FIQIH PRAKTIS SUJUD SAHWI
Oleh: Syamil Robbani
MUQADIMAH
Di antara perkara shalat yang perlu dipahami dengan baik oleh sebagian kaum muslimin adalah perihal sujud sahwi. Karena realita di lapangan, sebagian kaum muslimin masih kebingungan ketika dihadapkan dengan perkara sujud sahwi.
Padahal, shalat adalah perkara pokok dalam agama karena menempati urutan kedua dalam rukun Islam. Maka setiap mukallaf wajib mengetahui bagaimana shalat yang baik dan benar sesuai tuntunan Nabi Muhammad ﷺ.
Memahami fiqih sujud sahwi mulai dari hukum sampai tatacaranya adalah perihal yang urgen bagi setiap mukallaf, terlebih bagi para Imam shalat, dai, takmir, dan ustadz selaku pembimbing umat.
Untuk itu kami berusaha menghadirkan fiqih praktis sujud sahwi sebagai salah satu usaha untuk mengedukasi umat khususnya dalam perihal yang berkaitan langsung dengan sujud sahwi.
Dalam artikel ini juga kami sertakan contoh kasus sujud sahwi untuk memudahkan masyarakat dalam memahami tata caranya.
Adapun artikel ini banyak disarikan dari kitab “Risâlah Fî Sujûd as-Sahwi” karya Syaikh Utsaimin dan diperkaya lagi dari beberapa kitab lain seperti “Mausu’ah Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah” dan “Sujûd as-Sahwi” karya Syaikh Said al-Qahthani.
Semoga artikel yang singkat ini bisa menjadi salah satu acuan untuk memahami perihal sujud sahwi dan tata caranya.
DEFINISI SUJUD SAHWI
Sujud sahwi adalah sujud sebanyak dua kali yang dilakukan oleh orang yang sedang shalat disebabkan karena kesalahan gerak dalam shalat karena lupa atau lalai. (Risalah Fi Sujud Sahwi, Utsaimin, 18)
HUKUM SUJUD SAHWI
Terkait dengan hukum sujud sahwi, sebagian fuqaha berpendapat bahwa hukum sujud sahwi adalah wajib. (Mausu’ah Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyah, 24/234)
Hal tersebut berdasarkan hadits Nabi ﷺ dari Abu Said Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu
إِذَا شَكَّ أَحَدُكُمْ فِي صَلَاتِهِ فَلَمْ يَدْرِ كَمْ صَلَّى ثَلَاثًا أَمْ أَرْبَعًا، فَلْيَطْرَحِ الشَّكَّ وَلْيَبْنِ عَلَى مَا اسْتَيْقَنَ. ثُمَّ يَسْجُدْ سَجْدَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يُسَلِّمَ. فَإِنْ كَانَ صَلَّى خَمْسًا شَفَعْنَ لَهُ صَلَاتَهُ، وَإِنْ كَانَ صَلَّى إِتْمَامًا لِأَرْبَعٍ كَانَتَا تَرْغِيمًا لِلشَّيْطَانِ
“Apabila salah seorang dari kalian ragu dalam shalatnya dan tidak mengetahui berapa rakaat dia shalat, tiga atau empat rakaat maka buanglah keraguan dan ambillah yang pasti (yaitu yang sedikit).
Kemudian sujudlah dua kali sebelum memberi salam. Jika ternyata dia shalat lima rakaat, maka sujudnya telah menggenapkan shalatnya. Jika ternyata shalatnya memang empat rakaat maka kedua sujudnya itu adalah sebagai penghinaan bagi setan’.” (HR. Muslim)
SEBAB SUJUD SAHWI
Adapun sebab dari sujud sahwi itu ada tiga motif sebagaimana yang dijelaskan oleh fuqaha yaitu penambahan, pengurangan, dan keraguan dalam shalat.
Pertama, Penambahan Gerakan.
Apabila terjadi penambahan rakaat atau gerakan dalam shalat seperti duduk, rukuk, atau sujud yang dilakukan secara sengaja maka shalatnya batal.
Namun apabila karena lupa atau lalai dan seseorang tersebut tidak ingat sampai menjelang shalat tersebut selesai maka ini memiliki hukum yang berbeda. Hendaknya orang tersebut melakukan sujud sahwi sehingga shalatnya menjadi sah.
Contoh: Seseorang yang melaksanakan shalat Zhuhur sebanyak lima rakaat dan dia tidak ingat sampai posisi tasyahud akhir, maka hendaknya dia menyelesaikan tasyahud dan salam, kemudian sujud sahwi dan salam kembali.
