Daftar Isi
Khutbah Jum’at: Adab dan Kesopanan dalam Bermasyarakat
Oleh Muhammad Faishal Fadhli (Staf Pengajar Ma’had Aly An-Nuur)
إِنَّ الْحَمْدَ للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ،
أشْهَدُ أنْ لاَ إِلٰه إلاَّ اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ حَيْثُ قَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى، أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ. أَمَّا بَعْدُ
Download PDF di sini.
Khutbah Pertama
Jama’ah shalat Jum’at rahimakumullah.
Pada kesempatan yang mulia ini mari kita panjatkan puji serta syukur kita ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang sampai hari ini masih memberikan kita kesehatan dan kesempatan untuk dapat menjalankan salah satu dari banyaknya kewajiban yang Allah bebankan kepada kita sebagai seorang hamba.
Semoga Allah selalu memudahkan kita untuk melaksanakan ketaatan kepada-Nya.
Shalawat dan salam tak lupa kita hadiahkan kepada junjungan alam Nabi Muhammad shallallahu ‘alahi wa sallam beserta keluarga, sahabat, dan siapa saja yang masih berpegang teguh dengan ajaran yang beliau bawa hingga hari kiamat kelak.
Tak lupa khatib wasiatkan kepada diri khatib pribadi dan para jama’ah semua untuk selalu meningkatkan iman dan takwa kita kepada Allah, karena sebaik-baik bekal untuk kita bawa menuju Allah adalah takwa.
Jama’ah shalat Jum’at rahimakumullah.
Di dalam Al-Qur’an Surat Al-Hujurat ayat 11 dan 12 Allah Ta’ala berfirman
يٰۤاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا لَا يَسۡخَرۡ قَوۡمٌ مِّنۡ قَوۡمٍ عَسٰٓى اَنۡ يَّكُوۡنُوۡا خَيۡرًا مِّنۡهُمۡ وَلَا نِسَآءٌ مِّنۡ نِّسَآءٍ عَسٰٓى اَنۡ يَّكُنَّ خَيۡرًا مِّنۡهُنَّۚ وَلَا تَلۡمِزُوۡۤا اَنۡفُسَكُمۡ وَلَا تَنَابَزُوۡا بِالۡاَلۡقَابِؕ بِئۡسَ الِاسۡمُ الۡفُسُوۡقُ بَعۡدَ الۡاِيۡمَانِ ۚ وَمَنۡ لَّمۡ يَتُبۡ فَاُولٰٓٮِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوۡنَ ١١
يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوا اجۡتَنِبُوۡا كَثِيۡرًا مِّنَ الظَّنِّ اِنَّ بَعۡضَ الظَّنِّ اِثۡمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوۡا وَلَا يَغۡتَبْ بَّعۡضُكُمۡ بَعۡضًا ؕ اَ يُحِبُّ اَحَدُكُمۡ اَنۡ يَّاۡكُلَ لَحۡمَ اَخِيۡهِ مَيۡتًا فَكَرِهۡتُمُوۡهُ ؕ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ؕ اِنَّ اللّٰهَ تَوَّابٌ رَّحِيۡمٌ ١٢
Artinya, “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok),
dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olok) perempuan lain, (karena) boleh jadi perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok).
Janganlah kamu saling mencela satu sama lain, dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman.
Dan barangsiapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. (11)
Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain,
dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain.
Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang. (12)”
Apabila kedua ayat tersebut dijadikan landasan dalam hidup bermasyarakat, niscaya akan terciptalah suasana yang tenang, rukun, dan damai. Sebab pada ayat tersebut terdapat banyak pesan-pesan peradaban.
Pada kesempatan berbahagia ini, khatib akan mengingatkan tentang adab-adab yang harus dijaga dalam bermasyarakat.
Jama’ah shalat Jum’at rahimakumullah.
Pertama, Meninggalkan Celaan dan Panggilan Tidak Baik
Allah Ta’ala sesungguhnya tidak akan melihat rupa dan fisik manusia. Tetapi Dia akan melihat amalan dan apa yang terdapat di dalam hati mereka.
Maka dari itu, tidak pantas seseorang membully, mengejek, ataupun mencela saudaranya meski dengan niat bercanda.
Biasanya alasan semacam itu hanyalah dalih semata. Pada hakikatnya celaan atau ejekan memang ditujukan untuk memandang rendah orang lain meski kadang tidak diakui.
Al-Qur’an dengan tegas menyatakan, janganlah seseorang di antara kalian merasa lebih baik, lebih hebat, lebih mulia daripada orang lain.
Sebab bisa jadi yang dihina itu lebih mulia daripada yang menghina. Baik laki-laki atau perempuan, individu atau kelompok, semuanya dituntut untuk menjalankan pesan ini dengan baik.
