.” (HR. Ahmad, Bukhori dan Muslim)
وعن أبي سعيدٍ : أنّ قتادة بن النعمان أخبره أنّ النبي صلى الله عليه وسلّم قام, فقال : إني كنت أمرتكم أن لا تأكلوا لحوم الأضاحى فوق ثلاثة أيامٍ ، ليسعكم ، وإني أحلّه لكم, فكلوا منه ماشئتم ، ولا تبيعوا لحوم الهدي والأضاحى ، وكلوا ، وتصدّقوا واستمتعوا بجلودها ، ولا تبيعواها ، وإن أطعمتم من لحومها شيئًا ، فكلوا أنى شئتم ( رواه أحمد )
“Dan dari Abi Sa’id : Sesungguhnya Qotadah bin Nu’man memberitahu kepadanya, bahwa nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam berdiri lalu bersabda : “Aku pernah menyuruhmu kiranya kamu tidak akan makan daging udhiyah sesudah tiga hari untuk memberi kelonggaran kepada kamu, tetapi aku halalkan dia kepada kamu, karena itu makanlah daripadanya sesukamu, dan janganlah kamu jual daging hadyu (Binatang yang disembelih sebagai denda karenba planggaran Hajji atau umrah) dan daging udhiyah, makanlah, sedekahkanlah dan pergunakanlah kulitnya tetapi jangan kamu jual dia, sekalipun sebagian dari dagingnya itu kamu berikan, makanlah sesukamu.” (HR. Ahmad )
Penjelasan :
Syaikh Faishol bin Abdul Aziz Al-Mubarok berkata : Perkataan : “dan kiranya kami tidak akan berikan sedikitpun dari daging udhiyah itu kepada tukang sembelih” Itu menunjukkan, bahwa tukang sembelihnya itu tidak boleh diberi sedikitpun dari daging udhiyah tersebut ( sebagai upah ) jadi bukan tidak diberinya semata-semata itu yang dimaksud, tetapi yang dimaksud disini adalah pemberian karena menyembelihnya itu.
Al Qurthubi berkata : “Hadits ini menunjukkan, bahwa kulit binatang udhiyah atau hadiah dan punuknya tidak boleh dijual, karena kata “julud” : ( kulit ) dan “Ajillah” : (punuk ) itu ma’thuf ( dihubungkan ) dengan lahm ( daging ) jadi hukumnya sama. Sedang para ulama’ telah sepakat, bahwa daging udhiyah itu tidak boleh dijual. Maka begitu pula kulitnya dan punuknya.
Perkataan “Manfaatkanlah kulitnya dan jangan kamu jual dia” itu menunjukkan diperkenankanya memanfaatkan kulit udhiyah tetapi jangan dijual. (Mukhtashor Nailul Author, Syaikh Faishol bin Abdul Aziz Al Mubarok : 4/58).
Wallahu A’lamu bish Shawab
http://www.annursolo.com/fiqih-udhiyah/
Tentang “syarat kambing domba yang telah mencapai umur satu tahun atau lebih ( Jadza’ ), dan unta yang telah mencapai umur empat tahun dan masuk tahun kelima, sedangkan untuk sapi atau kambing, yang telah berumur dua tahun atau lebih” seperti tertulis dalam artikel mohon diperiksa ulang dari kitab aslinya terutama pada kata “kambing domba” dan “atau kambing”.
Sekedar sharing, bila berkenan tolong dikoreksi artikel saya:
http://alamislam.com/perbedaan_syarat_umur_domba_dan_kambing_kurban_512.htm
http://alamislam.com/hukum_berkurban_hewan_gemuk_besar_tapi_belum_berumur_513.htm
Jazakallah atas artikelnya
Pembahasan fiqih udhiyah di sini sangat membantu dan sangat melengkapi artikel kami Fiqih Udhiyah oleh Syekh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi.
Jazaakumullah Khair, Ust Tengku.