Oleh: Faiz Taufiqurrahman
Anak adalah rezeki yang dianugrahkan langsung dari Allahﷻ, tidak melalui dukun atau paranormal. Itulah takdir yang hanya Allahﷻ berikan melalui berbagai ikhtiar yang dilakukan manusia. Artinya, selama manusia mau berusaha menuju takdirnya maka Allahﷻ akan mendekatkan tujuan yang ingin dicapai terhadap manusia itu. Di sisi lain, kita dapat berusaha “mengatur” kelahiran sesuai dengan syari’at Allahﷻ.
Islam sangat menganjurkan umatnya memperbanyak keturunan. Selain agar mengisi alam semesta ini dengan orang-orang shalih dan beriman juga Rosulullah berbangga dengan jumlah umatnya yang banyak pada hari kiamat. Namun, bukan berarti penganjuran itu hanya terfokus pada jumlahnya yang banyak, tapi juga kualitasnya. Sehingga menjadi kewajiban orang tua setelah memperbanyak keturunan adalah mendidiknya dengan pendidikan yang baik.
Diantara metode untuk mengoptimakan pendidikan anak adalah dengan mengatur jarak kelahiran anak. Hal ini penting mengingat bila setiap tahun melahirkan anak, akan membuat sang ibu tidak punya kesempatan untuk memberikan perhatian kepada anaknya. Bukan hanya itu, nutrisi dalam bentuk ASI yang sangat dibutuhkan pun akan berkurang. Padahal secara alamiyah, seorang bayi idealnya menyusu kepada ibunya selama dua tahun meski bukan sebuah kewajiban.
Namun sangat di sayangkan pengaturan jarak kelahiran itu sendiri masih menjadi problem dilematis dalam keluarga muslim. Diantaranya dari segi hukum syar’i yang tampak bertentangan dengan program negara, termasuk metode apa yang paling tepat untuk digunakan. Perlu kita garis bawahi bahwa mengatur jarak kelahiran bukan berarti membatasi. Slogan program KB “Dua anak cukup laki-laki dan wanita sama saja” itu pemahaman yang telah mengakar di masyarakat. Hal tersebut telah membentuk lingkungan yang berpaham keliru secara turun-temurun. Banyak yang mengunakan alasan ekonomi untuk takut mempunyai banyak anak. Mereka takut lapar atau menanggung biaya Pendidikan yang tinggi. Padahal anak bukalah penyebab datangnya kemiskinan, namun sebaliknya.
Dengan alasan inilah, atau berbagai jenis alasan lain, juga karena masyhurnya program KB ini di seluruh dunia tak terkecuali Indonesia, mendorong banyak pasangan suami istri memilih bergabung dalam program KB untuk mengatur jarak kelahiran atau membatasi jumlah anak mereka. Hanya saja, banyak yang kemudian melakukannya namun tidak berlandaskan hukum Islam. Berangkat dari problematika tersebut, di dalam makalah ini penulis memilih untuk mengkaji bagaimana pandangan Islam dalam perkara ini. Sehingga dengan ini ummat tidak lgi keliru dalam menyikapinya dan tidak lagi ragu, apakah harus melakukannya ataukah memilih meninggalkannya.
Pengertian KB (Keluarga Berencana)
Secara etimologi istilah KB berasal dari kata keluarga dan berencana. Apabila kata ini dipisah, maka “keluarga” mempunyai arti tersendiri, demikian juga dengan kata “berencana”. Yang dimaksud di sini ialah unit terkecil di dalam masyarakat yang anggota-aggotanya adalah ayah dan ibu atau ayah, ibu dan anak.[1] Satuan kekerabatan yang sangat mendasar dalam masyarakat.[2]
Secara terminologi keluarga berencana adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan melalui promosi, perlindungan dan bantuan sesuai hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas.[3]
Di dalam Islam terdapat dua hal yang berkaitan dengan KB, pertama, Tahdid an-Nasl (pembatasan keturunan) yaitu menghentikan proses kelahiran secara mutlak dengan membatasi jumlah anak. Dapat dilakukan dengan alamiah atau mengguanakan alat-alat kontrasepsi yang beragam. Kedua, Tanzhim an-Nasl (pengatauran atau penjarangan kelahiran) yaitu mengguanakan sarana-sarana atau metode yang dapat mencegah kehamilan dalam masa yang temporal, berkala atau sementara dan tidak dimaksudkan untuk pemutusan keturunan selamanya. Tetapi dilakukan tujuan kemaslahatan yang di sepakati oleh suami dan istri[4]
YUK IKUT BERAMAL JARIYAH; PEMBANGUNAN GEDUNG KANTOR DAN KELAS BARU
Sejarah Kemunculan KB
Ide keluarga berencana dimunculkan dari teori mengenai penduduk yang dikemukakan oleh Thomas Robert Maltus yang hidup pada 1774-1824.[5] Yang kemudian timbul bermacam-macam pandangan sebagai perbaikan teori Maltus tersebut. Maltus mengatakan bahwa pertumbuhan penduduk jauh lebih cepat dari bahan makanan. Akibatnya pada suatu saat akan terjadi perbedaan yang besar antara penduduk dan kebutuhan hidup.
Pada intinya, teori ini didasarkan oleh kekhawatiran maltus akan meningkatnya populasi penduduk sehingga menyebabkan kemiskinan dan berujung pada kegagalan suatu bangsa serta mengurangi kekuatan negara. Sehingga menurutnya, ada faktor-faktor pencegah yang dapat mengurangi kegoncangan dan kepincangan terhadap perbandingan antara penduduk dan manusia.
Selanjutnya, upaya keluarga berencana timbul atas inisiatif sekelompok orang yang menaruh perhatian pada masalah kesehatan ibu, yaitu pada awal abad XIX di Inggris (London) yaitu Marie Stopes (1880-1950) yang menganjurkan pengaturan kehamilan di kalangan buruh.
Di Amerika Serikat dipelopori oleh Margareth Sanger, lahir di Corny New York (1883-1966) dengan program birth controlnya merupakan pelopor KB modern.[6]
Pada tahun 1913 Margaret Sanger pergi ke Eropa untuk mempelajari pengetahuan di bidang kontrasepsi. Sekembalinya dari Eropa ia terus berjuang menyebarkan ilmunya dan mendirikan berbagai organisasi. Usaha Margareth berkembang terus ke seluruh dunia termasuk di Indonesia. Dengan demikian tepatlah kalau dikatakan sebagai tonggak pemulaan sejarah keluarga berencana adalah Margareth Sanger.
