Khutbah Idul Adha: Tiga Hikmah Ibadah Bulan Dzulhijjah
اللهُ أَكْبَرُ, اللهُ أَكْبَرُ, اللهُ أَكْبَرُ, اللهُ أَكْبَرُ, اللهُ أَكْبَرُ, اللهُ أَكْبَرُ, اللهُ أَكْبَرُ, اللهُ أَكْبَرُ, اللهُ أَكْبَرُ
اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيْرًا، وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً
الحمدُ للهِ الذي جَعَلَ الأعْيَادَ فِي الإسْلامِ مَصْدرًا لِلْهنَاءِ والسُّرُورِ، الحمدُ للهِ الذِي تفضَّل في هذِه الأيَّامِ العَشْرِ علَى كلِّ عبدٍ شَكُورٍ، سُبحانَه غافِرُ الذَّنْبِ وقابِلُ التَّوبِ شَديدُ العِقَابِ، نَحْمَدُهُ عَلَى نِعَمٍ أَتَمَّهَا، وَعَافِيَةٍ أَسْبَغَهَا، وَمِحَنٍ رَفَعَهَا وَكُرُوبٍ كَشَفَهَا، وَنَشْكُرُهُ عَلَى مَا شَرَعَ لَنَا مِنَ المَنَاسِكِ، وَمَا عَلَّمَنَا مِنَ الْأَحْكَامِ وَالشَّرَائِعِ، وَلَوْلَاهُ سُبحانَه لَضَلَلْنَا
وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ؛ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ؛ صلَّى اللهُ عليه وعلى آلهِ وصحبِهِ الكرامِ والتابعينَ لهُم بإحسانٍ إلى يَومِ القِيامةِ، وسَلَّمَ تَسليمًا كثيرًا
فَيَا أَيُّهَا اْلمُسْلِمُوْنَ اَّلذِيْنَ رَضُوْا بِاللهِ رَبًّا وَبِاْلِإسْلامِ دِيْنًا وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا وَرَسُوْلًا، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَا نَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ اْلمُؤْمِنُوْنَ اْلمُتَّقُوْنَ، حَيْثُ قَالَ عَزَّ مَنْ قَائِل
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلا سَدِيدًا`يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
وَاعْلَمُوْا أَنَّ يَوْمَكُمْ هٰذَا يَوْمٌ عَظِيْمٌ، وَعِيْدٌ كَرِيْمٌ، أَحَلَّ اللهُ لَكُمْ فِيْهِ الطَّعَامَ، وَحَرَّمَ عَلَيْكُمْ فِيْهِ الصِّيَامَ، فَهُوَ يَوْمُ تَسْبِيْحٍ وَتَحْمِيْدٍ وَتَهْلِيْلٍ وَتَعْظِيْمٍ ، فَسَبِّحُوْا رَبَّكُمْ فِيْهِ وَعَظِّمُوْهُ وَتُوْبُوْا إِلَى اللهِ وَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هو الْغَفُوْرُ الرَّحِيمُ
Download PDF di sini.
Khutbah Pertama
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Laa Ilaha Illallah Wallahu Akbar, Allahu Akbar Wa Lillahil Hamd
Ma’asyiral Muslimin, jama’ah shalat Idul Adha rahimakumullah.
Puji syukur kita panjatkan kepada Allah ﷻ atas segala limpahan nikmat dan karunia-Nya yang tak terbilang. Dengan izin dan karunia-Nya semata kita bisa melaksanakan shalat Idul Adha pada tahun 1445 H ini dengan keadaan fisik yang sehat dan kondisi yang lapang.
Semoga nikmat kesehatan, waktu luang, dan kelapangan ini bisa kita syukuri sebaik-baiknya, untuk memelihara dan meningkatkan keimanan serta ketakwaan kita.
Shalawat dan salam senantiasa kita panjatkan untuk suri tauladan kita, Rasulullah ﷺ, beserta segenap keluarganya, sahabatnya, dan umatnya yang taat menjalankan ajaran agamanya.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Laa Ilaha Illallah Wallahu Akbar, Allahu Akbar Wa Lillahil Hamd
Kaum muslimin dan muslimat, jama’ah shalat Idul Adha yang dirahmati Allah.
