FIQIH PRAKTIS BERKURBAN DAN UDHIYAH
Oleh Syamil Robbani (Staf Pengajar Ma’had Aly An-Nuur)
MUQADIMAH
Kini kaum muslimin akan kembali berjumpa dengan bulan Dzulhijjah, yaitu bulan yang Allah syariatkan di dalamnya satu ibadah mulia di hari raya istimewa. Ibadah tersebut adalah ibadah berkurban untuk menghidupkan sunah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam.
Idul Adha adalah hari raya bagi kaum muslimin untuk mengagungkan syiar-syiar Allah dengan mengalirkan darah udhiyah (hewan kurban) pada hari mulia tersebut dan tiga hari setelahnya yaitu hari Tasyriq. Pada waktu tersebut kaum muslimin menyembelih hewan kurban dalam rangka tunduk, patuh, dan mendekatkan diri kepada Dzat Yang Maha Perkasa.
Dalam menyambut suatu ibadah mulia (berkurban) pada hari mulia tersebut, seorang mukallaf hendaknya memahami beberapa perkara fiqih yang berkaitan dengan kurban dan udhiyah. Sehingga seorang muslim dapat menunaikan ibadah mulia ini dengan benar sesuai tuntunan Rasul ﷺ.
Maka mempelajari fiqih berkurban ini menjadi perkara yang urgen. Terutama bagi mereka yang hendak mempersembahkan hewan terbaik pada momen hari raya Idul Adha. Memahami fikih kurban mulai dari hukum, syarat sahnya, kriteria hewan kurban, pembagian daging, kewajiban orang yang berkurban, bahkan sampai adab-adab menyembelih hewan kurban dan sebagainya sangat penting untuk dilakukan.
Maka dari itu kami berusaha menghadirkan artikel Fiqih Praktis Berkurban dan Udhiyah yang disarikan dari kitab “Mukhtashar Ahkâm Al-Udhiyyah Wa Adz-Dzakâh” karya Syaikh Utsaimin. Semoga dengan artikel yang singkat ini bisa menjadi salah satu acuan untuk memahami perihal kurban dan udhiyah.
PENGERTIAN UDHIYAH
Udhiyah adalah hewan kurban yaitu hewan ternak yang disembelih pada hari raya Adha sebagai bentuk taqarrub atau mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
HUKUM DAN DALIL
Ibadah kurban disyariatkan berdasarkan dalil dari kitab dan sunah serta telah menjadi ijma’ kaum muslimin. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Maka laksanakanlah shalat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah).” (QS. Al-Kautsar: 2)
Serta dalil dari hadits
ضحَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ، فَرَأَيْتُهُ وَاضِعًا قَدَمَهُ عَلَى صِفَاحهما، يسمِّي ويكبِّر، فَذَبَحَهُمَا بيده
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkurban dengan dua ekor domba yang warna putihnya lebih banyak daripada warna hitam, aku melihat beliau meletakkan kaki di atas rusuk domba tersebut sambil menyebut nama Allah dan bertakbir, lalu beliau menyembelih domba itu dengan tangan beliau sendiri.” (HR. Bukhari)
Adapun hukum berkurban adalah sunah muakkadah sebagaimana pendapat yang diambil jumhur ulama. Namun sebagian ahli fiqih menyebutkan bahwa makruh hukumnya meninggalkan kurban bagi orang yang mampu.
WAKTU MENYEMBELIH
Waktu menyembelih dimulai tepat setelah shalat Idul Adha. Adapun hewan yang disembelih sebelum shalat Id maka tidak dinilai sebagai kurban dan dicatat sebagai sedekah.
وَمَنْ نَحَرَ قَبْلَ الصَّلَاةِ، فَإِنَّمَا هُوَ لَحْمٌ قَدَّمَهُ لِأَهْلِهِ، لَيْسَ مِنَ النُّسْكِ فِي شَيْءٍ
“Barangsiapa menyembelih kurban sebelum pelaksanaan shalat Id, maka itu hanyalah daging yang dipersembahkan untuk keluarganya dan tidak sedikitpun mendapatkan (pahala) ibadah kurban.” (HR. Bukhari)
Waktu penyembelihan ini diakhiri dengan terbenamnya matahari pada hari tasyriq terakhir yaitu pada tanggal 13 Dzulhijjah.