Adapun apabila fulan tersebut tidak mengingatnya sampai selesai salam, maka hendaknya dia sujud sahwi dan salam kembali. Namun, apabila dia mengingatnya di pertengahan rakaat kelima maka hendaknya dia segera duduk untuk tasyahud dan salam lalu sujud sahwi lalu salam kembali.
Sebagaimana dalil dari hadist Rasulullah ﷺ
أن رسول الله صلى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى الظُّهْرَ خَمْسًا، فَقِيلَ لَهُ: أَزِيدَ فِي الصَّلَاةِ؟ فَقَالَ: (وَمَا ذَاكَ) قَالَ: صَلَّيْتَ خَمْسًا، فَسَجَدَ سَجْدَتَيْنِ بَعْدَ مَا سَلَّمَ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan shalat Zhuhur lima rakaat. Beliau ditegur, “Apakah ada tambahan rakaat shalat?“ Beliau menjawab, “Memangnya apa yang terjadi?” Dia (Abdullah) berkata, “Anda kerjakan shalat lima rakaat.” Maka beliau sujud dua kali setelah mengucapkan salam.” (HR. Bukhari)
Melakukan salam sebelum sempurnanya rakaat shalat juga termasuk motif penambahan dalam shalat. Apabila hal demikian dilakukan secara sengaja maka shalatnya batal.
Namun jika disebabkan lupa atau lalai dan dia tidak teringat setelah berlalunya waktu yang lama, maka dia harus mengulang shalatnya.
Tapi apabila belum berlalu waktu yang lama seperti dua sampai tiga menit, maka hendaknya dia menyempurnakan shalatnya lalu salam, kemudian dilanjutkan sujud sahwi dan salam kembali.
Sebagaimana dalil dari hadits Nabi ﷺ
صَلَّى بِنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِحْدَى صَلَاتَيِ الْعَشِيِّ قَالَ ابْنُ سِيرِينَ: سَمَّاهَا أَبُو هُرَيْرَةَ، وَلَكِنْ نَسِيتُ أَنَا قَالَ: فَصَلَّى بِنَا رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ سَلَّمَ، فَقَامَ إِلَى خَشَبَةٍ مَعْرُوضَةٍ فِي الْمَسْجِدِ، فَاتَّكَأَ عَلَيْهَا كَأَنَّهُ غَضْبَانُ، وَوَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى الْيُسْرَى، وَشَبَّكَ بَيْنَ أَصَابِعِهِ، وَوَضَعَ خَدَّهُ الْأَيْمَنَ عَلَى ظَهْرِ كَفِّهِ الْيُسْرَى، وَخَرَجَتِ السَّرَعَانُ مِنْ أَبْوَابِ الْمَسْجِدِ، فَقَالُوا: قَصُرَتِ الصَّلَاةُ؟ وَفِي الْقَوْمِ أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ، فَهَابَا أَنْ يُكَلِّمَاهُ، وَفِي الْقَوْمِ رَجُلٌ فِي يَدَيْهِ طُولٌ، يُقَالُ لَهُ ذُو الْيَدَيْنِ، قَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ، أَنَسِيتَ أَمْ قَصُرَتِ الصَّلَاةُ؟ قَالَ: لَمْ أَنْسَ، وَلَمْ تَقْصُرْ. فَقَالَ: أَكَمَا يَقُولُ ذُو الْيَدَيْنِ؟. فَقَالُوا: نَعَمْ، فَتَقَدَّمَ فَصَلَّى مَا تَرَكَ، ثُمَّ سَلَّمَ، ثُمَّ كَبَّرَ وَسَجَدَ مِثْلَ سُجُودِهِ أَوْ أَطْوَلَ، ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ وَكَبَّرَ، ثُمَّ كَبَّرَ وَسَجَدَ مِثْلَ سُجُودِهِ أَوْ أَطْوَلَ، ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ وَكَبَّرَ. فَرُبَّمَا سَأَلُوهُ: ثُمَّ سَلَّمَ؟ فَيَقُولُ: نُبِّئْتُ أَنَّ عِمْرَانَ بْنَ حُصَيْنٍ قَالَ: ثُمَّ سَلَّمَ
“Rasulullah bersama kami melaksanakan salah satu dari shalat yang berada di waktu malam. (Ibnu Sirin berkata bahwa Abu Hurairah menyebutkan (nama) shalat tersebut, tetapi aku lupa.) Abu Hurairah mengatakan, ‘Beliau shalat bersama kami dua rakaat kemudian salam, kemudian beliau mendatangi kayu yang tergeletak di masjid.
