Jejak Keteladanan Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘anhu
Oleh M. Faishal Fadhli (Staf Pengajar Ma’had Aly An-Nuur)
Ia mendapat julukan Dzun Nurain, Sang Pemilik Dua Cahaya. Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu mendapat julukan itu karena Rasulullah ﷺ menikahkan kedua putrinya dengan Utsman. Beliau mendapat kemuliaan dan keistimewaan ini, tentunya karena memiliki akhlak mulia dan keteladanan yang tinggi.
Berikut beberapa sifat terpuji Utsman bin Affan.
Pertama, Dermawan
Ketika Rasulullah dan para sahabat hijrah ke Madinah, mereka menghadapi beberapa ujian di awal-awal kedatangan. Di antaranya adalah kesulitan mendapatkan air, sementara kondisi mereka waktu itu masih miskin harta.
Imam Bukhari meriwayatkan sikap Rasulullah yang merasa prihatin dengan kondisi tersebut lantas beliau memotivasi umatnya untuk beramal; berharap ada yang berkenan mewakafkan harta untuk kemaslahatan kaum muslimin. Beliau bersabda,
“Man hafara Rumatan fa lahu al-Jannah.” (Barang siapa menggali sumur Rumah, maka baginya Jannah). Hal itu diutarakan oleh Baginda Nabi karena ada satu sumur milik Yahudi, yaitu sumur Rumah yang airnya selalu penuh dan jernih. Lalu tampillah Utsman sebagai orang yang membeli sumur tersebut dan mewakafkannya untuk umat.
Jejak kedermawanan Utsman lainnya yang sangat terkenal adalah ketika beliau menginfakkan hartanya pada Perang Tabuk, tahun 9 Hijriyah, yang dikenal dengan istilah “Jaisyul ‘Usrah” (pasukan yang sedang kesulitan) karena kebutuhan logistik, kendaraan, dan biaya perang waktu sangat besar.
Meskipun Abu Bakar sudah mengeluarkan seluruh hartanya, Umar dan Abdurrahman bin Auf menginfakkan setengah hartanya, masih belum mencukupi. Saat itulah Utsman menambal kekurangan yang tersisa dengan menginfakkan 600 ekor unta; lengkap dengan pelana dan segala isinya. Hal itu ia sampaikan ketika Rasul berkali-kali membuka penggalangan dana jihad.
Setelah Utsman berturut-turut menyatakan kesanggupannya memback-up kebutuhan pasukan, “Saya melihat Rasulullah”, kata Abdurrahman bin Khabbab -periwayat kisah tersebut-, “Turun dari mimbar seraya bersabda, “Tidak ada mudharat bagi Utsman setelah hari ini, apapun yang dilakukannya.” Ucapan ini diulangi sebanyak dua kali.
Sifat dermawan yang melekat pada diri Utsman semakin mengkristal di masa-masa berikutnya. Setelah Rasul wafat dan Abu Bakar menjabat sebagai khalifah, wilayah Hijaz terancam kelaparan lantaran paceklik dan bahan-bahan makanan yang sulit didapat.
Lagi-lagi, Utsman bin Affan tampil sebagai super hero di saat umat Islam sedang kesulitan. Ia membagi-bagikan sembako kepada masyarakat Madinah yang diangkut oleh 1.000 ekor unta miliknya. Semua orang mendapat bagian yang cukup untuk makan anggota keluarga.
“Sedekah brutal” ala Utsman bin Affan ini seakan masih kurang cukup baginya dalam memborong amal shaleh. Utsman sendiri mengungkapkan bahwa sejak masuk Islam, ia selalu mencari budak pada hari Jum’at untuk dimerdekakan. Bahkan, di hari-hari terakhir menjelang wafatnya, ia masih sempat memerdekakan 20 orang budak.
Maa sya’a Allah. Semoga Allah merahmati Utsman.
Kedua, Rajin Ibadah
Atha’ bin Abi Rabah bersaksi akan kegigihan Utsman dalam beribadah, “Sesungguhnya Utsman melaksanakan shalat malam di belakang maqam Ibrahim dan mengkhatamkan seluruh isi Al-Qur’an dalam satu rakaat witirnya.”