JENIS HEWAN YANG DIKURBANKAN
Adapun jenis hewan yang dikurbankan adalah hewan ternak saja.
وَلِكُلِّ أُمَّةٖ جَعَلۡنَا مَنسَكٗا لِّيَذۡكُرُواْ ٱسۡمَ ٱللَّهِ عَلَىٰ مَا رَزَقَهُم مِّنۢ بَهِيمَةِ ٱلۡأَنۡعَٰمِۗ فَإِلَٰهُكُمۡ إِلَٰهٞ وَٰحِدٞ فَلَهُۥٓ أَسۡلِمُواْۗ وَبَشِّرِ ٱلۡمُخۡبِتِينَ
“Bagi setiap umat telah kami syariatkan penyembelihan (kurban) agar mereka menyebut nama Allah atas binatang ternak yang dianugerahkan-Nya kepada mereka. Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa, maka berserah dirilah kepada-Nya. Sampaikanlah (Nabi Muhammad) kabar gembira kepada orang-orang yang rendah hati lagi taat (kepada Allah).” (QS. Al-Hajj: 34)
Hewan ternak tersebut adalah hewan seperti unta, sapi, dan kambing atau biri-biri.
HEWAN KURBAN PALING UTAMA
Syaikh Utsaimin menjelaskan bahwa urutan dari jenis hewan yang paling utama untuk dijadikan kurban adalah unta, lalu sapi yang diambil bagian satu orang, lalu domba, kambing, kemudian unta dan sapi yang diambil bagian tujuh orang.
Adapun sifat hewan yang paling utama adalah gemuk, banyak daging, dan sempurna badannya serta indah dipandang, juga diutamakan yang pejantan. Sebagaimana Rasulullah ﷺ yang berkurban dengan hewan terbaik.
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ يُضَحِّي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشٍ أَقْرَنَ فَحِيلٍ، يَنْظُرُ فِي سَوَادٍ، وَيَأْكُلُ فِي سَوَادٍ، وَيَمْشِي فِي سَوَادٍ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkurban dengan seekor domba yang bertanduk, sempurna tubuhnya, sekitar matanya berwarna hitam, dan perut serta kakinya juga berwarna hitam.” (HR. Abu Dawud)
BERSERIKAT DALAM HEWAN KURBAN
Adapun serikat dalam hewan kurban itu dibolehkan pada unta dan sapi saja yaitu dibagi menjadi tujuh bagian. Sedangkan untuk kambing hanya boleh untuk satu orang saja. Berdasarkan dalil hadits
نَحَرْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ الْحُدَيْبِيَةِ. الْبَدَنَةَ عَنْ سَبْعَةٍ. وَالْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ
“Kami pernah menyembelih kurban bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di tahun perjanjian Hudaibiyah, untuk kurban seekor unta atau seekor sapi, kami bersekutu tujuh orang.” (HR. Muslim)
SYARAT-SYARAT BERKURBAN
Ibadah kurban adalah ibadah yang agung dan dilaksanakan dengan memenuhi syarat-syaratnya. Adapun syaratnya, ada yang berkaitan dengan waktu dan ada yang berkaitan dengan jumlah serikat dalam hewan kurban, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya.
Adapun syarat yang berkaitan dengan hewan kurban adalah sebagai berikut:
- Hewan tersebut adalah miliknya sendiri (mudhahi) sehingga tidak berkaitan dengan hak orang lain. Maka tidak sah berkurban dengan hewan yang bukan miliknya seperti hewan curian, ghasab atau pengakuan batil.
- Hewan kurban adalah hewan yang ditentukan secara syar’i yaitu unta, sapi, dan kambing atau biri-biri.