Lahirnya istilah pembatasan keturunan di negara Islam, merupakan hasil upaya dari Amerika dan Eropa, dengan tujuan untuk menanggulangi krisis ekonomi yang sedang menimpa suatu bangsa tertentu tanpa membedakan antara negara maju dan negara berkembang. Pada awalnya, ide ini disebarkan secara tertutup, kemudian sedikit demi sedikit masuk ke negara-negara islam. Ketika Israel dan Amerika Serikat menjajah Palestina dengan mengusir penduduk serta merampas harta kekayaannya, kemudian mereka khawatir dan takut terhadap meningkatnya angka kelahiran umat Islam di Palestina. Mereka mencetuskan ide pembatasan angka kelahiran untuk memerangi umat Islam secara perlahan-lahan lewat perang idiologi.[7]
Tujuan Pelaksanaan KB
Secara umum istilah KB dikenal di kalangan ulama kontemporer dengan sebutan tahdid an-nasl. Jika ditinjau dari pelaksanaannya, KB memiliki beberapa tujuan, diantaranya membatasi keturunan dan mengatur jarak kelahiran. Berangkat dari tujuan itu para ulama membaginya ke dalam dua istilah. Yaitu tahdid an-nasl dan tanzhim an-nasl.[8]
Sebagian ulama mendefinisikan tahdid an-nasl sebagai upaya pencegahan kehamilan secara total setelah memiliki anak dalam jumlah tertentu atau untuk pemandulan permanen. Dan ada pula yang menyamakan antara tahdid dan tanzhim yaitu sebagai upaya yang dilakukan dalam rangka menyedikitkan keturunan.[9]
Namun, kebanyakan dari para pengkaji dalam masalah ini menggunakan istilah tahdid an-nasl sebagai pemberhentian kehamilan setelah memiliki anak dalam jumlah tertentu. Dan menggunakan istilah tanzhim an-nasl untuk mencegah kehamilan pada waktu-waktu tertentu saja atau pada satu keadaan dan tidak pada keadaan yang lain. Adapun wasilah atau perantara dalam merealisasikan salah satu dari keduanya adalah dengan man’u al-hamli. Istilah ini juga yang dugunakan oleh al-Majami’ al-Fiqhiyah.[10]
Adapun menurut Dr. Muhammad Abdul Hamid an-Naqib, bahwa at-tanzhim berasal dari kata nizham, dan at-tahdid berasal dari kata al-had. Sehingga maksud dari at-tanzhim adalah menjadikan sesuatu teratur. Sebagaimana yang dikatakan oleh Dr. Mahmud Akam bahwa tidak termasuk kategori dharurah jika maksud akhirnya adalah untuk menyedikitkan anak. Namun, kadang kala tujuannya adalah demi kesehatan anak dan ibu, terkadang untuk memaksimalkan pendidikan, atau tujuan-tujuan lain. Adapun tahdid an-nasl adalah menghentikan keturunan dalam batasan tertentu atau jumlah tertentu. Namun terkadang pula keputusan suami istri untuk menghentikan kehamilan disebabkan suatu penyakit yang menimpa si istri, atau melewati usia tertentu, atau setelah memiliki 4 orang anak dan berbagai bentuk lainnya.[11]
Sedangkan man’u al-hamli adalah wasilah atau perantara untuk mencapai salah satu dari keduanya sebagaimana pendapat kebanyakan pengkaji dalam permasalahan ini, bahwa man’u al-hamli tidak termasuk dari keduanya ditilik dari teori dan penerapannya. Bukan juga sebagai sasaran dan tujuan, melainkan perantara untuk mencapai sebuah tujuan.[12]
Hukum Melakukan KB
Pada dasarnya, Islam sangat menganjurkan umatnya untuk memperbanyak keturunan. Diantara hadits yang menerangkan hal tersebut adalah hadits riwayat Ma’qal bin Yasar ketika datang seorang laki-laki meminta pendapat Rasulullah ﷺ mengenai calon istrinya yang memiliki nasab yang baik dan cantik namun mandul, maka beliau mengatakan “jangan” lalu ia bertanya untuk kedua kalinya, maka Rasulullah ﷺ bersabda:
تزوجوا الودود الولود فإني مكاثر بكم الأمم
“Nikahilah wanita yang penyayang dan banyak anak (subur), karena sesungguhnya aku akan bebangga banyaknya jumlah kalian di hadapan umat-umat terdahulu.” [13](HR: an-Nasa’i, Abu Dawud).
Dalam hadits di atas sangat jelas sekali bahwa Islam menganjurkan umatnya untuk memperbanyak keturunan. Sehingga upaya-upaya yang dilakukan untuk menyedikitkan keturunan sangat tidak sejalan dengan syari’at bertanasul.[14] Permasalahan mengenai pengaturan kehamilan bukanlah hal baru, secara sekilas dan tersirat Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya pernah membahas masalah ini yaitu dalam permasalahan azl. Meski begitu, tidak ada dalil sharih yang menegaskan tentang permasalahan ini. Sebab dalam azl sendiri para ulama berselisih pendapat tentang kemubahannya. Banyak ulama yang berusaha mengkaji masalah yang berkaitan dengan azl, namun tidak ada ijma’ yang menetapkan secara pasti hukum tersebut.[15] Sehingga pendapat ulama mengenai hal ini sangat bermacam-macam.
- KB Dengan Tujuan Tahdid
Di dalam kitab Fiqih an-Nawazil dijelaskan bahwa apabila melakukan KB dalam rangka membatasi keturunan secara mutlak[16] hukumnya adalah haram[17], baik penerapan yang bersifat umum kepada masyarakat atau yang bersifat perorangan.[18] Kecuali bagi orang yang berada pada suatu keadaan yang mengharuskannya melakukan hal itu.[19] Sebab memperbanyak keturunan merupakan sebuah perintah yang sangat dianjurkan di dalam Islam.[20] Dan nasl adalah salah satu dari dharuriyatul khamsah yang telah disepakati kewajiban menjaganya oleh para ulama.[21]
Syaikh Abdullah bin Abdul Aziz bin Bazz dalam fatwanya ketika ditanya, Apa hukum KB?
