Hari raya Idul Adha merupakan salah satu momen yang selalu ditunggu-tunggu oleh seluruh umat Islam. Di hari itu umat Islam dapat merasakan nikmatnya menyantap daging. Yang selama ini tidak pernah atau jarang menyantapnya karena harganya yang relatif mahal, di hari itu mereka bisa merasakan kenikmatannya. Itulah salah salah satu hikmah disyariatkannya udhiyah bagi umat Islam.
Syariat udhiyah mengajarkan bahwa semua orang berhak mendapatkan bagian yang sama. Tidak membeda-bedakan. Hal ini menegaskan bahwa yang terbaik di sisi Allah bukanlah mereka yang kaya, akan tetapi mereka yang paling bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam surat Al-Kautsar ayat 1-2:
إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ، فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
Sungguh, Kami telah memberimu (Muhammad) nikmat yang banyak. Maka laksanakanlah shalat karena Rabbmu dan berkubanlah (sebagai ibadah mendekatkan diri kepada Allah).
Setelah disebutkan kenikmatan yang besar, Allah memerintahkan hamba-Nya untuk mendirikan shalat dan berkurban sebagai bukti rasa syukur atas nikmat-nikmat itu. Kurban pada hakikatnya tidak sekedar mengalirkan darah binatang sembelihan, tidak sekedar memotong hewan kurban. Namun, lebih dari itu, berkurban berarti sebuah ketundukan seorang hamba secara total terhadap perintah Allah dan sikap menghindar dari yang dilarang oleh-Nya.
Karena tidak mungkin jika harus menghabiskan seluruh daging udhiyah di hari tasyrik, masyarakat terbiasa menyimpan daging udhiyah untuk beberapa waktu. Sering juga kita jumpai, daging udhiyah dengan sengaja diawetkan menjadi kornet atau daging kalengan. Dalam keadaan lain, beberapa keluarga dengan sengaja mendiamkannya di dalam lemari pendingin untuk dimakan setelah berminggu-minggu bahkan beberapa bulan kemudian.
Setelah menelaah tuntunan Rasulullah dalam pelaksanaan Idul Adha, dalam beberapa literatur hadits disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam pernah melarang para sahabat untuk menyimpan daging kurban melebihi tiga hari.
Dari Aisyah Radhiyallahu’anha pernah bercerita tentang daging kurban yang telah diawetkan kemudian ia hidangkan kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam. Beliau bersabda:
لاَ تَأْكُلُوا إِلاَّ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ
“Jangan kalian makan jika telah melebihi dari tiga hari.” (HR. Bukhari; 5570)
Hal ini kemudian menjadi perbincangan di kalangan Ulama. Mengikuti hadits tesebut, ada sebagian Ulama yang menetapkan bahwa waktu maksimal penyimpanan daging udhiyah adalah tiga hari. Tidak boleh melebihi itu.
Larangan Rasulullah ini berkaitan dengan orang-orang Arab yang datang dari desa-desa ke dalam kota. Lalu Rasulullah melarang penduduk Madinah untuk menyimpan daging kurban lebih dari tiga hari. Hal ini dimaksudkan agar orang-orang Arab badui itu pulang ke kampungnya tanpa tangan hampa. (Fathul Bari 11/142)
Akan tetapi dalam kesempatan lain, Rasulullah pernah membolehkan sahabatnya untuk memakan daging kurban yang telah disimpan lebih dari tiga hari.
Dari Salamah bin Al-Akwa’ berkata, Rasulullah Shallallahu‘alaihi wa Sallam bersabda:
مَنْ ضَحَّى مِنْكُمْ , فَلاَ يُصْبِحَنَّ بَعْدَ ثَالِثَةٍ , وَفِي بَيْتِهِ مِنْهُ شَيْءٌ , فَلَمَّا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ ، قَالُوا : يَا رَسُولَ اللهِ , نَفْعَلُ كَمَا فَعَلْنَا عَامَ الْمَاضِي ؟ قَالَ : كُلُوا , وَأَطْعِمُوا , وَادَّخِرُوا فَإِنَّ ذَلِكَ الْعَامَ كَانَ بِالنَّاسِ جَهْدٌ , فَأَرَدْتُ أَنْ تُعِينُوا فِيهَا
“Barangsiapa yang berkurban di antara kalian, maka janganlah di pagi hari setelah hari ketiga di rumahnya masih tersisa sedikit dari daging kurban.” Ketika datang tahun setelahnya, mereka berkata, “Wahai Rasulullah, kami akan melakukan sebagaimana yang dilakukan tahun yang lalu (yaitu tidak menyimpan daging kurban lebih dari tiga hari, -pen). Beliau bersabda, “(Tidak), sekarang silakan kalian makan, memberi makan, dan menyimpannya, karena sesungguhnya pada tahun lalu manusia ditimpa kesulitan (kelaparan/krisis pangan), sehingga aku ingin kalian membantu mereka (yang membutuhkan makanan).” (HR. Bukhari; 5569)
Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa pelarangan menyimpan daging kurban melebihi tiga hari terjadi pada tahun 9 Hijriyah. Sedangkan dibolehkannya terjadi pada tahun 10 Hijriyah.
Dari dalil di atas, kebanyakan Ulama berdalil akan bolehnya menyimpan daging kurban lebih dari tiga hari. Inilah pendapat jumhur atau mayoritas Ulama. Sedangkan ‘Ali dan Ibnu ‘Umar tetap tidak membolehkan daging qurban disimpan lebih dari tiga hari karena tidak sampai pada mereka mengenai hadits tentang keringanan bolehnya menyimpan lebih dari tiga hari. Mereka berdua memang mendengar hadits larangan dari Rasul Shallallahu‘alaihi wa Sallam sehingga mereka meriwayatkan sesuai dengan apa yang mereka dengar. (Al-Mausuah Fiqhiyah 2:350)
Di sini kita mendapatkan pelajaran pentingnya memahami hadits Rasulullah secara utuh dengan menimbang konteks asbabul wurud, tarikh riwayat, dan kemungkinan riwayat lain.
Kita tidak dapat langsung mengamalkan sebuah riwayat hadits Rasulullah yang melarang sesuatu, dalam hal ini penyimpanan daging kurban tanpa membaca riwayat lain yang berkaitan dengan masalah ini dan pertimbangan lain di dalam memahami sebuah hadits Rasulullah begitu saja. (Ibnu Abdullah)
BACA JUGA: Hakikat Rasa Malu