Lantas beliau berbaring pada kayu tersebut seolah sedang marah dengan meletakkan tangan kanannya di atas lengan kirinya serta menganyam jari jemarinya, sedangkan pipi kanannya diletakkan pada punggung telapak tangan kiri.
Kemudian beliau keluar dari pintu masjid dengan cepat. Orang-orang pun berkata, ‘Apakah shalat telah diqashar (diringkas)?’ Padahal di tengah-tengah orang banyak tersebut ada Abu Bakar dan Umar, dan keduanya enggan membicarakannya.
Sementara di tengah kerumunan tersebut ada seseorang yang tangannya panjang dan dipanggil dengan nama Dzul Yadain, dia berkata. ‘Wahai Rasulullah, apakah Tuan lupa atau shalat qashar?’
Beliau menjawab, ‘Aku tidak lupa dan shalat juga tidak diqashar.’ Beliau bertanya, ‘Apakah benar yang dikatakan Dzul Yadain?‘ Orang-orang menjawab, ‘Benar.’ Beliau kemudian maju ke depan dan mengerjakan shalat yang tertinggal kemudian salam.
Setelah itu beliau takbir dan sujud seperti sujud yang dilakukannya atau lebih lama lagi. Kemudian beliau mengangkat kepala dan takbir, kemudian takbir dan sujud seperti sujudnya atau lebih lama lagi, kemudian mengangkat kepala dan takbir.”
Bisa jadi orang-orang bertanya kepadanya (Ibnu Sirin), apakah dalam hadits ada lafadz, “Kemudian beliau salam” lalu ia berkata, “Aku mendapat berita bahwa Imran bin Hushain berkata, ‘Kemudian beliau salam.’“ (HR. Bukhari)
Kedua, Pengurangan Gerakan.
- Mengurangi Rukun Shalat
Apabila seseorang meninggalkan rukun shalat secara sengaja maka shalatnya batal. Namun apabila disebabkan karena lupa, maka hendaknya dia sujud sahwi setelah salam.
Dalam perkara ini ada beberapa perincian;
Pertama, orang yang meninggalkan rukun karena lupa dan dia telah berpindah ke rakaat selanjutnya maka rakaat tersebut tidak dihitung rakaat, karena hilangnya rukun di dalamnya.
Kedua, apabila seseorang teringat sebelum masuk ke rakaat selanjutnya maka dia wajib untuk kembali kepada rukun yang dia tinggalkan untuk mengerjakannya. Dalam kedua perincian di atas wajib hukumnya sujud sahwi setelah salam.
Contoh kasus:
Kasus seseorang yang lupa sujud kedua pada rakaat pertama, lalu dia teringat hal tersebut ketika duduk di antara dua sujud pada rakaat kedua. Maka rakaat kedua pada shalat tersebut dihitung sebagai rakaat pertama dan rakaat pertama tidak dihitung.
Maka dia menyempurnakan shalatnya lalu salam dan dilanjut dengan sujud sahwi lalu salam kembali.
- Meninggalkan Hal-Hal Wajib Dalam Shalat
Seseorang yang meninggalkan wajibat shalat secara sengaja maka batal shalatnya. Tapi apabila disebabkan lupa dan dia ingat sebelum berpindah kepada posisi selanjutnya maka hendaknya dia segera mengerjakannya dan tidak perlu sujud sahwi.
Namun apabila dia ingat ketika telah berpindah dari posisinya tapi belum sampai kepada rukun selanjutnya, maka hendaknya dia kembali untuk mengerjakan wajib tersebut, lalu menyempurnakan shalatnya dan salam lalu sujud sahwi dan salam Kembali.
Dalam kasus lainnya seperti seseorang yang ingat namun telah berpindah kepada rukun berikutnya maka hal wajib tersebut jatuh dan tidak perlu kembali untuk mengerjakannya. Maka dia melanjutkan shalatnya dan sujud sahwi sebelum salam.
Adapun menurut sebagian fuqaha di antara wajibat shalat adalah takbir intiqal, tasbih, tahmid, tasyahud awal, dan duduk tasyahud.
Sedangkan menurut pendapat Syafi’iyah di antara hal yang mengharuskan untuk sujud sahwi manakala ditinggalkan adalah tasyahud awal dan duduknya, shalawat, qunut shubuh, dan shalawat dalam qunut. (Mausu’ah Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, 24/238)
Contoh kasus:
Seseorang yang berada di sujud kedua pada rakaat pertama dan hendak bangkit ke rakaat ketiga. Namun tertinggal tasyahud awal, dan dia ingat sebelum bangun berdiri maka hendaknya dia tetap duduk lalu bertasyahud dan menyempurnakan shalatnya dan tidak perlu sujud sahwi.