Beliau menjawab, Ini adalah permasalahan yang muncul sekarang, dan banyak pertanyaan muncul berkaitan dengan hal ini. Permasalahan ini telah dipelajari oleh Haiah Kibaril Ulama’ (Lembaga Riset Ulama’ di Saudi) didalam sebuah pertemuan yang telah lewat dan telah ditetapkan keputusan, yang ringkasnya adalah tidak boleh mengkonsumsi pil-pil untuk mencegah kehamilan. Karena Allah Ta’ala Subhanahu Wa Ta’ala mensyari’atkan untuk hamba-Nya sebab-sebab untuk mendapatkan keturunan dan memperbanyak jumlah umat. Rosulullah ﷺ bersabda:
تزوجوا الولود الودود فإني مكاثر بكم الأمم يوم القيامة. وفي رواية : الأنبياء يوم القيامة
Artinya: “Nikahilah wanita yang banyak anak lagi penyayang, karena sesungguhnya aku berlomba-lomba dalam banyak umat dengan umat-umat yang lain di hari kiamat (dalam riwayat yang lain: dengan para nabi di hari kiamat”.[22]
Karena umat itu membutuhkan jumlah yang banyak, sehingga mereka beribadah kepada Allah Ta’ala, berjihad di jalan-Nya, melindungi kaum Muslimin dengan izin Allahﷻ, dan Allahﷻ akan menjaga mereka dari tipu daya musuh-musuh mereka. Maka wajib untuk meninggalkan perkara ini (membatasi kelahiran), tidak membolehkannya dan tidak menggunakannya kecuali darurat. Jika dalam keadaan darurat maka tidak mengapa, seperti:
- Sang istri tertimpa penyakit didalam rahimnya atau anggota badan yang lain, sehingga berbahaya jika hamil, maka tidak mengapa (menggunakan pil-pil tersebut) untuk keperluan ini.
- Demikian juga, jika sudah memiliki anak banyak, sedangkan istri keberatan jika hamil lagi, maka tidak terlarang mengkonsumsi pil-pil tersebut dalam waktu tertentu, seperti setahun atau dua tahun dalam masa menyusui, sehingga ia merasa ringan untuk kembali hamil, sehingga ia bisa mendidik dengan selayaknya.
Adapun jika penggunaanya dengan maksud dalam berkarir atau supaya hidup senang atau hal hal lain yang serupa dengan itu, sebagaimana yang dilakukan kebanyakan wanita zaman sekarang, maka hal ini tidak boleh.[23]
Abdul Aziz bin as-Sadiq mengatakan bahwa hal yang melatarbelakangi penerapan dan anjuran KB secara umum di negeri-negeri Eropa adalah kehkawatiran mereka atas perekonomian negara dan kemiskinan yang melanda. Dan ini tentu bertentangan dan tidak sejalan dengan ajaran Islam secara umum.[24] Salah dalam memahami takdir dan kerena kedangkalan akallah menyebabkan mereka berburuk sangka kepada Allah.[25] Padahal Allah Ta’ala menegaskan bahwa Dia-lah yang menanggung rejeki seluruh hamba-Nya. Sebagaimana tertera dalam firman Allah ﷻ :
وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا كُلٌّ فِي كِتَاب مُبِينٍ
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh).” (QS: Hud: 6)
Allah juga membantah orang-orang jahiliyah sebelum Islam yang membunuh anak-anaknya disebabkan kekhawatiran mereka akan kemiskinan dan memperingatkan kaum muslimin dari perbuatan tersebut. Sebab perbuatan tersebut mengandung banyak tindak kejahatan. diantaranya, membunuh jiwa yang diharamkan, berprasangka buruk kepada Allah dan termasuk menjelek-jelekkan Allah.[26]Allah ﷻ berfirman:
وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلَاقٍ نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْ إِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْئًا كَبِيرًا
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kamilah yang memberi rejeki kepada mereka dan kepadamu. Membunuh mereka itu suatu dosa yang besar.” (QS: al-Isra’ : 31)
Sejalan dengan itu, banyak hadits-hadits yang menganjurkan untuk menikahi wanita yang subur dan tidak menikahi wanita-wanita yang mandul. Oleh karena itu, ajakan dan anjuran membatasi keturunan yang diterapkan secara umum kepada seluruh kalangan tanpa adanya pengecualian dan alasan-alasan tertentu adalah tidak boleh secara syar’i. Sebab hal ini bertentangan dengan aqidah dan syari’at Islam. Dan merupakan kesesatan yang nyata.[27]
Adapun pertentangannya dengan aqidah Islam adalah bahwa seorang muslim diwajibkan menyerahkan urusan rezeki sepenuhnya kepada Allah Ta’ala. Sebagaimana firman Allah ﷻ :
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ. مَا أُرِيدُ مِنْهُمْ مِنْ رِزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَنْ يُطْعِمُونِ
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rezeki sedikitpun dari mereka agar mereka memberi makan kepada-Ku.” (QS: adz-Dzariyat: 56-57)
Barangsiapa membatasi keturunan dengan menggugurkan kandungan, maka sungguh ia telah melakukan tiga kejahatan itu atau sebagiannya. Dan barang siapa mencegah kehamilan dengan tanpa menggugurkannya maka dia mendapatkan dosa dari berburuk sangka kepada Allahﷻ. Sedangkan pertentangannya dengan hukum Islam adalah, bahwasanya Islam mencintai umat yang banyak. Dan pembatasan keturunan secara umum akan menyedikitkan jumlah yang akhirnya akan berefek pada lemahnya kaum muslimin.[28]
Hal ini terbukti bahwa setelah orang-orang Eropa memilih membatasi keturunan mereka dalam beberapa kurun waktu, mereka kembali dan menyerukan untuk memperbanyak keturunan setelah mereka menyadari bahwa membasi keturunan sangat berpengaruh pada lemahnya kekuatan pertahanan negara disebabkan sedikitnya jumlah penerus mereka. terlebih dari kalangan para pasukan, sementara peperangan selalu mengintai dan mencerai-berai mereka. maka musnahlah kekuatan besar mereka, sebagaimana yang telah diketahui.[29]
Mencegah kehamilan permanen atau sterilisasi[30] yang dikenal dalam bahasa arab dengan istilah at-ta’qim ad-da’im hukumnya sama. berdasarkan banyaknya dalil yang melarang kebiri.[31] Diantaranya, firman Allah ﷻ,
وَلَأُضِلَّنَّهُمْ وَلَأُمَنِّيَنَّهُمْ وَلَآمُرَنَّهُمْ فَلَيُبَتِّكُنَّ آذَانَ الْأَنْعَامِ وَلَآمُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ اللَّهِ وَمَنْ يَتَّخِذِ الشَّيْطَانَ وَلِيًّا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَقَدْ خَسِرَ خُسْرَانًا مُبِينًا
“Dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya, dan akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka meubahnya”. Barangsiapa yang menjadikan syaitan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata.” (QS: An-Nisa’: 119).