Selain itu, panggilan buruk yang berpotensi melukai perasaan orang lain juga mesti dijauhi. Contohnya (mohon maaf) seperti sebutan cebol bagi orang pendek, atau tonggos bagi orang yang giginya kurang rapi, dan lain sebagainya.
Apalagi sampai menamai orang dengan nama-nama hewan yang konotasinya negatif. Hal ini diharamkan dalam Islam.
Jama’ah shalat Jum’at rahimakumullah.
Kedua, Menghindari Prasangka Buruk
Pada dasarnya, orang-orang beriman mempunyai sifat cinta damai dan sangat membenci permusuhan. Oleh karena itu, segala hal yang bisa merusak suatu hubungan sebisa mungkin akan dihindari.
Su’u dzhan atau buruk sangka biasanya diawali dari hilangnya rasa hormat dan kepercayaan terhadap sesama yang pada akhirnya akan merenggangkan ikatan ukhuwah yang susah payah dirajut.
Seorang mukmin tentu akan berusaha memberi uzur (alasan) dan berbaik sangka terhadap saudaranya manakala mendengar berita buruk tentang saudaranya itu.
Sebaliknya, orang munafik memiliki tabiat suka keributan dan perpecahan. Untuk itu mereka akan selalu mencari celah untuk menjatuhkan orang beriman.
Abu al-Barakat, dalam kitabnya yang berjudul Adab al-‘Isyrah, mengutip perkataan al-Imam Ibnu al-Mubarak,
اَلْمُؤْمِنُ يَطْلُبُ الْمَعَاذِيْرَ وَالْمُنَافِقِ يَطْلُبُ الْعَثَرَاتِ
“Seorang mukmin berusaha mencari uzur bagi saudaranya. Adapun orang munafik mencari-cari kesalahan saudaranya.”
Terkadang, prasangka buruk muncul dan terbesit dalam hati secara tiba-tiba. Tanpa sengaja, su’u dzhan bisa menyelinap masuk ke dalam jiwa dan mengacaukan pikiran.
Maka dari itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
ثَلاثٌ لازِمَاتٌ لأُمَّتِي : الطِّيَرَةُ ، وَالْحَسَدُ ، وَسُوءُ الظَّنِّ
فَقَالَ رَجُلٌ : فَمَا يُذْهِبُهُنَّ يَا رَسُولَ اللهِ مِمَّنْ كُنَّ فِيهِ؟
قَالَ : إِذَا حَسَدْتَ فَاسْتَغْفِرْ ، وَإِذَا ظَنَنْتَ فَلاَ تَحَقِّقْ ، وَإِذَا تَطَيَّرْتَ فَأَمْضِهِ
“Ada tiga perkara yang tidak terlepas dari umatku, yaitu thiyarah (anggapan sial karena suatu ramalan), dengki, dan buruk sangka.”
Maka bertanya seorang sahabat, “Ya Rasulullah, apa yang dapat menghilangkan tiga perkara yang buruk itu dari seseorang?”
Nabi menjawab, “Apabila engkau hasad (dengki) maka hendaklah engkau memohon ampun kepada Allah. Jika engkau mempunyai buruk sangka jangan dinyatakan, dan bilamana engkau memandang sial karena suatu ramalan maka lanjutkanlah tujuanmu.” (H.R. Thabrani dari Haritsah bin Nu’man).
Jama’ah shalat Jum’at rahimakumullah.
Ketiga, Tidak Melakukan Tajassus
Tajassus artinya mencari-cari kesalahan orang lain akibat dari prasangka buruk yang dituruti dan pada akhirnya berlanjut dengan aksi yang tidak terpuji.
Menguntit, mengintip, dan sibuk dengan sesuatu yang belum tentu dilakukan orang lain. Sementara orang yang suka tajassus itu biasanya lupa dengan aib dirinya sendiri.
Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa barangsiapa yang melakukan tajassus, maka Allah akan menghinakannya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
يَا مَعْشَرَ مَنْ آمَنَ بِلِسَانِهِ وَلم يَدْخُل الإيمَانُ قَلْبَهُ ! لاَ تَغْتَابُوا الْمُسْلِمِيْنَ وَلاَ تَتَّبِعُوا عَوْرَاتِهِمْ فَإِنَّهُ مَنْ تَتَبَّعَ عَوْرَةَ أَخِيْهِ الْمُسْلِمِ تَتَبَّعَ اللهُ عَوْرَتَهُ وَمَنْ تَتَبَّعَ اللهُ عَوْرَتَهُ يَفْضَحْهُ وَلَوْ فِي جَوْفِ بَيْتِهِ
“Wahai orang-orang yang beriman dengan lisannya akan tetapi iman belum masuk ke dalam hatinya, janganlah kalian mengghibahi kaum muslimin, dan janganlah pula mencari-cari aib mereka.