- Hewan kurban juga telah mencapai batasan umur yang ditentukan secara syar’i. Seperti jadza’ah untuk domba biri-biri atau tsaniyah untuk hewan kurban yang lainnya.“Janganlah kamu menyembelih hewan untuk berkurban, melainkan hewan yang telah dewasa (musinnah). Jika itu sulit kamu peroleh, sembelihlah jadza’ah.” (HR. Muslim)Syaikh Utsaimin menjelaskan bahwa musinnah adalah hewan kurban yang telah berusia dua tahun atau lebih, sedangkan jadza’ah adalah selainnya. Adapun unta tsaniyah adalah unta yang berusia genap lima tahun.Sapi tsaniyah adalah sapi yang berusia genap dua tahun, sedangkan tsaniyah dari kambing adalah kambing yang berusia genap satu tahun. Sedangkan jadza’ adalah hewan yang berusia setengah tahun dari domba.
- Hewan kurban selamat dari cacat. Sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits Bara’ bin Azib radhiyallahu ‘anhu“Empat perkara yang tidak boleh ada di dalam hewan-hewan kurban.” Kemudian beliau berkata: Buta sebelah matanya yang jelas kebutaannya, pincang yang jelas pincangnya, sakit yang jelas sakitnya, dan pecah kakinya yang tidak memiliki sumsum.” (HR.Abu Dawud)
HEWAN YANG MAKRUH UNTUK UDHIYAH
Inilah beberapa aib yang makruh dijadikan hewan kurban, tapi tetap sah berkurban dengan hewan tersebut;
- Hewan yang terpotong tanduk atau telingannya. “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang berkurban dengan hewan yang tanduk atau telinganya pecah.” (HR. Tirmidzi)
- Hewan yang cacat telinga bagian depannya.
- Hewan yang cacat telinga bagian belakangnya.
- Hewan yang yang terbelah daun telinganya.
- Hewan yang terdapat lubang bundar pada daun telinganya. Berdasarkan hadits dari Ali bin Abi Thalib“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk memperhatikan baiknya mata dan telinga (hewan kurban). Beliau juga melarang kami untuk berkurban dengan hewan yang cacat telinga bagian depannya, dan tidak pula cacat telinga bagian belakangnya, tidak yang terbelah daun telinganya dan tidak pula yang terdapat lubang bundar pada daun telinganya.” (HR. Tirmidzi)
- Hewan yang terpotong telinganya hingga tampak lubangnya.
- Hewan yang patah pangkal tanduknya.
- Hewan yang kurus dan lemah. Berdasarkan hadits Nabi ﷺ “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya melarang dari mushfarrah, musta`shalah, bakhqa`, musyayya’ah, dan kasra`. Mushfarrah adalah yang terpotong telinganya hingga tampak lubangnya, sedangkan musta`shalah adalah yang patah pangkal tanduknya, bakhqa` adalah yang buta matanya, dan musyayya’ah adalah yang kurus dan lemah, dan kasra` adalah yang retak (tulangnya).” (HR.Abu Dawud)
PENETAPAN HEWAN SEBAGAI UDHIYAH
Adapun penetapan hewan menjadi udhiyah dilakukan dengan dua cara:
Pertama, dengan lafal yang jelas seperti; ini adalah hewan kurban atau udhiyah.
Kedua, dengan perbuatan seperti menyembelih dengan niat berkurban atau dengan membeli hewan dengan niat mengganti hewan kurban lainnya.
Seperti contoh seseorang yang telah mempunyai hewan untuk dikurbankan namun mendekati hari raya Id, ternyata hewan tersebut mati, lalu dia membeli hewan lain sebagai gantinya, maka secara otomatis hewan tersebut telah menjadi hewan udhiyah dengan pembelian tersebut.
KONSEKUENSI HEWAN UDHIYAH
Ketika hewan telah menjadi hewan kurban atau udhiyah, maka terdapat beberapa hukum yang menyertainya. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:
- Hewan yang telah ditetapkan udhiyyah tidak boleh ditransaksikan, dijual, dihibahkan, ataupun digadaikan kecuali hewan tersebut diganti dengan yang lebih baik karena maslahat udhiyyah.
- Apabila orang yang berkurban itu meninggal dunia setelah hewan tersebut ditetapkan udhiyyah maka ahli waris tetap berkewajiban mengorbankan hewan tersebut. Namun apabila meninggal sebelum hewan tersebut ditetapkan menjadi udhiyyah maka hewan tersebut adalah milik ahli waris.