Bahwasanya merubah ciptaan Allah ﷻ adalah tipu daya dan misi setan kepada para pengikutnya. Dan hal itu adalah haram. sedangkan sterilisasi adalah bentuk dari merubah ciptaan, yaitu dengan menghilangkan kemampuan memiliki anak. Meskipun sejatinya ia hanya sebagai fasilitas modern untuk tidak bertanasul, namun hukumnya tetap haram.[32] Imam an-Nawawi berkata, “pengebiran yang dilakukan terhadap manusia adalah haram, baik kepada anak kecil ataupun orang dewasa.”[33]
Juga tertera dalam sabda Rosulullah ﷺ.
حديث سعد بن أبي وقاص-رضي الله عنه- يقول: رَدَّ رَسُوْلُ الله -ص- عَلَى عُثْمَانَ بْنِ مَظْعُوْنِ التَّبَتُّلَ، وَلَوْ أَذِنَ لَهُ لاخْتَصَيْنَا
“Rasulullah sholallahu alaihi wa salam membatah Utsman bin Madh’un rodhiyallahu anhu yang akan membujang, seandainya Beliau mengijinkan, maka kami pasti akan melakukan kebiri”. (HR: Muslim)[34] Bukhari 5074.
Imam an-Nawawi menjelaskan bahwa larangan ini menunjukkan atas pengharaman.[35]
Larangan ini juga berlaku pada pemakaian alat-alat modern yang digunakan untuk mencegah kehamilan permanen beserta segala motifnya,[36] kecuali karena pertimbangan medis yang mendesak.
Adapun keadaan dharurat yang mengharuskan pencegahan kehamilan permanen atau sterilisasi adalah ketika seorang wanita menderita suatu penyakit yang telah divonis oleh seorang dokter yang terpercaya. Yang apabila ia hamil dikhawatirkan akan berujung pada kematian. Dan hal ini diperbolehkan ketika tidak didapati jalan lain atau metode pengobatan lain yang memiliki resiko lebih rendah.[37]
- KB dengan tujuan tanzhim
Lajnah I’dad al-Manahij universitas terbuka Amerika Serikat menetapkan pembolehan melakukan pencegahan kehamilan sementara dengan tujuan menjarak satu kehamilan dengan kehamilan berikutnya atau menghentikannya untuk sementara pada waktu-waktu tertentu apabila dalam keadaan darurat. Seperti apabila seorng ibu hamil maka akan melemahkannya dan membahayakan kesehatannya atau dengan pertimbangan ingin menyempurnakan penyusuan anak. Dengan alasan-alasan tersebut, diperbolehkan mencegah kehamilan sementara. Namun tentunya atas keputusan dan pertimbangan kedua suami istri dan dengan metode yang dibolehkan oleh syar’i.[38]
Syaikh Fauzan bin Ali Fauzan dalam fatwanya ketika ditanya kapan syara’ membolehkan mengkonsumsi pil-pil pencegah kehamilan dengan tujuan untuk menjaga dan memperhatikan pendidikan anak-anaknya yang masih kecil beliau menjawab, tidak boleh mengkonsumsi pil-pil pencegah kehamilan kecuali karena darurat, dengan adanya ketetapan dari dokter bahwa kehamilan tersebut akan menyebabkan kematian sang ibu. Adapun mengkonsumsi pil-pil penunda kehamilan, maka tidak mengapa jika diperlukan, seperti:
- Kondisi kesehatannya tidak memungkinkan untuk hamil berturut-turut dalam selang waktu yang dekat, atau
- Hamil akan membahayakan anak yang sedang ia susui. Dan pil tersebut tidak menghentikan kehamilan, tetapi hanya menunda kehamilan, maka tidak mengapa sesuai dengan kebutuhan tersebut. Dan hal ini dilakukan setelah berkonsultasi dengan dokter yang ahli dalam masalah ini.[39]
Syaikh bin Bazz di dalam kitab fatwanya mengatakan,[40] “ Tidak mengapa memakai alat kontrasepsi untuk mengatur jarak kelahiran untuk menghindari kemudharatan. Akan tetapi, hal itu hendaknya dilakukan pada masa menyusui (tahun pertama dan kedua) hingga tidak menyebabkan kemudharatan untuk kehamilan berikutnya, juga agar tidak berefek buruk pada pendidikan anak-anaknya. Jika kehamilan yang berurutan (dalam waktu dekat) memberikan kemudharatan pada pendidikan anak dan kesehatan dirinya, maka tidak mengapa mengatur jarak kehamilan satu atau dua tahun selama masa menyusui.
Dalam kitab al Islam Aqidah Wa Syari’ah,[41] syeikh Mahmud Syalthut memberi ulasan dalam pembahasan mengatur jarak keturunan memulai dengan dalil dari Al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 233:
وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ
“Para ibu hendaklah menyusui anaknya selama dua tahun yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuannya”. (QS. al-Baqarah: 233)
Ini adalah bimbingan Allah ﷻ untuk para ibu, supaya mereka menyusui anak-anaknya dengan sempurna, yaitu 2 tahun penuh. Jika kedua orang tuanya telah bersepakat untuk menyapihnya kurang dari dua tahun, maka tidak mengapa jika tidak membahayakan anaknya.[42]
Melalui ayat tersebut syari’at islam ingin memberitahukan bahwa masa menyusui yang ideal adalah 2 tahun. Dimana pada masa itu seorang ibu menyusukan anaknya secara sempurna dan bersih. Hal tersebut diperkuat dengan surat al-Ahqaf ayat 15:
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْرًا
“Kami perintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orangtuanya, ibunya telah mengandungnya dengan susah payah dan melahirkan dengan susah payah pula. Masa mengandung sampai menyapihnya adalah selama 30 bulan.” (QS. al-Ahqaf: 15)
Mencegah kehamilan dalam masa tersebut memberikan waktu yang cukup untuk istirahat bagi seorang ibu, dapat mengembalikan kekuatan dan vitalitas perempuan disebabkan hamil dan kepayahan melahirkan. Serta memberi waktu yang cukup luang untuk mendidik dan menumbuhkembangkan anak secara sungguh-sungguh dan giat dengan susu murni. Maka inilah yang merupakan esensi dari memberi jarak kelahiran.[43]
Imam Qurthubi di dalam tafsirnya mengatakan bahwa: jika hamilnya 6 bulan maka masa menyusuinya adalah 24 bulan, jika hamilnya 7 bulan maka masa menyusuinya adalah 23 bulan, jika hamilnya 8 bulan maka masa menyusuinya adalah 22 bulan dan seterusnya.[44]
Pada tahun 1953 M Lajnah Fatawa al-Azhar menetapkan bahwa penggunaan obat-obatan untuk mencegah kehamilan sementara tidaklah haram, sebagaimana pendapat Syafi’iyah. Terlebih apabila dihawatirkan kehamilan yang berturut-turut tanpa ada jeda normal akan membahayakan seorang ibu. berdasarkan firman Allah ﷻ,
يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
“… Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesusuahan bagimu…”(QS: Al-Baqarah: 185)
Berbeda apabila penggunaan obat tersebut untuk mencegah kehamilan permanen maka itu diharamkan.[45]
Syaikh Muhammad Abu Zahrah mengatakan bahwa hukum mencegah kehamilan yang bersifat umum adalah makruh dan meninggalkannya lebih afdhal. Jika ia memiliki penghalang yang mengharuskannya melakukan hal itu, maka mencegah kehamilan mubah baginya, sebagai rushah[46] yang bersifat fardiyah (perorangan), Sebab di dalam fiqih Islam tidak ada rukhshah yang diberlaukan secara umum bagi setiap ummat dan setiap iklim, akan tetapi rukhshah itu berlaku atas perorangan[47] dan karena penerapan hukum fiqih yang bersifat umum akan berbeda antara satu orang dengan yang lain. Penerapannya sesuai keadaan setiap oknum. hal ini juga sebagaimana yang dikatakan oleh syaikh al-Buthi.[48]
BACA JUGA: APAKAH ORANGTUA BOLEH AMBIL HARTA ANAKNYA?