Di pagi hari yang mulia ini, kaum muslimin di seluruh dunia melantunkan takbir, tahlil, dan tahmid, demi mengagungkan Allah dan mensyukuri nikmat-Nya. Pada pagi hari ini, takbir, tahlil, dan tahmid dilantunkan oleh jutaan jama’ah haji yang sedang melaksanakan manasik di Mina.
Kumandang takbir, tahlil, dan tahmid juga dilantunkan oleh milyaran kaum muslimin di berbagai penjuru dunia, di wilayah pedesaan dan perkotaan, di wilayah pantai dan pedalaman.
Takbir, tahlil, dan tahmid tidak akan berhenti dengan selesainya shalat Idul Adha. Takbir, tahlil, dan tahmid akan terus dilantunkan oleh seluruh kaum muslimin sampai waktu Ashar tanggal 13 Dzulhijjah esok.
Selama hari raya Idul Adha dan tiga hari tasyriq, gema takbir, tahlil, dan tahmid akan terus berkumandang dari masjid-masjid, jalan-jalan, pasar-pasar, dan rumah-rumah kaum muslimin.
Demikianlah sebagaimana diamalkan oleh Rasulullah ﷺ dan generasi sahabat selama hari raya Idul Adha dan hari-hari tasyriq.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa Ilaaha Illallahu, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahil hamd
Ma’asyiral Muslimin, jama’ah shalat Idul Adha rahimakumullah.
Ibadah haji, shaum Arafah, shalat Idul Adha, dan udhiyah (yaitu menyembelih hewan ternak tertentu untuk mendekatkan diri kepada Allah ﷻ pada tanggal 10, 11 12, dan 13 Dzulhijjah) kembali menyapa kaum muslimin pada tahun ini.
Setiap tahun, keempat ibadah yang istimewa ini hadir di hadapan kaum muslimin.
Setiap tahun keempatnya berulang datang. Pengulangan demi pengulangan tersebut sudah seharusnya meninggalkan bekas yang mendalam bagi keimanan dan ketakwaan kita.
Bukan sebaliknya, kehadiran demi kehadirannya menjadikannya peristiwa yang kita anggap biasa saja. Akibatnya, datang dan pergi begitu saja, tanpa ada manfaat bagi dunia dan akhirat kita, tanpa ada maslahat bagi individu kita dan umat kita.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa Ilaaha Illallahu, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahil hamd
Ibadah-ibadah istimewa di bulan suci Dzulhijjah ini tidak bisa dipisahkan dengan sejarah kehidupan Nabiyullah Ibrahim ‘alaihissalam, Nabiyullah Ismail ‘alaihissalam, dan ibunda Hajar.
Jika kita mentadabburi sejarah mereka dengan seksama, niscaya kita bisa memetik banyak pelajaran berharga untuk meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kita.
Berikut tiga pelajaran penting yang bisa petik dari sejarah kehidupan mereka.
Ma’asyiral Muslimin, jama’ah shalat Idul Adha rahimakumullah.
Pelajaran pertama, memahami bahwa hakikat ajaran agama Islam adalah al-istislam lillah, atau berserah diri sepenuhnya kepada perintah dan larangan Allah ﷻ
Nabi Ibrahim dan Ismail ‘alaihissalam telah memberikan contoh keteladanan dalam berserah diri kepada Allah ﷻ semata.
Saat mendapat perintah untuk menyembelih Ismail ‘alaihissalam, Ibrahim ‘alaihissalam, Sang Ayah melaksanakannya dengan penuh keikhlasan dan kepasrahan.
Demikian pula Ismail ‘alaihissalam menerimanya dengan kelapangan hati dan kepasrahan jiwanya kepada Allah ﷻ semata.
Allah ﷻ mengabadikan kepasrahan jiwa keduanya dengan firman-Nya
فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ
“Maka ketika keduanya telah menyerahkan diri kepada Allah dan ia (Ibrahim) membaringkan anaknya (Ismail) pada dahinya. (QS. Ash-Shaffat [37]: 103)
Ibunda Hajar dengan penuh keikhlasan, kesabaran, dan ketabahan mengasuh bayinya, Ismail, sendirian di tengah padang pasir yang tandus, panas, tiada sumber air, tiada pepohonan tempat bernaung, dan tiada manusia lain.
