Istiqamah di Atas Kebenaran di Tengah Tantangan Zaman
Oleh Jaisyu Muhammad (Mahasantri Ma’had Aly An-Nuur)
Segala puji hanya milik Allah ﷻ yang telah melimpahkan nikmat dan karunianya sehingga tulisan ini bisa sampai di hadapan para pembaca yang budiman.
Shalawat dan salam semoga tercurah limpahkan kepada junjungan alam nabiyullah nabi Muhammad ﷺ, berikut istri-istri beliau, sahabat-sahabat beliau, serta orang-orang yang senantiasa istiqomah di atas jalan beliau sampai hari kiamat kelak.
Islam adalah agama rahmatan lil’alamin yang menuntun umat kepada jalan kebaikan dan kebenaran. Segala aspek dan solusi dari dinamika kehidupan telah diatur dalam Islam, sehingga menjadikan setiap muslim hidup dengan keteraturan dan keteladanan.
Dengan bimbingan cahaya ilmu dan keimanan, seseorang bisa senantiasa istiqamah menapaki jalan yang lurus dan terhindar dari jurang-jurang kesesatan.
Rasulullah ﷺ merupakan sebaik-baik suri teladan yang telah mengajarkan kepada umatnya akan akhlak-akhlak terpuji dalam kehidupan sehari-hari.
Namun bisa kita saksikan keadaan generasi muda-mudi zaman sekarang, dan merupakan generasi yang terkenal dengan sebutan “gen z”, mereka hidup di tengah-tengah tantangan zaman yang penuh dengan fitnah, baik berupa fitnah syubhat maupun syahwat, yang mana sangat sedikit dari mereka untuk tetap istiqamah dalam menjalankan syariat dan menjauhi larangan.
Di tengah-tengah guncangan dan tantangan yang ada, tidak semua dari mereka merupakan orang yang menyalahi aturan syariat, masih ada dari mereka yang senantiasa istiqamah di atas jalan kebaikan, layaknya memegang bara api yang menyala dengan panasnya.
Walau terasa sangat sulit, tapi itu semua akan menjadi indah jika dijalankan dengan hati yang senantiasa mengharap cinta dan rida-Nya. Allah ﷻ berfirman
مَنۡ عَمِلَ صَٰلِحٗا مِّن ذَكَرٍ أَوۡ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤۡمِنٞ فَلَنُحۡيِيَنَّهُۥ حَيَوٰةٗ طَيِّبَةٗۖ وَلَنَجۡزِيَنَّهُمۡ أَجۡرَهُم بِأَحۡسَنِ مَا كَانُواْ يَعۡمَلُونَ
“Barangsiapa yang mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An-Nahl: 97)
Dalam ayat yang mulia ini, Allah ﷻ telah menjanjikan ganjaran yang sangat besar kepada setiap orang-orang beriman dan melakukan amal saleh.
Allah ﷻ bisa saja memberikan ganjaran dan balasan yang lebih baik dari apa-apa yang di usahakan oleh seorang hamba sesuai apa yang di kehendaki-Nya.
Rasulullah ﷺ membawa risalah Islam sebagai kabar gembira dan peringatan bagi manusia dalam keadaan asing di tengah-tengah kaum Quraisy, sehingga tidak heran jika banyak dari mereka menolak ajaran beliau.
Bahkan, cacian dan makian yang didengar dan dirasakan oleh baginda setiap harinya menjadi penghambat dalam menjalankan tugas utama beliau, yaitu dakwah.
Pada zaman sekarang, umat Islam tampak asing di mata dunia, yang seakan-akan hanya tersisa tinggal namanya.
Nilai-nilai Islam lambat laun mulai memudar, kemaksiatan merajalela yang kerap menghantui semua kalangan, baik dari kaum muda dan remaja, maupun orang tua dan lansia, semua itu tidak lepas dari jerat dan langkah-langkah setan yang menjerumuskan kepada jurang kesesatan.
Rasulullah ﷺ bersabda:
بَدَأَ الإِسْلاَمُ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ
“Islam datang dalam keadaan yang asing, akan kembali pula dalam keadaan asing. Sungguh beruntunglah orang yang asing” (HR. Muslim)
Imam An-Nawawi menyebutkan dalam kitabnya bahwa Al-Qadhi ‘Iyadh menjelaskan makna hadits di atas yaitu
أَنَّ الإِسْلاَمَ بَدَأَ فِي آحَادٍ مِنْ النَّاس وَقِلَّةٍ ، ثُمَّ اِنْتَشَرَ وَظَهَرَ ، ثُمَّ سَيَلْحَقُهُ النَّقْص وَالإِخْلال حَتَّى لا يَبْقَى إِلَّا فِي آحَادٍ وَقِلَّةٍ أَيْضًا كَمَا بَدَأَ
“Islam dimulai dari segelintir orang dari sedikitnya manusia, lalu Islam menyebar dan menampakkan kebesarannya. Kemudian keadaannya akan surut, sampai Islam berada di tengah keterasingan kembali. Berada pada segelintir orang dari sedikitnya manusia, sebagaimana pada mulanya.” (Syarah Shahih Muslim, 2:143)
Berdasarkan hadits di atas dan apa yang telah dicantumkan oleh Imam An-Nawawi dalam kitabnya tersebut, Rasulullah ﷺ menerangkan bahwa Islam datang dalam keadaan asing dan akan kembali asing pula.