Metode KB Hari Ini
a. Kontrasepsi alami
1. Metode Azl (senggama terputus)
- Motivasi: Mengatur jarak kelahiran
- Unsur pembunuhan : sebagian ulama mengatakan ada unsur pembunuhan karena penumpahan seperma terjadi di luar vagina yang tidak memungkinkan seperma untuk hidup. Tetapi, sebagian yang lain mengatakan tidak termasuk unsur pembunuhan.
- Unsur pembatasan permanen atau semi permanen: tidak ada karena tidak menubah sistem reproduksi.
- Efek samping: relatif tidak ada (tidak tuntasnya keluar seperma, tetapi masih dianggap ringan)
- Unsur penzaliman trhadap salah satu pihak: ada yang mengatakan bisa mengurangi kenikmatan istri, tetapi jika istri ridha hal itu tidak masalah.
- Cara pemakaian: tidak bertentangan dengan etika Islam (dilakukan mandiri oleh laki-laki).
Hukum azl menurut pendapat ulama yang rajih (unggul) adalah boleh. Tetapi, tidak tidak melakukan azl adalah jauh lebih baik. Walaupun demikin, larangan ini tidak sampai pada derajat makruh tanzihi yang dilarang.[49]
- Metode Penyusuan
- Motivasi: melakukan perintah penyusuan dalam Al-Qur’an sekaligus mendapatkan manfaat mangatur jarak kelahiran.
- Unsur pembunuhan: tidak ada.
- Unsur pembatasan permanen atau semi permanen: tidak ada. Masa tidak subur karena penyusuan sifatnya hanya sementara.
- Efek samping: relatif aman, meskipun beberapa ibu ada yang mengalami luka atau trauma pada puting susu, mastitis (infeksi kelenjar payudara), dan sebagainya.
- Unsur penzaliman terhadap salah satu pihak: tidak ada. Justru hadirnya masa tidak subur merupakan bonus unruk bisa melakukan hubungan seksual secara maksimal.
- Cara pemakaian: tidak bertentangan dengan Islam. Dilakukan mandiri oleh kaum wanita.
Hukum metode penyusuan adalah sunah.
- Metode pantang berkala seksual (KB kalender, suhu basal badan, dan lendir serviks)
- Motivasi: mengatur jarak kelahiran.
- Unsur pembunuhan: tidak ada.
- Unsur pembatasan permanen atau semi permanen: tidak ada.
- Efek samping: tidak ada.
- Unsur penzaliman terhadap salah satu pihak: ada jika waktu pantang berkala terlalu lama. Hal ini berdampak relatif bagi masing-masing psikologi yang di timbulkan.
- Cara pemakaian: tidak bertentangan dengan Islam.
Hukum metode yang menggunakan pantang berkala seksual adalah boleh.
b. Kontrasepsi buatan
Metode kontrasepsi laki-laki
- Kondom
- Motivasi: pengatur jarak kelahiran.
- Unsur pembunuhan: sebagian kondom saat ini menggunakan spermisida Nonoksinol 9[50] spermisida (spermicide) diartiakan sebagai bahan yang merusak spermatozoa. Namun, para ulama berbeda pendapat apakah merusak dalam spermatozoa ini dikategorikan pembunuhan atau bukan.
- Unsur pembatasan permanen atau semi permanen: tidak ada.
- Efek samping: tidak ada. Efek samping sistemik bagi tubuh. Namun, beberapa ada yang alergi terhadap kondom berbahan lateks dan iritasi lokal karena spermaticid.
- Unsur penzaliman terhadap salah satu pihak: relatif dan bergantung kondisi individu.
- Cara pemakaian: tidak bertentangan dengan Islam jika pemasangannya dilakukan sendiri.
Mengenai hukum kondom, sampai saat ini ulama membolehkan. Saran penulis harus memilih kondom yang tidak mengandung spermaticid. Ini karena ada sebagian ulama berpendapat bahwa mematikan sperma termasuk pembunuhan. Sedangkan hukum spermaticid menurut pendapat para ulama adalah tidak membolehkannya.
- Vasektomi
Pemotongan saluran keluarnya sperma (saluran vas deferens). Dengan memotong vas deferens, sperma tidak mampu diejakulasikan. Pria menjadi tidak subur setelah vas deferens bersih dari sperma yang memakan waktu 3 bulan[51].
- Motivasi: pemutusan keturunan secara permanen.
- Unsur pembunuhan: tidak ada.
- Unsur pembatasan permanen atau semi permanen: ada. Ini karena pengembalian kesuburan dengan prosedur ini hanya 50% mencapai kehamilan. Reversi vaskotomi dilakukan dengan reanastomosis vas deferens. Namun, prosedur ini beresiko menimbulkan antibody anti sperma yang menyebabkan jumlah sperma rendah sehingga kehamilan sulit dicapai.