Said Al-Qahthani memberikan perincian batasan kasus semacam ini yaitu seseorang yang teringat sebelum berpisahnya paha dengan betis atau sebelum kedua lutut terangkat dari tempatnya maka dia tidak perlu sujud sahwi. (Sujud Sahwi, Said bin Ali Al-Qahthani,19)
Dalam kasus yang sama apabila dia teringat setelah bangkit berdiri, namun belum sempurna berdirinya, maka hendaknya dia kembali duduk untuk bertasyahud lalu menyempurnakan shalatnya dan salam, kemudian sujud sahwi dan salam kembali.
Namun apabila dia teringat setelah berdiri sempurna maka tasyahud baginya gugur lalu dia menyempurnakan shalatnya dan sujud sahwi sebelum salam.
Sebagaimana dalil dari hadits Nabi ﷺ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى بِهِمُ الظُّهْرَ، فَقَامَ فِي الرَّكْعَتَيْنِ الْأُولَيَيْنِ، لَمْ يَجْلِسْ، فَقَامَ النَّاسُ مَعَهُ، حَتَّى إِذَا قَضَى الصَّلَاةَ، وَانْتَظَرَ النَّاسُ تَسْلِيمَهُ، كَبَّرَ وَهُوَ جَالِسٌ، فَسَجَدَ سَجْدَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يُسَلِّمَ، ثُمَّ سَلَّمَ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat Zhuhur bersama mereka, lalu beliau berdiri pada dua rakaat yang pertama dan tidak duduk (untuk tasyahud), dan orang-orang ikut berdiri. Sehingga ketika shalat akan selesai dan orang-orang menanti salamnya beliau bertakbir dalam posisi duduk, lalu sujud dua kali sebelum salam, setelah itu baru beliau salam.” (HR. Bukhari)
Ketiga, Ragu-Ragu Dalam Shalat
Adapun ragu-ragu dalam shalat tentang jumlah rakaat itu terjadi dalam dua kasus.
Kasus pertama yaitu seseorang yang ragu dalam shalat, namun ia dapat meyakini salah satu dari keraguan tersebut. Maka ia menyempurnakan shalatnya dan salam lalu sujud sahwi dan salam kembali.
Seperti seseorang yang shalat Zhuhur lalu di pertengahan shalat dia ragu, apakah telah shalat dua atau tiga rakaat. Akan tetapi dia dapat memastikan pendapat kuatnya bahwa dia telah shalat tiga rakaat, maka dia shalat satu rakaat lagi dan salam lalu sujud sahwi dan salam kembali.
Sebagaimana dalil dari Hadits Nabi ﷺ
وَإِذَا شَكَّ أَحَدُكُمْ فِي صَلَاتِهِ فَلْيَتَحَرَّ الصَّوَابَ، فَلْيُتِمَّ عَلَيْهِ، ثُمَّ لِيُسَلِّمْ، ثُمَّ يَسْجُدُ سَجْدَتَيْنِ
“Dan jika seseorang dari kalian ragu dalam shalatnya maka dia harus meyakini mana yang benar, kemudian hendaklah ia sempurnakan, lalu salam kemudian sujud dua kali.” (HR.Bukhari)
Kasus kedua adalah orang yang ragu dalam shalatnya, namun dia tidak dapat memastikan dari dua keraguan tersebut. Maka ia harus mengambil jumlah yang sedikit lalu dia menyempurnakan shalatnya dan sujud sahwi sebelum salam.
Sebagaimana pendapat jumhur fuqaha bahwa hendaknya dia mengambil jumlah yang paling sedikit karena ini dibangun atas dasar yakin. (Mausu’ah Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, 24/235)
Seperti orang yang shalat Ashar namun di pertengahan shalat dia ragu apakah sudah dua atau tiga rakaat dan dia tidak dapat memastikan dari dua keraguan tersebut. Maka dia memilih jumlah yang sedikit yaitu dua, lalu dia menyempurnakan shalatnya dan sujud sahwi sebelum salam.