Akan tetapi, beliau memberikan kabar gembira kepada orang-orang yang asing tersebut yakni mereka akan memperoleh keberuntungan.
Bagaimana tidak? Mereka hidup di tengah tantangan zaman namun mereka sangat percaya diri dengan senantiasa menghidupkan syiar-syiar Islam, mereka tidak malu berbusana muslim di tengah keramaian anak-anak muda yang hanya mengikuti tren agar terlihat keren.
Mereka rela mengorbankan waktu demi belajar dan mendalami ilmu agama, baik belajar di lingkungan pesantren, mengikuti komunitas hijrah atau tablig akbar.
Bahkan sebagian menggunakan metode-metode belajar lain yang mana sangat minim sekali dari orang-orang selainnya yang memiliki niat untuk mempelajari serta mendalami ilmu agama dan mengamalkannya.
Mereka itulah termasuk orang-orang yang beruntung, tampak asing di mata manusia, namun tampil nyata di mata Rabbnya.
Rasulullah ﷺ bersabda
يَأْتِى عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ الصَّابِرُ فِيهِمْ عَلَى دِينِهِ كَالْقَابِضِ عَلَى الْجَمْرِ
“Akan datang kepada manusia suatu zaman, orang yang berpegang teguh pada agamanya seperti orang yang menggenggam bara api.” (HR. Tirmidzi no. 2260)
Pada hadits di atas, Rasulullah ﷺ telah menerangkan kepada kita akan keadaan umat akhir zaman, yang mana merupakan umat yang memiliki tantangan sangat besar dalam berpegang kepada kebenaran, layaknya menggenggam bara api yang dapat membakar kulit dan daging.
Mulai dari pergaulan, jika tidak dilandasi dengan batasan-batasan syariat maka akan menjalar kepada perbuatan-perbuatan yang melampaui batas seperti perzinaan, homoseksual, penggunaan miras (minuman keras) dan obat-obat terlarang, penipuan, bahkan perjudian.
Apalagi segala aspek dalam interaksi dan komunikasi terakses dengan sangat muda dengan adanya internet, yang mana jika disalahgunakan maka akan menjadi bumerang dan menjadi sumber kemaksiatan dan kelalaian bagi penggunanya.
Oleh sebab itu hendaknya bagi setiap muslim untuk senantiasa menjaga diri agar tidak terjerumus oleh kenikmatan hawa nafsu dan godaan setan yang terkutuk, sehingga yang harus ditanamkan pada diri ialah senantiasa berpikir sebelum bertindak.
Jangan tanyakan kepada diri kita; “apakah nafsu saya suka atau tidak?” tapi tanyakanlah kepada diri kita, “apakah Allah ﷻ suka atau tidak?”
Hendaknya pula untuk senantiasa mengutamakan Allah ﷻ di atas syahwat. Memang, menjaga diri dari fitnah duniawi sangatlah sulit, tapi itu semua akan Allah ﷻ ganti dengan yang lebih baik.
Dalam hal ini pentingnya bagi kita untuk senantiasa istiqamah menjaga keimanan dan ketakwaan agar tetap berada di atas jalan kebenaran.
Para ulama menjelaskan bahwa iman terkadang bisa saja naik dan bisa pula turun, iman akan meningkat jika seseorang senantiasa menjalankan kebaikan dan ketaatan kepada Allah ﷻ dan sebaliknya bisa turun jika seseorang melakukan kemaksiatan kepada-Nya.
Allah ﷻ berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱصۡبِرُواْ وَصَابِرُواْ وَرَابِطُواْ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu, kuatkanlah kesabaranmu, tetaplah bersiap siaga di perbatasan (negerimu), dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.” (QS. Ali ‘Imran: 200)
Pada ayat tersebut Allah ﷻ memperingatkan orang-orang yang beriman agar senantiasa bertakwa kepada Allah ﷻ dan senantiasa bersabar, baik sabar dalam menjalankan ketaatan maupun sabar dalam menjauhi maksiat.
Bukan hanya sabar saja yang Allah perintahkan, tapi juga agar manusia tetap berpegang teguh di atas kesabaran tersebut dan selalu komitmen di jalan Allah ﷻ, agar bisa menjadi hamba sekaligus umat Rasulullah yang tergolong menjadi orang-orang yang istiqamah, selamat baik di dunia maupun di akhirat. Barakallahu fikum, wa lastu bi khairikum, wallahu a’lam.