- Efek samping:
Efek samping jangka pendek akibat tindakan operasi adalah infeksi dan pembengkakan testis. Efek samping jangka Panjang adalah insidensi kanker testis dan kangker prostat meningkat pada pria yang pernah menjalani vasektomi.
- Unsur penzaliman terhadap salah satu pihak: tidak ada. Karena, tidak mengganggu hubungan seksual.
- Cara pemakaian: dilakukan dengan oprasi baik anestesi local maupun umum yang memperlihatkan aurat kepada orang lain dalam kondisi tidak darurat.
Para ulama sepakat mengharamkannya karena selama ini yang terjadi adalah pemandulan.
- Suntik KB
Saat ini sedang dilakukan penelitian terhadap kontrasepsi hormonal pria yang mengandung testosteron dan progesteron. Suntikan testosteron enantat 200 mg per minggu akan menyebabkan azoospermia dan aligo spermina.[52]
- Motivasi: bisa mengarah kepada pembatasan keturunan yang menyebabkan laki-laki menjadi mandul.
- Unsur pembunuhan: tidak ada.
- Unsur pembatasan permanen atau semi permanen: ada. Hal tersebut dapat mengakibatkan alat reproduksi tidak befungsi dan mengakibatkan tidak menghasilkan keturunan.
- Efek samping: masih dalam pengembangan.
- Unsur penzaliman terhadap salah satu pihak: tidak ada.
- Cara pemakaian: penyuntikan bisa dilakan tanpa harus memperhatiakan aurat.
Metode ini masih dalam pengembangan dan belum beredar di pasaran. Namun, tetap memasukannya agar bisa dijadikan sebagai bahan antisipasi bahwasannya pada masa mendatang akan selalu ada pengambangan metode kontrasepsi baru yang makin efektif, mudah penggunaannya, serta minimal efek sampingnya. Kita harus senatiasa waspada serta membekali diri untuk memahami sistem reproduksi diri kita sendiri.
Metode kontrasepsi wanita
Banyak sekali metode kontrasepsi yang diperuntukan bagi wanita. Kita bahas metode yang lazim di gunnakan saja.
- Kontrasepsi Hormonal
Termasuk di dalamnya antaralain pil, suntik, susuk/norplant/implanon. Ketiganya mempunyai mekanisme yang sama:
- Menghambat atau menekan ovulasi (pengeluaran sel telur dari tempatnya, yaitu ovarium).
- Membuat dinding endometrium tidak kondusif untuk inplantasi (tempat tumbuhnya janin).
- Membuat lendir serviks menjadi kental sehingga tidak dapat ditembus oleh sperma.
- Motivasi: untuk pengaturan kelahiran yang bersifat sementra.
- Unsur pembunuhan: tidak ada.
- Unsur pembatasan pemanen atau semi permanen: akan ada keterlambatan menstruasi dan kesuburan. Namun, sebagian wanita akan kembali hamil dalam 1 tahun setelah sntikan dihentikan.[53] Respons pengembalian kesuburan sangat tergantung pada individu. Bebrapa kasus yang ditemukan, beberapa di antaranya terpaksa mengalami infertilitas sekunder karena kontrasepsi ini. Meskipun secara teori tidak ada pembatasan secara permanen, kontrasepsi hormonal mempunyai efektivitas cukup baik hingga mencapai 99%. Jika pemakaian dilakukan terus menerus bisa mengarah pada pembatasan secara permanen.
- Efek samping: ada. Beberapa efek sampig yang umum terjadi karena kontrasepsi hrmonal adalah gangguan menstruasi, mual, sakit kepala, pertumbuhan jerawat, pertambahan berat badan, depresi, peningkatan tekanan darah (hipertensi), serta berkurangnya libido.
Penggunaan kontrasepsi yang lama dapat menyebabkan disfungsi seksual pada wanita.[54]
Tidak semua wanita bisa mengunakan kontrasepsi hormonal karena dikhawatirkan akan ada resiko yang lebih berat, seperti tromboembolisme vena dan arteri yang menimbulkan gangguan serius, migrain, dan kanker payudara. Jika ada beberapa kondisi yang tidak diperbolehkan, baik secara relatif maupun mutlak harus didiskusikan terlebih dahulu kepada dokter atau petugas medis yang berkopeten sebelum pemakaian.
- Unsur penzaliman terhadap salah satu pihak: ada. Yakni istri dengan berkurangnya libidonya.
- Cara pemakaian: penyuntikan bisa dilakukan tanpa harus memeperlihatkan aurat.
Hukum metode ini adalah boleh. Tetapi syaikh Utsaimin melarang pemakaian yang terus menerus karean bisa menjadi KB permanen dan menimbulkan efek samping yang berbahaya bagi wanita.
- AKDR, IUD (Intra Uterine Divice)
Mekanisme kerjanya ialah menciptakan lingkungan yang tidak konsusif karena adanya reaksi benda asing. Kondisi ini menyebabkan penyerbukan leukosit yang dapat menghancurkan sperma, ovum bahkan blastocysta.
- Motivasi: mengatur kalahiran.
- Unsus pembunuhan: ada. Dalam beberapa kondisi bisa mengarah terjadinya abortus (setelah calon janin berada dalam tahap awal).
- Unsur pembatasan: ada. Bersifat semi permanen. Pemakaian AKDR bervariasi waktunya ada 3 tahun, 5 tahun, dan 8 tahun. Jika pemakaiannya minimal 5 tahun ke atas dan tidak ada pertimbangan kondisi darurat maka penggunaan AKDR dengan tujuan mengatur jarak kehamilan bisa menjadi pembatas keturunan. Ini tidak sesuai dengan jarak yang diperintahkan dalam Al-Qur’an, yaitu 2 tahun.
- Efek samping: ada. Bisa ditemukan pada beberapa orang. Biasanya beruapa rasa nyeri dan kejang di perut, menorargie (pendarahan), infeksi, proforasi rahim, kehamilan ektopik (kehamilan diluar rahim), dan abortus (keguguran).
- Unsur penzaliman terhadap salah astu pihak: sebagian orang yang mrengalami hal tersebut. Istri mempunyai risiko untuk menanggung terjadinya efek samping tersebut. Suami merasakan adanya ganguan saat bersenggama kareana benang AKDR yang keluar dari porsio uteri terlalu pendek atau terlalu Panjang.
- Cara pemakaian: tidak sesuai dengan syari’at Islam karena harus memperlihatkan aurat wanita dalam kondisi tidak darurat, meskipun yang melihat seorang wanita.