Sesungguhnya barangsiapa yang mencari-cari aib saudaranya sesama muslim maka Allah akan mencari-cari kesalahannya.
Barangsiapa yang Allah mencari-cari kesalahannya maka Allah akan mempermalukannya meskipun ia berada di dalam rumahnya.”
Jama’ah shalat Jum’at rahimakumullah.
Keempat, Menjauhi Ghibah
Buya Hamka dalam kitabnya yang berjudul Falsafah Hidup menyebutkan bahwa menggunjing atau membicarakan aib dan cela orang lain di belakangnya adalah penyakit masyarakat yang paling hebat.
Tidak terlepas daripadanya, baik ahli agama atau ahli politik, laki-laki atau perempuan.
Orang yang suka menggunjing, sengaja menggali-gali kekurangan lawan, seakan-akan yang mencela itu malaikat dan yang dicelanya manusia yang tidak boleh bersalah.
Bagi orang yang tidak beradab, ghibah, gosip, atau menggunjing, sudah menjadi perhiasan. Padahal, dalam ayat 12 surat Al-Hujurat perbuatan itu disamakan dengan memakan bangkai kawan yang digunjing.
Bila ditanyakan, bagaimana rasanya bangkai manusia?
Tentu semua orang akan menjawab rasanya tidak enak. Maka perbuatan membuka aib orang adalah lebih hina dari pada memakan bangkai.
Di era digital ini, berbagai media sosial bisa menjadi instrumen pendidikan bagi masyarakat. Bisa menjadi sarana edukasi untuk mengakses berbagai ilmu dan informasi. Baik yang berkaitan dengan ilmu agama atau ilmu umum.
Akan tetapi, media sosial juga bisa menjadi alat yang menyesatkan rakyat karena dipenuhi dengan berita fitnah dan gosip.
Jama’ah shalat Jum’at rahimakumullah.
Sekarang semua orang bisa menjadi wartawan dan memviralkan sebuah berita hanya bermodalkan jari-jemari dan sedikit kuota internet.
Jika pihak yang dibicarakan kesalahannya memang benar-benar melakukan kesalahan, itulah yang dinamakan ghibah. Itulah yang dilarang keras dalam agama.
Namun jika yang disebarluaskan adalah berita bohong, itu namanya fitnah. Dan ketahuilah, sesungguhnya bahaya ghibah dan fitnah, lebih mengerikan daripada pembunuhan.
Untuk membunuh, dibutuhkan tenaga, skenario, alat-alat, dan benda-benda tertentu. Tetapi untuk ghibah, hanya butuh mulut. Namun efeknya, bisa menyebabkan permusuhan bahkan peperangan.
Puluhan bahkan ratusan nyawa bisa hilang sia-sia akibat dosa lisan yang satu ini.
Tidak ada manusia yang terbebas dari cela dan dosa. Itulah sebabnya Islam sangat melarang perbuatan ghibah.
Allah Ta’ala tidak suka kepada orang yang menyebarluaskan kebusukan, seakan-akan membongkar suatu kuburan, lalu dikeluarkan isinya untuk dijemur di hadapan khalayak ramai.
Ghibah memang diumpamakan seperti “makan” hal ini menunjukkan suatu aktivitas yang mengenakan dan memuaskan hawa nafsu.
Nyatanya, ghibah adalah menyuguhi suatu berita yang sudah digoreng dan ditaburi bumbu. Semakin lihai ‘koki yang memasaknya’, semakin banyak orang yang tertarik untuk menyantapnya.
Padahal, sesuatu yang digoreng dan diolesi racikan penyedap rasa itu, sejatinya hanyalah bangkai! Bangkai yang dipenuhi belatung. Berbau anyir. Berkuah darah.
Hanya saja, itulah sajian terlezat bagi orang-orang rendahan dan miskin adab. Na’udzu billah, tsumma na’udzu billah.
Semoga Allah Ta’ala menjauhkan kita dari empat sifat tercela tersebut, yaitu suka mencela, berprasangka buruk, tajassus, serta ghibah dan semoga Allah Ta’ala menjadikan kita termasuk dalam golongan hamba-Nya yang beradab serta berakhlak mulia.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هذا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah Kedua
إِنَّ الْحَمْدَ للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أشْهَدُ أنْ لاَ إِلٰه إلاَّ اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ حَيْثُ قَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى، أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدّعَوَاتِ
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدِيْنَا وَارْحَمْهُمْ كَمَا رَبَّوْنَا صِغَارًا
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي القُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالمُنْكَرِ وَالبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
وَاذْكُرُوْا اللهَ الْعَظِيْمَ الْجَلِيْلَ يَذْكُرْكُمْ، وَأَقِمِ الصَّلَاة