Sang suami meninggalkannya sendirian di tempat seperti itu, ia meminta satu ketegasan dari suaminya, “Apakah Allah yang memerintahkan untuk melakukan hal ini?”
Saat suaminya menjawab, “Ya”, maka Ibunda Hajar tidak berkeluh kesah sedikit pun. Jika Allah telah memerintahkan hal itu, maka nasib setelahnya harus diserahkan kepada Allah semata pula.
Maka ibunda Hajar memberikan pernyataan yang menentramkan hati suaminya, “Jika demikian, Allah pasti tidak akan menelantarkan kami.” (HR. Bukhari no. 3364)
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa Ilaaha Illallahu, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahil hamd
Sesungguhnya Allah ﷻ telah memerintahkan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam untuk berserah diri kepada Allah semata. Allah ﷻ berfirman
إِذْ قَالَ لَهُ رَبُّهُ أَسْلِمْ قَالَ أَسْلَمْتُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ
“Dan ingatlah ketika Rabbnya berfirman kepada Ibrahim ‘Berserah dirilah engkau!’ Maka Ibrahim menjawab, ‘Aku berserah diri kepada Rabb seluruh alam’.” (QS. Al-Baqarah [2]: 131)
Kemudian Allah ﷻ memerintahkan Rasulullah ﷺ untuk berserah diri kepada Allah semata. Allah ﷻ berfirman
قُلْ إِنِّي أُمِرْتُ أَنْ أَكُونَ أَوَّلَ مَنْ أَسْلَمَ وَلَا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
“Katakanlah (wahai Muhammad), ‘Sesungguhnya aku diperintahkan supaya aku menjadi orang yang pertama kali berserah diri kepada Allah, dan jangan sekali-kali kamu termasuk golongan orang musyrik’.” (QS. Al-An’am [6]: 14)
Setelah itu, Allah ﷻ memerintahkan kaum muslimin untuk berserah diri kepada Allah semata. Allah ﷻ berfirman
قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَى وَأُمِرْنَا لِنُسْلِمَ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ
“Katakanlah, ‘Sesungguhnya petunjuk Allah itulah yang sebenarnya petunjuk, dan kita diperintahkan agar berserah diri kepada Rabb semesta alam’.” (QS. Al-An’am [6]: 71)
Ma’asyiral Muslimin, jama’ah shalat Idul Adha rahimakumullah.
Pelajaran kedua, semakin baik tingkat keimanan seorang muslim, niscaya semakin baik pula kepeduliannya kepada nasib kaum muslimin.
Bahkan, ia juga semakin peduli terhadap nasib umat manusia secara keseluruhan.
Ukhuwah imaniyah-nya semakin kuat dan erat. Sikap individualis-nya semakin lemah. Kekikiran dan egoismenya semakin luntur. Fanatisme kelompok-nya semakin pudar.
Ia mampu menyadari dirinya sebagai bagian dari umat Islam. Ia menghayati kemuliaan dirinya hanyalah saat ia bersatu-padu dengan umat Islam lainnya.
Ia menginsyafi bahwa perselisihan, perpecahan, permusuhan, dan konflik dengan sesama umat Islam adalah virus yang menggerogoti eksistensi keimanan.
Saat ini, kaum muslimin di berbagai belahan penjuru dunia sedang mendapatkan ujian yang sangat berat. Kaum muslimin di Palestina tidak henti ditindas oleh penjajah zionis Yahudi.
Desa-desa dan kota-kota mereka diduduki, lahan pertanian dan pemukiman mereka dirampas, para ulama dan pemudanya ditangkap, dan para wanita muslimah dinodai oleh para penjajah.
Bahkan, kaum muslimin di kota Al-Quds dihalang-halangi dari menunaikan shalat wajib dan shalat Jum’at di Masjidil Aqsha, masjid kedua di muka bumi yang dibangun oleh Nabiyullah Ibrahim ‘alaihissalam.
Duka nestapa yang dialami oleh kaum muslimin di luar negeri tersebut adalah duka nestapa kaum muslimin di Indonesia juga.
Kaum muslimin Indonesia wajib membantu mereka dengan segala cara yang legal dan mampu mereka lakukan. Doa dan qunut nazilah harus terus dipanjatkan untuk mereka.