Jadi, hukum AKDR/ IUD adalah tidak boleh.
- Sterilisasi
Mekanisme kerjanya adalah memotong atau mengikat saluran tuba fallopi (saluran telur) untuk menghambat pembuahan antara sperma dan sel telur.
- Motivasi/niat/tujuan: pemutusan keturunan secara permanen.
- Unsur pembunuhan (ta’qil): tidak ada
- Unsur pembatasan (tahdid): ada. Biasanya dilakukan untuk tujuan permanen. Meskipun sebenarnaya seterilasi wanita di pertimbangkan secara irreversibel, namaun hal ini sangat tergantung usia wanita dan teknik yang digunakan. Pengembalian kesuburan untuk amil kembali adalah 50% dan 90% tergantung teknik yang digunakan. Metode sterilisasi yang paling mudah dikembalikan adalah pemasngan hulka atau klip filshie karena alat ini mendatarkan tuba falopi yang kemudian dapat dikembangkan lagi. Kautr dan diatrmi adalah yang paling sulit dikembalikan. Cincin falopi dapat menyebabkan sebagian tuba falopi mengalami nerkosis yang membuat pengembalian kesuburan lebih sulit dilakukan.[55]
Oleh karena itu, jika anda dalam kondisi darurat terpaksa mempergunakan ini, tanyakan secara jelas kepada dokter sehingga anda tidak terjebak kepada pembatasan secara permanen.
Efek samping: sterilisasi adalah kontrasepsi yang cukup efektif, tetapi jika gagal ada peningkatan resiko kehamilan ektopik (di luar rahim). Sebagian wanita akan merasa berduka karena kehilangan, nyeri menstruasi, dan nyeri bahu yang bersifat sementara pasca oprasi.[56]
- Unsur penzaliman terhadap salah satu pihak: tidak ada.
- Cara pemakaian: sterilisasi wanita biasanya dilakukan pembedahan dengan anestesi
Kesimpulan hukum sterilisasai wanita adalah haram karena pembatasan keturunan permanen.
Kesimpulan Dan Penutup
Dari penjelasan yang telah kami paparkan diatas, bersumber dari ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits Rosulullah serta pendapat para Ulama’ Salaf dan Ulama’ mu’ashirin di zaman ini, dapat kami simpulkan:
- Para Ulama’ sepakat bahwa melakukan KB bagi seorang wanita untuk menghindari kehamilan, dengan tujuan karena takut untuk memberi rezeki (kehidupan) kepadanya dan khawatir akan miskin atau karena seorang istri ingin mengembangkan karirnya maka ini adalah bentuk keharaman. Dan diperbolehkan melakukan KB (bahkan dianjurkan) bila ada darurat yang yang akan membahayakan istri bila ia hamil (sebagaimana yang telah dijelaskan oleh para Ulama di atas), dengan petunjuk tim medis yang memahami hal itu.
- KB dalam Islam adalah merencanakan jumlah keturunan semaksimal mungkin dengan tetap memerhatikan jarak kelahiran sesuai syari’at.
- Dibolehkannya melakukan KB (non permanen) bagi seorang wanita dengan tujuan untuk menjaga jarak kehamilan, sehingga lebih bisa menjaga kesehatan istri dan anak-anak yang dimilikinya.
- Tidak boleh berkeyakinan bahwa KB adalah penghalang terjadinya kehamilan, karena Allah ﷻ telah mentakdirkan setiap sesuatu, dan apa yang telah Allah ﷻ takdirkan pasti akan terjadi hingga hari kiamat.
- Menghalangi terjadinya kehamilan bila hal itu di butuhkan (bahkan dianjurkan karena adanya madharat) tidak sebatas hanya dengan melakukan ‘Azl bagi suami terhadap istrinya, namun dibolehkan menggunakan obat-obat (pil-pil), kondom dan lainnya bila hal itu tidak mendatangkan madhorot bagi si wanita yang memakainya. Wallahu A’lam Bishshawab.
BACA JUGA: KEDUDUKAN DNA DALAM MENETAPKAN NASAB
[1] Direktorat Teknologi informasi dan Dokumentasi badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, Kamus Istilah kependudukan dan Keluarga Berencana, 2011, hlm. 60.
[2] Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ke-3, (Jakarta: Balai Pustaka, 2000 M), hlm. 536.
[3] BKKBN
[4] Muhammad Shafwt Nuruddin, Fathul karim bi Ahkamil Haml wal Janin, Cairo, Dar al-Jauziy, 2006, cet.1 Hal 137
[5] Hukmu Tanzhim al-Usroh wa Tahdid an-Nasl, hlm. 8
[6] Badan koordinasi keluarga berencana nasional, sejarah perkembangan keluarga berencana dan program kependudukan, hal. 11, jakarta 1981
[7] Dr. Ali Ahmad as-Salus, Maushu’ah al-Qadhaya al-Fiqhiyah al-Mu’ashirah, cet. 7, (Maktabah Dar Al-Qur’an), hlm. 42. Dan Abu Zahrah, Tanzhim al-Usrah, cet.1, (T.tp: Dar al-Fikri, 1976 M), hlm. 101
[8] Ahmad ad-Duwaisy, al-Fatawa al-Lajnatu ad-Da’imah, jild. 19, cet. 5, (Riyadh: Dar al-Mu’ayyad, 2003 M), hlm. 300. Abdul Aziz bin as-Shadiq al-Hasani, Hukmu Tanzhim al-Usroh wa Tahdid an-Nasl, hlm. 7.
[9] Dr. Husain Abd al-Hamid an-Naqib dan Ust. Musa’id, Hukmu al-Islam fi Tanzhimi an-Nasli wa Tahdidihi, hlm. 4
[10] Husain an-Naqib, Hukmu al-Islam fi Tanzhimi…, hlm. 4 dan Lajnah I’dad al-Manahij bi al-Jami’ah amrikiyyah al-Maftuhah, Fiqhu an-Nawazil, hlm. 87. Dan al-Amanah al-Ammah Hai’ah Kibar al-Ulama bi al-Mamlukah al-Arabiyyah as-Su’udiyyah, Abhats Hai’ah Kibar al-Ulama, jild. 1, cet. 2, (Riyadh: Dar az-Zahim, 2005 M), hlm. 1214
[11] Dr. Husain Abdul Hamid an-Naqib, Hukmu al-Islam fi Tanzhim an-Nasl…, hlm. 5
[12] Ibid.