- Hewan tersebut tidak dimanfaatkan untuk membajak atau lainnya, tidak ditunggangi, diperah susunya, tidak dicukur bulunya kecuali terdapat sesuatu yang lebih manfaat dengan bulunya maka diperbolehkan untuk bersedekah atau hadiah dengannya, namun tidak boleh diperjualbelikan.
- Apabila hewan udhiyyah terdapat cacat yang menghalanginya untuk menjadi hewan kurban, maka ada dua hukum dalam kasus ini.Pertama, apabila cacat tersebut akibat dari keteledorannya maka dia wajib menggantinya dengan hewan serupa atau lebih baik.Kedua, apabila cacat tersebut bukan akibat dari keteledorannya, maka dia tetap boleh menyembelih hewan tersebut dan sah hukumnya.
PEMBAGIAN DAGING KURBAN
Orang yang berkurban disyariatkan untuk makan dari daging hewan kurbannya, menghadiahkan, dan menyedekahkan sebagain.
فَكُلُواْ مِنۡهَا وَأَطۡعِمُواْ ٱلۡقَانِعَ وَٱلۡمُعۡتَرَّۚ كَذَٰلِكَ سَخَّرۡنَٰهَا لَكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَشۡكُرُونَ
“Maka makanlah sebagiannya dan berilah makan orang yang merasa cukup dengan apa yang ada padanya (tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah kami tundukan (unta-unta itu) untukmu, agar kamu bersyukur.” (QS. Al-Hajj: 36)
Syaikh Utsaimin menjelaskan kadar pembagian daging untuk dimakan, dihadiahkan maupun disedekahkan. Adapun daging kurban untuk dimakan sepertiga, dihadiahkan sepertiga, begitupun yang disedekahkan sepertiga. Bagian daging yang boleh dimakan itu juga boleh untuk disimpan.
KEWAJIBAN ORANG YANG HENDAK BERKURBAN
Apabila seseorang hendak berkurban maka dianjurkan untuk menjauhi beberapa hal ketika memasuki Bulan Dzulhijjah. Di antaranya adalah seseorang tersebut tidak boleh memotong rambut, dan kukunya sampai hewan kurban tersebut disembelih.
إِذَا رَأَيْتُمْ هِلَالَ ذِي الْحِجَّةِ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ، فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعَرِهِ وَأَظْفَارِهِ
“Jika kalian telah melihat hilal sepuluh Dzulhijjah, dan salah seorang dari kalian hendak berkurban, hendaknya ia tidak mencukur rambut dan tidak memotong kuku terlebih dahulu.” (HR. Muslim)
Hukum ini dikhususkan untuk orang yang niat berkurban, bukan untuk orang yang ditujukan kurban terhadapnya. Oleh karena itu boleh bagi keluarga pengkurban untuk memotong rambut atau kukunya.
Adapun apabila orang yang berniat itu melanggar hukum tersebut dengan memotong rambut atau kukunya maka hendaknya dia bertaubat, tidak mengulangi dan tidak ada kafarat baginya, serta tidak terhalang dari hewan kurban tersebut.
SYARAT-SYARAT MENYEMBELIH
Adapun menyembelih atau mengalirkan darah hewan kurban itu dengan beberapa cara; yaitu nahr, dzabh, atau jarh.
Adapun nahr itu untuk unta, dzabh itu untuk selainnya, sedangkan jarh adalah untuk hewan yang tidak memungkinkan untuk dzabh atau nahr.
Syarat-syarat menyembelih ada sembilan:
- Orang yang menyembelih adalah orang yang berakal dan mumayyiz. Maka tidak halal sembelihan orang gila, mabuk, anak kecil belum mumayyiz atau orang tua yang hilang tamyiznya.
- Orang yang menyembelih adalah muslim atau ahlul kitab.
- Menyembelih dengan niat berkurban.
- Tidak menyembelih atau berkurban untuk selain Allah.