Bantuan kemanusiaan dan bantuan medis harus senantiasa dikirimkan, meskipun oleh orang-orang Israel bantuan tersebut dihadang dan dicegat.
Aksi solidaritas dan pemberitaan di media sosial maupun media massa harus digencarkan. Upaya-upaya lainnya melalui jalur politik-pemerintahan, jalur hukum, dan lainnya harus dilakukan, sebagai wujud persaudaraan seiman dan seislam kita.
Ma’asyiral Muslimin, jama’ah shalat Idul Adha rahimakumullah.
Sebenarnya, kepedulian kita terhadap nasib kaum muslimin lainnya merupakan bentuk kepedulian terhadap nasib diri kita sendiri di akhirat kelak.
Jika kita menginginkan ridha Allah dan keselamatan diri di akhirat kelak, maka kepedulian kepada nasib muslimin adalah salah satu pintu terbaiknya.
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwasanya Rasulullah ﷺ telah bersabda
مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَاللَّهُ فِى عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِى عَوْنِ أَخِيهِ
“Barangsiapa meringankan salah satu penderitaan hidup seorang mukmin di dunia, niscaya Allah akan meringankan untuknya salah satu penderitaannya pada hari kiamat.
Barangsiapa memberi kemudahan kepada orang yang hidupnya kesulitan, niscaya Allah akan memberikan kemudahan bagi hidupnya di dunia dan akhirat.
Barangsiapa menutupi aib seorang muslim, niscaya Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat. Allah senantiasa menolong hamba-Nya, selama hamba tersebut menolong saudaranya.” (HR. Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad)
Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa seorang sahabat mendatangi Rasulullah ﷺ dan bertanya, “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling dicintai Allah? Dan amalan apakah yang paling disukai Allah?”
Maka Rasulullah ﷺ bersabda
أَحَبُّ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ , وَأَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى سُرُورٌ تُدْخِلُهُ عَلَى مُسْلِمٍ , أَوْ تَكَشِفُ عَنْهُ كُرْبَةً , أَوْ تَقْضِي عَنْهُ دَيْنًا , أَوْ تَطْرُدُ عَنْهُ جُوعًا , وَلأَنْ أَمْشِيَ مَعَ أَخِ فِي حَاجَةٍ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أَعْتَكِفَ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ يَعْنِي مَسْجِدَ الْمَدِينَةِ شَهْرًا
“Manusia yang paling dicintai Allah adalah orang yang paling memberi manfaat bagi manusia lainnya.
Amal yang paling dicintai Allah adalah engkau memasukkan kebahagiaan ke dalam hati seorang muslim, atau engkau menghilangkan kesusahan hidupnya, atau engkau melunasi hutangnya, atau engkau menghilangkan kelaparannya.
Sungguh, aku berjalan bersama seorang saudara muslim untuk memenuhi sebuah kebutuhan hidupnya, adalah lebih aku sukai daripada aku melakukan i’tikaf selama sebulan di dalam Masjid Nabawi ini.” (HR. Ath-Thabrani)
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa Ilaaha Illallahu, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahil hamd
Pelajaran ketiga, Nabiyullah Ibrahim ‘alaihissalam, Nabiyullah Ismail ‘alaihissalam, dan Ibunda Hajar adalah suri tauladan terbaik bagi kaum muslimin sampai hari akhir kelak.
Setelah era mereka, Rasulullah ﷺ dan generasi sahabat adalah suri tauladan terbaik bagi kaum muslimin sampai hari akhir kelak.
Pada setiap tempat dan zaman, kaum beriman memiliki pahlawan, suri tauladan, dan tokoh panutan yang hidup secara langsung di tengah mereka.
Lalu, di zaman kita hidup saat ini dan di tempat kita hidup saat ini, siapakah tokoh-tokoh umat yang menjadi potret nyata keteladanan tersebut?
Siapakah para panutan yang kaum muslimin saat ini bisa melihat sosoknya, mendengar tutur katanya, menyaksikan tingkah lakunya, dan meneladani perbuatannya?
Mereka tidak lain adalah waratsatul anbiya’. Mereka adalah para ulama, kyai, ustadz, da’i, dan aktivis Islam yang melanjutkan perjuangan para nabi dan rasul.