[13] Sunan an-Nasa’i, cet.1 (Riyadh: Maktabah al-Ma’arif li an-Nasyar, tt), hlm. 499, Hadits no. 3227, dan Ibnu Qayyim, ‘Aun al-Ma’bud, jild. 4, (Kairo: Dar al-Hadits, 2001 M), hlm. 154, no. Hadits. 2049. Syaikh al-Bani mengomentari, kedudukan hadits ini, Hadits Hasan Shahih.
[14] Tanasul adalah berketurunan atau memperbanyak keturunan
[15] Dr. Husain Abd al-Hamid an-Naqib dan Ust. Musa’id, Hukmu al-Islam fi Tanzhimi an-Nasli wa Tahdidihi, hlm. 7
[16] Lawan kata dari muqayyad. Yaitu hukum secara umum tanpa melihat dharurat yang bisa mengubah penerapan hukum aslinya.
[17] Lajnah I’dad al-Manahij bi al-Jami’ah Amrikiyyah al-Maftuhah, Fiqhu an-Nawazil, hlm. 113.
[18] Abdul Aziz bin as-Shadiq al-Hasani, Hukmu Tanzhim al-Usroh wa Tahdid an-Nasl, hlm. 9.
[19] Lajnah I’dad al-Manahij, Fiqhu an-Nawazil, hlm. 113.
[20] Ahmad ad-Duwaisy, al-Fatawa al-Lajnah…, jild. 19, cet. 5, hlm. 300.
[21] Dr. Ali Ahmad as-Salus, Maushu’ah al-Qadhaya.., cet. 7, (Maktabah Dar Al-Qur’an), hlm. 46.
[22] Hadits Shohih, diriwayatkan oleh: Abu Dawud, Ibnu Hibban dan Al-Hakim
[23] Fatawa Mar’ah oleh Muhammad Al-Musnad
[24] Abdul Azizi bin Shadiq, Hukmu Tanzhim al-Usrah.
[25] Lajnah I’dad al-Manahij bi al-Jami’ah amrikiyyah al-Maftuhah, Fiqhu an-Nawazil, hlm. 97.
[26] Ibid. Hal. 98
[27] Fiqh an-Nawazil, hlm. 98
[28] Hukmu Tanzhim al-Usrah wa Tahdid an-Nasl, hlm. 9
[29] Ibid.
[30] Sterilisasi adalah salah satu cara yang hari ini digunakan untuk membatasi keturunan.
[31] al-Amanah al-Ammah Hai’ah Kibar al-Ulama bi al-Mamlukah al-Arabiyyah as-Su’udiyyah, Abhats Hai’ah Kibar…, jild. 1, cet. 2, (Riyadh: Dar az-Zahim, 2005 M), hlm. 1237
[32] Dr. Muhammad Khalid Manshur, al-Ahkam at-Tibbiyah al-Muta’allaqah bi an-Nisa fi al-Fiqh al-Islami, cet. 2, (Yordania: Dar an-Nafa’is, 1999 M), hlm. 119-121
[33] An-nawawi, Syarh an-Nawawi, jild. 5, cet. 4, (Kairo: Dar al-Hadits, 2001 M), hlm. 187.
[34] Ibid, hlm. 187, no. Hadits. 1402.
[35] Lihat Syarh an-Nawawi jild. 9, hlm. 191.
[36] Dr. Muhammad Khalid Manshur, al-Ahkam at-Tibbiyah…, hlm. 120-121.
[37] Dr. Muhammad Khalid Manshur, al-Ahkam at-Tibbiyah…, hlm. 125-126.
[38] Lajnah I’dad al-Manahij, Fiqhu an-Nawazil, hlm. 114. Dan Ahmad ad-Duwaisy, al-Fatawa al-Lajnah…, jild. 19, cet. 5, hlm. 300.
[39] Fatawa Al-Mar’ah Al-Muslimah: II/ 993
[40] Lihat Majmu’ Fatawa syaikh Abdul Aziz bin Bazz, jild. 21, cet. 1, (Riyadh: Dar al-Qasim, 2004 M), hlm. 191.
[41] Syaikh Mahmud Syalthut, Al Islam Aqidah Wa Syariah, (Kairo: Dar Al qalam, 1966), cet ke-3, hlm: 220-221
[42] I’maduddin Abil fida’ Isma’il ibnu Katsir Ad-Dimasyqi, Tafsir Al-Qur’anul Adzim, (Kairo: Maktabah Auladu syaikh Litturats, 2000) jil 2, cet ke-1, hlm: 373
[43] Ibid, hlm: 505
[44] Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad Al Anshari Al Qurthubi, Al jami’ Li Ahkamil Qur’an, (Beirut: Dar kutub Al ‘ilmiyah, 2010), cet ke-3, jil 8, hlm: 128
[45] Husain Abdul Hamid an-naqib, Hukmu al-Islam…. hlm. 7
[46] Bentuk keringanan.
[47] Muhammad Abu Zahrah, tanzhim al-Usroti, hlm. 107. Dan Ali Muhammad as-Salus, Mausu’ah al-Qadhaya al-Fiqhiyah al-Mu’ashirah, cet. 7, (Qatar: Dar ats-Tsaqafah, tt), hlm. 46.
[48] Muhammad Said Ramadhan al-Buthi, Mas’alah Tahdid an-Nasl, (Maktabah al-Farabi), hlm. 20
[49] Dr. Thariq bin Muhammad Ath-Thawri, KB Cara Islam, (Solo: Aqwam Media Profretika, 2007).
[50] Suzanne Everet, Buku Saku Kontrasepsin dan Kesehatan Seksual Reproduksi, (Terj) Niki Budhi Subekti, (Jakarta: EGC, 2007) Edisi Ke-II, Hlm. 106-113.
[51] Suzanne Everet, Buku Saku Kontrasepsin dan Kesehatan Seksual Reproduksi, (Terj) Niki Budhi Subekti, (Jakarta: EGC, 2007) Edisi Ke-II, Hlm. 69-75.
[52] Ibid, hlm. 175.
[53] Ibid.
[54] Sarwono Prawiroharjo. Bunag Ramapai Obstetri dan Ginekologi Sosial, (Jakarta: Yayasan Biana Pustaka, 2005), edisi ke-I/cet. I, hlm. 82-83
[55] Suzanne Everet, Buku Saku Kontrasepsin dan Kesehatan Seksual Reproduksi, (Terj) Niki Budhi Subekti, (Jakarta: EGC, 2007) Edisi Ke-II, Hlm. 257
[56] Ibd, hlm. 253-257.