Sebagaimana dalil dari hadits Nabi ﷺ
إِذَا شَكَّ أَحَدُكُمْ فِي صَلَاتِهِ فَلَمْ يَدْرِ كَمْ صَلَّى ثَلَاثًا أَمْ أَرْبَعًا، فَلْيَطْرَحِ الشَّكَّ وَلْيَبْنِ عَلَى مَا اسْتَيْقَنَ. ثُمَّ يَسْجُدْ سَجْدَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يُسَلِّمَ. فَإِنْ كَانَ صَلَّى خَمْسًا شَفَعْنَ لَهُ صَلَاتَهُ، وَإِنْ كَانَ صَلَّى إِتْمَامًا لِأَرْبَعٍ كَانَتَا تَرْغِيمًا لِلشَّيْطَانِ
“Apabila salah seorang dari kalian ragu dalam shalatnya dan tidak mengetahui berapa rakaat dia shalat, tiga atau empat rakaat maka buanglah keraguan dan ambilah yang pasti (yaitu yang sedikit). Kemudian sujudlah dua kali sebelum memberi salam.
Jika ternyata dia shalat lima rakaat, maka sujudnya telah menggenapkan shalatnya. Jika ternyata shalatnya memang empat rakaat maka kedua sujudnya itu adalah sebagai penghinaan bagi setan.” (HR. Muslim)
SUJUD SAHWI BAGI MAKMUM
Apabila makmum mengetahui bahwa sang imam lupa dengan menambah atau mengurangi shalat, maka hendaknya si makmum mengingatkannya. Sebagaimana hadits Nabi ﷺ
إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ، أَنْسَى كَمَا تَنْسَوْنَ، فَإِذَا نَسِيتُ فذكروني
“Aku ini hanyalah manusia seperti kalian yang bisa lupa sebagaimana kalian juga bisa lupa, maka jika aku lupa ingatkanlah.” (HR. Bukhari)
Adapun cara mengingatkan jamaah laki-laki dengan mengucapkan tasbih, sedangkan jamaah perempuan dengan menepuk tangan. Sebagaimana pendapat jumhur fuqaha. (Mausu’ah Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, 24/241)
إِذَا نَابَكُمْ فِي الصَّلَاةِ شَيْءٌ، فَلْيُسَبِّحِ الرِّجَالُ، وَلْيُصَفِّقِ النِّسَاءُ
“Bila terjadi kekurangberesan dalam shalat kalian, hendaklah makmum lelaki bertasbih sedang makmum wanita menepukkan tangan.” (HR. Ahmad)
Apabila seorang imam lupa dalam shalatnya maka makmum tetap wajib untuk mengikuti sujud sahwi bersama imam. Sebagaimana sabda Nabi ﷺ dalam haditsnya
إِنَّمَا جُعِلَ الْإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ، فَإِذَا كَبَّرَ فَكَبِّرُوا، وَإِذَا رَكَعَ فَارْكَعُوا، وَإِذَا سَجَدَ فَاسْجُدُوا
“Sesungguhnya dijadikannya imam itu untuk diikuti. Jika imam bertakbir maka takbirlah kalian, jika rukuk maka rukuklah kalian, jika sujud maka sujudlah kalian.” (HR. Bukhari)
Maka wajib untuk bersujud sahwi bersama imam baik sebelum maupun sesudah salam, kecuali bagi si masbuk.
Sebab orang masbuk tidak mungkin salam bersama imam. Maka hendaknya makmum yang masbuk menyempurnakan rakaat yang tertinggal dan salam lalu sujud sahwi dan salam kembali.
KESIMPULAN
Dari penjelasan di atas bisa diambil garis besar bahwa sujud sahwi adalah sujud yang disebabkan adanya kesalahan dalam shalat, baik karena lupa ataupun lalai. Adapun teknis pelaksanaannya dapat dilakukan sebelum ataupun sesudah salam.
Sujud sahwi yang dilakukan sebelum salam itu dalam dua kasus. Yaitu yang disebabkan pengurangan dalam shalat (tentu dengan perinciannya) dan yang disebabkan keraguan yang tidak dapat diyakini salah satunya sehingga mengambil jumlah yang paling sedikit.
Sedangkan sujud sahwi yang dilakukan setelah salam itu juga dalam dua kasus. Yaitu yang disebabkan penambahan dalam shalat dan yang disebabkan keraguan, namun keraguan tersebut dapat teratasi dengan mengambil salah satunya yang paling kuat.
Dalam kasus salam sebelum sempurnanya shalat karena lupa kemudian dia ingat dan menyempurnakannya. Maka ini juga masuk dalam sujud sahwi setelah salam. Karena menambah salam dalam pertengahan shalat. Wallahu a’lam bishshawab.
Afwan ustadz yg dimaksud di hadist nabi ini…,sholat wajib saja atau juga nafilah,
Syukron.
Afwan, mungkin bisa dicopykan hadits mana yang dimaksudkan Akh.