- Menyebut nama Allah ketika hendak menyembelih. maka hukumnya haram sembelihan yang tidak disebut nama Allah.“Setiap yang ditumpahkan darahnya dengan disebut nama Allah maka makanlah.” (HR. Bukhari)
- Menyembelih dengan alat tajam yang mengalirkan darah. Baik menggunakan besi, pecahan batu, kaca atau lainnya. Sebagaimana keterangan hadits dari Juwairiyyah:“Ia mengabarkan kepada Abdullah bin Umar bahwa budak perempuan Ka’b bin Malik menggembalakan kambing miliknya di gunung kecil, di daerah pasar, yaitu tempat yang berada di Sal’.Salah satu kambingnya sakit, lalu budak wanita itu memecah batu dan menyembelih kambing yang sakit itu dengan pecahan batu tersebut. Orang-orang pun menceritakan hal itu kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan beliau memerintahkan untuk tetap memakannya.” (HR. Bukhari)Maka apabila hewan tersebut mati bukan perantara alat yang tajam, maka sembelihan tersebut tidak halal. Seperti dicekik atau disetrum dengan listrik atau semacamnya. Namun apabila mendapati keadaan demikian sedangkan hewan masih hidup lalu kita menyembelih dengan syar’i maka dagingnya menjadi halal.Allah Ta’ala berfirman, “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih.” (QS. Al-Maidah: 3)
- Mati disembelih atau dialirkan darahnya. “Setiap yang ditumpahkan darahnya dengan disebut nama Allah maka makanlah.” (HR. Bukhari)
Adapun apabila hewan kurban tidak memungkinkan untuk disembelih seperti hewan yang lepas lalu masuk ke sumur atau semacamnya, maka hendaknya cukup dengan mengalirkan darah di badannya, dan yang paling baik adalah didaerah badan yang memungkikan cepat untuk mati.Namun apabila dapat untuk disembelih dengan normal, maka hendaknya menyembelih di leher, yaitu dengan memotong dua urat tebal di kerongkongan baik saluran pernafasan dan saluran gizi atau makanan. - Orang yang menyembelih adalah orang yang diizinkan secara syar’i. Adapun contoh orang yang tidak diizinkan secara syar’i adalah orang yang sedang berihram karena berkaitan dengan hak Allah atau seperti orang yang menyembelih hewan hasil curian, maka ini tidak diperbolehkan karena berkaitan dengan hak makhluk.
ADAB-ADAB MENYEMBELIH
Ketika hendak menyembelih hewan kurban hendaknya memperhatikan adab-adabnya. Namun, adab tersebut bukan menjadi syarat dari kehalalan daging hewan kurban. Beberapa di antaranya:
- Menghadap kiblat.
- Menajamkan alat menyembelih.
- Hewan unta dinahr dalam keadaan berdiri, sedangkan hewan lainnya dibaringkan . yaitu Membaringkan hewan pada sisi kirinya, artinya kepala hewan berada di selatan. namun apabila lebih si jagal adalah orang kidal maka ia menyembelih pada sisi kanan hewan.
- Memotong kerongkongan hingga terputusnya saluran makanan dan pernafasan dibarengi dengan putusnya dua urat tenggorokan.
- Menutupi pisau dari hewan kurban sebelum menyembelih.
- Hendaknya bertakbir setelah tasmiyah ketika menyembelih.
- Hendaknya menyebutkan orang yang dituju kurban atau aqiqahnya setelah tasmiyah dan takbir. Seperti “Bismillah Allahu akbar, Allahumma minka wa laka anni.” Apabila yang menyembelih adalah mudhahi. “Allahumma taqabbal min (sebutkan nama) apabila untuk orang lain.
HAL-HAL YANG DIMAKRUHKAN KETIKA MENYEMBELIH
- Menyembelih dengan alat yang tumpul. Bahkan ada yang berpendapat itu adalah haram.
- Menajamkan alat pisau sembelihan di depan hewan kurban.
- Menyembelih hewan kurban di depan hewan lainnya.
- Menyakiti hewan sebelum hewan kurban benar-benar mati. Seperti memotong bagian tubuhnya sebelum benar-benar mati.
- Tidak menghadap kiblat ketika menyembelih.
Demikian fiqih praktis berkurban dan udhiyah, semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bish shawab.
Comments 4