Al-Hasan Al-Bashri mempopulerkan satu nasihat Utsman bin Affan yang sangat legendaris, “Law thurat quluubuna maa syabi’at min kalaamillah.” Kalau hati kita bersih, kita tidak akan merasa bosan dengan firman Allah.”
Selain rajin shalat dan membaca Al-Qur’an, Utsman juga melazimi shaum sunnah. Bahkan di saat terjadi pemberontakan yang ingin menggulingkan kekhilafahan dan merengut nyawanya, di hari itu Utsman sedang shaum dan membaca Al-Qur’an.
Sejarah bertutur, pada malam harinya Utsman bermimpi bahwa ia berbuka puasa di surga dengan ditemani tiga sahabat tercinta yang sudah mendahuluinya. Mereka adalah Rasulullah ﷺ, Abu Bakar Ash-Shiddiq, dan Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhum.
Bukti lain yang menunjukkan betapa Utsman sangat tekun beribadah adalah selama menjabat menjadi Khalifah ia menunaikan ibadah haji sebanyak 10 kali berturut-turut. Sebelumnya, di masa Umar ia juga berangkat haji bersama rombongan Ummul Mukminin (istri-istri Nabi) yang dipimpin oleh Abdurrahman bin Auf.
Ketiga, Pemalu
Ketika Abu Bakar dan Umar datang menemui Rasulullah ﷺ, beliau menyambut mereka tanpa merapikan pakaian. Namun, beda halnya ketika yang bertamu adalah Utsman, beliau merapikan pakaian dan memperbaiki posisi duduknya.
Hal ini menarik perhatian Aisyah untuk bertanya, “Kenapa Rasul seakan begitu hormat kepada Utsman?” Maka beliau menjawab, “Tidakkah aku merasa malu terhadap orang yang malaikat pun malu terhadapnya.” (HR. Muslim)
Demikianlah potret keutamaan Utsman. Sehingga dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Utsman adalah ashdaquha haya’an (umat Nabi yang paling pemalu). Menariknya, kalimat pujian tersebut menggunakan diksi ashdaquha. Menunjukkan bahwa sifat malu Utsman itu murni, jujur, dan tidak dibuat-buat.
Sebagai penghafal Al-Qur’an yang hobi mengkhatamkan dan merenungi makna-makna serta mengamalkannya, Utsman merasa malu kepada Rabb yang disebutkan dalam Al-Qur’an bahwa Allah adalah Dzat Yang Maha Melihat, Maha Mengawasi, dan Maha Mengetahui.
Jadi, sifat malu Utsman tidak dibuat-buat, melainkan karena keimanan yang kuat kepada Allah yang terpancar dalam perilaku dan budi pekertinya.
Keempat, Adil
Sebab dikenal lembut dan pemalu, terkadang Utsman dianggap tidak bisa tegas dan berlaku adil. Anggapan ini ditentang langsung oleh Utsman ketika kebijakannya sebagai Khalifah ditentang oleh rakyatnya, “Kalian berani melawan kebijakanku karena tahu akan kesantunanku. Padahal, dahulu di masa Umar ketika ia membongkar rumah di sekitar Masjidil Haram, tidak ada seorangpun yang berani menghalanginya.”
Kalimat tegas ini bahkan disempurnakan dengan memenjarakan orang-orang yang menolak kebijakan publik yang dibuat demi kemaslahatan umat. Utsman mempunyai alasan yang sangat kuat untuk berlaku tegas.
Beliau ingin membeli rumah-rumah di sekitar Masjidil Haram, mengingat jumlah kaum muslimin yang berziarah ke Makkah terus meningkat dari tahun ke tahun. Inilah salah satu sikap adil Utsman. Beliau tahu kapan harus menunjukkan kelemah lembutan, dan kapan harus bersikap tegas.
Utsman diisukan melakukan nepotisme. Padahal, beliau memberi harta untuk kerabatnya dengan uang pribadi. Bahkan ketika adiknya melakukan kesalahan, Utsman tidak segan-segan menghukum adik sendiri yang berbuat salah, yaitu Walid bin Uqbah, adik satu ibu beda ayah.
Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq.