Khutbah Jum’at: Bahaya Meremehkan Dosa Kecil
Oleh M. Faishal Fadhli (Staf Pengajar Ma’had Aly An-Nuur)
إنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ حَيْثُ قَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى، أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ. أَمَّا بَعْدُ
Download PDF di sini.
Khutbah Pertama
Ma’asyiral muslimin arsyadani wa arsyadakumullah.
Tidak ada kalimat yang paling pantas untuk diucapkan seorang hamba di setiap detiknya melainkan kalimat hamdalah, sebagai bentuk syukur atas beribu kali nikmat Allah ﷻ yang kita rasakan, namun Allah ﷻ hanya meminta kepada manusia agar mensyukuri semua itu.
Selanjutnya shalawat dan salam kita haturkan kepada uswatun hasanah, teladan yang baik, junjungan kita, Nabi Muhammad ﷺ. Semoga juga tersampaikan kepada para sahabat beliau, tabiin, tabiut tabiin, serta orang-orang yang istiqamah hingga akhir zaman nanti.
Semoga kita semua termasuk umatnya yang mendapat syafaat beliau pada hari ketika tidak ada syafaat melainkan atas izin-Nya.
Hakikat bekal yang harus dipersiapkan setiap muslim adalah keimanan dan takwa kepada Allah ﷻ, karena dengan takwa ini akan menjadi aset kita untuk menghadap Sang pencipta. Sebagaimana firman-Nya dalam surat Al-Baqarah 197, “Dan berbekallah kalian semua karena sebaik-baik bekal adalah takwa.”
Ma’asyiral muslimin arsyadani wa arsyadakumullah.
Bagi seorang mukmin, menjalankan ketaatan adalah sebuah kenikmatan. Ia akan bersyukur dan merasa bahagia setelah mengerjakannya. Sedangkan kemaksiatan yang ia lakukan, membuatnya merasa bersalah, bersedih, dan menyesal. Dalam sebuah hadits disebutkan,
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ قَالَ قَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا الْإِيمَانُ قَالَ إِذَا سَرَّتْكَ حَسَنَتُكَ وَسَاءَتْكَ سَيِّئَتُكَ فَأَنْتَ مُؤْمِنٌ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَمَا الْإِثْمُ قَالَ إِذَا حَاكَ فِي صَدْرِكَ شَيْءٌ فَدَعْهُ
Dari Abu Umamah dia berkata, seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah ﷺ “Apa itu iman?” Beliau menjawab, “Jika kebaikanmu menggembirakanmu dan keburukanmu membuatmu sedih, maka kamu adalah mukmin.”
Kemudian dia bertanya, “Apa itu dosa?” Beliau menjawab, “Jika suatu perkara singgah di dadamu kemudian engkau menolaknya.” (HR. Ibnu Hibban dan Ahmad)
Inilah pertanda keimanan. Ketika maksiat membuat seseorang merasa gelisah. Hatinya hancur. Wajahnya tertunduk malu. Lisannya melirihkan istighfar memohon ampunan kepada Allah yang baru saja ia durhakai.
Lantas ia cepat-cepat menutupi kesalahan tersebut dengan kebaikan yang mengiringinya sesuai petunjuk nabawi, wa atbi’is sayyiata tamhuha wa khaliqin nasa bi khuluqin hasanin.
Kenapa perasaan seorang mukmin begitu peka terhadap dosa? Sebab baginya, setiap dosa adalah kerugian. Entah itu dosa besar atau dosa kecil. Tidak ada bedanya. Sama-sama membuatnya khawatir; bisa saja Allah murka dan menghukumnya secara tiba-tiba.
Ia sangat memahami bahwa dosa akan mendatangkan dampak buruk bagi kehidupan. Di antaranya:
Pertama, terhalangnya ilmu. Akibat perbuatan dosa, ilmu jadi sulit dimengerti. Sekalipun dapat dipahami, tetapi sulit untuk dihafalkan. Persis seperti pengalaman Imam Syafi’i. Kepada Waki’, gurunya, beliau mengadukan buyarnya hafalan ilmu.
Maka sang guru menjelaskan bahwa ilmu itu cahaya. Dan cahaya Allah tidak akan masuk kecuali ke dalam hati yang bersih. Maka, janganlah kau padamkan cahaya ilmu dengan kegelapan maksiat.
Ma’asyiral muslimin arsyadani wa arsyadakumullah.
Kedua, menghilangkan rasa malu. Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa, Inna mimma adrakannasu min kalamin nubuwah al-ula idza lam tastahi fashna’ ma syi’ta “Sesungguhnya di antara ucapan yang diperoleh manusia dari kenabian yang pertama adalah; jika kamu tidak mempunyai rasa malu, maka berbuatlah sesukamu.” (HR. Bukhari)
Hadits tersebut mengandung sindiran. Orang yang tidak punya rasa malu, pasti tidak peduli halal-haram. Tidak mau tau peraturan. Layaknya binatang yang melakukan apa saja sesuai kehendak nafsunya.
Ketiga, tertahannya rezeki. Akibat dosa, hidup terasa sempit. Mencari nafkah begitu sulit. Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa, “Seorang hamba benar-benar terhalang dari rezeki karena dosa yang dilakukannya.” (HR. Ahmad) Hadits ini menerangkan bahwa ada jatah rezeki yang tertahan akibat maksiat.
Ma’asyiral muslimin arsyadani wa arsyadakumullah.
Demikianlah penjelasan para ulama tentang akibat dosa. Maka sungguh mengherankan jika sebagian orang merasa tetap enjoy saat bermaksiat, bahkan cenderung meremehkannya. Padahal sejatinya mereka telah mengalami kerugian besar dan menzalimi diri sendiri.
Sungguh berbeda dengan sikap generasi salafush shalih dalam memandang perbuatan dosa. Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata,
إِنَّكُمْ لَتَعْمَلُونَ أَعْمَالًا، هِيَ أَدَقُّ فِي أَعْيُنِكُمْ مِنَ الشَّعَرِ، إِنْ كُنَّا لَنَعُدُّهَا عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنَ المُوبِقَاتِ
“Sesungguhnya kalian mengerjakan amalan-amalan yang kalian anggap lebih halus dari sehelai rambut, sedangkan kami (para sahabat) menganggapnya sebagai pembawa kebinasaan di masa Rasulullah ﷺ .” (HR. Bukhari).
Perbuatan dosa itu sendiri sudah mendatangkan kerugian. Apalagi jika sampai diremehkan. Akibatnya lebih mengerikan. Di antaranya,
Pertama, menyebabkan kebinasaan. Dalam sebuah hadits, Rasulullah ﷺ mewanti-wanti agar jangan sampai umatnya meremehkan dosa kecil.
عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِيَّاكُمْ وَمُحَقَّرَاتِ الذُّنُوبِ فَإِنَّمَا مَثَلُ مُحَقَّرَاتِ الذُّنُوبِ كَقَوْمٍ نَزَلُوا فِي بَطْنِ وَادٍ، فَجَاءَ ذَا بِعُودٍ، وَجَاءَ ذَا بِعُودٍ حَتَّى أَنْضَجُوا خُبْزَتَهُمْ، وَإِنَّ مُحَقَّرَاتِ الذُّنُوبِ مَتَى يُؤْخَذْ بِهَا صَاحِبُهَا تُهْلِكْهُ
Dari Sahl bin Sa’ad radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Berhati-hatilah dari dosa-dosa yang dianggap remeh.
Permisalan dosa-dosa yang dianggap remeh itu ibarat suatu kafilah safar yang bermalam di sebuah lembah, setiap orang mengumpulkan sebuah kayu bakar hingga mereka dapat memasak roti mereka. Sesungguhnya dosa-dosa yang dianggap remeh itu dapat membinasakan pelakunya jika ia dihisab’.”
Kedua, menurut Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma, dosa kecil yang diulang berkali-kali, akan berubah menjadi dosa besar. “Laa kabiirata ma’al istighfar wa laa saghiirata ma’al ishrar.” Tidak ada dosa besar yang diiringi istighfar, dan tidak ada dosa kecil yang diiringi pengulangan.
Kutipan ini termaktub dalam kitab Tafsir Imam ath-Thabari dan Syu’abul Iman karya Imam al-Baihaqi.
Ma’asyiral muslimin arsyadani wa arsyadakumullah.
Ketiga, meskipun terkesan sepele, dosa kecil ibarat batu kerikil. Bayangkanlah jika kita sedang melakukan perjalanan, sementara di dalam sepatu yang kita pakai terdapat batu kerikil yang mengganjal. Tentu akan mengurangi rasa nyaman bahkan menyakitkan.
Pun batu kerikil itu jika berjumlah banyak lalu ditumpuk, lama kelamaan akan menggunung. Demikian pula halnya dengan dosa.
Keempat, permisalan lain disampaikan oleh Imam al-Ghazali. Beliau memandang bahwa dosa -dosa kecil seperti tetes-tetes air yang jatuh di atas batu. Lama kelamaan, batu itu akan berlubang terkena tetesan air.
Meskipun air yang menetes itu lembut dan batu itu keras. Seperti itulah halnya dosa kecil. Jika terus menerus dilakukan, akan melubangi hati.
Ma’asyiral muslimin arsyadani wa arsyadakumullah.
Demikianlah sedikit pengingat yang khatib sampaikan terkhusus pada diri khatib pribadi dan umumnya pada jama’ah sekalian terkait bahayanya meremehkan dosa meskipun itu dosa kecil. Semoga Allah ﷻ senantiasa melindungi kita semua dari segala perbuatan dosa.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ
Khutbah Kedua
اَلْحَمْدُ ِللهِ نَحْمَدُهُ ونستعينهُ وَنَسْتَهْدِيْهِ، وَنَشْكُرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَن يَهْدِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلـهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ صَلَواتُ اللهِ وَسَلَامُهُ عَلَيْهِ وَعَلَى كُلِّ رَسُولٍ أَرْسَلَهُ
أمّا بَعْدُ، عِبَادَ اللهِ، فَإِنِّيْ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْقَدِيْرِ. وَاعْلَمُوْا إِنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ
فقالَ: إِنَّ اللَّهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا. اَللّهُمَّ صَلّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمََا صَلّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى اَلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، وبارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا محمَّدٍ وَعَلَى اَلِ سَيِّدِنَا محمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى اَلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، إنّكَ حميدٌ مجيدٌ
اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، وَتَابِعْ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ بِالْخَيْرَاتِ رَبَّنَا اغْفِرْ وََارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ
رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا، رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا
رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