Mereka adalah muslim muslimah yang berjuang menegakkan agama Islam secara ikhlas, yakin, sabar, tabah, ulet, kokoh, dan istiqamah di atas rel syariat Allah.
Kita wajib meneladani mereka, bermakmum di belakang mereka, dan berjuang bersama mereka, demi meraih ‘izzul Islam wal Muslimin yaitu kemuliaan Islam dan kaum muslimin.
Allah berfirman
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dan hendaklah kalian bersama orang- shadiqin.” (QS. At-Taubah [9]: 119)
Shadiqin, secara harfiah berarti orang-orang yang jujur, orang-orang yang benar, atau orang-orang yang tulus.
Al-Qadhi Abu Bakar Ibnu Al-Arabi Al-Maliki Andalusi dalam tafsirnya, Ahkamul Qur’an, dan Imam Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad Al-Qurthubi Al-Andalusi dalam tafsirnya, Al-Jami’ li-Ahkamil Qur’an, menyebutkan bahwa shadiqin adalah orang-orang yang lahiriahnya sesuai dengan batinnya.
Hati mereka beriman, tulus, dan ikhlas. Ucapan lisan mereka adalah ucapan yang baik-baik, bernilai pahala, dan jauh dari ucapan buruk yang bernilai dosa.
Perbuatan mereka adalah amal-amal kebajikan dan kesalehan, bukti dari kebenaran iman dalam jiwa mereka.
Imam Burhanuddin Abul Hasan Ibrahim bin Umar Al-Biqa’i dalam tafsirnya, Nazhmu Ad-Durar fi Tanasub Al-Ayat wa As-Suwar, memberikan sebuah catatan penting terkait ayat ini.
Dalam ayat tersebut, perintah ditujukan secara umum kepada orang-orang yang beriman. Perintah tersebut mencakup setiap orang yang beriman.
Bagi orang-orang yang imannya masih lemah, ayat ini merupakan perintah untuk berlari dan mengejar ketertinggalan, sehingga bisa mengikuti dan membersamai generasi shadiqin.
Sementara bagi orang-orang yang imannya sudah kuat dan berada di garis terdepan dalam perjuangan Islam, ayat ini merupakan motivasi tambahan agar mereka mampu istiqamah, mempertahankan kepeloporan mereka.
Subhanallah, sungguh indah dan dahsyat makna yang terkandung dalam ayat yang mulia ini. Semoga Allah melimpahkan kekuatan, kesabaran, dan keistiqamahan kepada kita semua untuk dapat mengamalkan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya.
Ma’asyiral Muslimin, jama’ah shalat Idul Adha rahimakumullah.
Demikian uraian tentang beberapa pelajaran yang bisa kita petik dari ibadah haji, shaum Arafah, shalat Idul Adha, dan penyembelihan hewan ternak.
Jika ada kebenaran dan kebaikan maka hal itu dari Allah semata. Jika ada kekurangan dan kesalahan maka hal itu datangnya dari setan dan dari diri pribadi kami, semoga Allah memaafkannya.
باَرَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآياَتِ وِالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ بِتِلاَوَتِهِ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمِ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمِ
Khutbah Kedua
اللهُ اَكْبَرُ (٣×) اللهُ اَكْبَرُ (٤×) اللهُ اَكْبَرُ كبيرًا وَاْلحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ الله بُكْرَةً وَ أَصْيْلاً
لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَللهِ اْلحَمْدُ
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذي وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الصِّدْقِ الْوَفَا
أَشْهَدُ أَنْ لَّا إلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ
إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
اللهم اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ
اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ عِبَادَ اللهِ
اَللَّهُمَّ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا صَلاَتَنَا وَصِيَامَنَا وَقِيَامَنَا وَقِرَاءَتَنَا وَرُكُوْعَنَا وَسُجُوْدَنَا وَقُعُوْدَنَا وَتَسْبِيْحَنَا وَتَهْلِيْلَنَا وَتَمْجِيْدَنَا وَتَحْمِيْدَنَا وَخُشُوْعَنَا يَا إِلَهَ الْعَالَمِيْنَ وَيَاخَيْرَ النَّاصِرِيْنَ بِرَحْمَتِكَ يَااَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. وَصَلَّى اللهُ عَلَى خَيْرِ خَلْقِهِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ وَالْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ العَالَمِيْن
إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَر