Khutbah Jum’at: Dampak Makanan Haram Bagi Kehidupan
Oleh Qodri Fathurrohman (Ketua Yayasan Pendidikan dan Pembinaan Umat An-Nuur)
إنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُؤْمِنُوْنَ الْمُتَّقُوْنَ، حَيْثُ قَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْعَزِيْزِ
قال اللَّه تعالى يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ. أَمَّا بَعْدُ.
Downlad PDF di sini.
Khutbah Jum’at
Hadirin sidang jama’ah Jum’at yang dirahmati Allah.
Bersyukur kepada Allah ﷻ atas limpahan nikmat-Nya kepada kita semua. Semoga dengan senantiasa bersyukur kepada Allah ﷻ, hidup kita akan dipenuhi dengan berkah, langkah-langkah kita terbimbing oleh hidayah, hingga meninggal nanti dalam kondisi khusnul khatimah.
Shalawat beriring salam, semoga tetap Allah ﷻ curahkan kepada Nabi Agung, Nabi Muhammad ﷺ. Kepada keluarga beliau, para sahabat beliau, para tabi’in, dan umat Islam yang istiqamah hingga hari kiamat nanti.
Berikutnya, khatib berwasiat kepada diri pribadi khatib dan hadirin sekalian, agar senantiasa bertakwa kepada Allah ﷻ kapanpun dan dalam kondisi apapun. Sebab takwa adalah sebaik-baik bekal.
Allah ﷻ berjanji bahwa orang-orang bertakwa akan diberi jalan keluar dari setiap kesulitan, diberi rezeki dari jalan yang tidak disangka-sangka, dan disediakan surga seluas langit dan bumi.
Jama’ah sidang Jum’at yang dirahmati Allah.
Allah ﷻ menjadikan dunia ini sebagai tempat tinggal sekaligus tempat untuk mendapatkan mata pencaharian. Dia menciptakan siang untuk mencari penghidupan dan malam untuk istirahat dan beribadah kepada-Nya.
“Dan Kami jadikan malam sebagai pakaian dan Kami jadikan siang untuk mencari penghidupan.” (QS. An-Naba’: 10-11)
Rasulullah ﷺ juga memerintahkan kepada kita untuk bekerja, “Tidaklah sekali-kali seseorang makan suatu makanan yang lebih baik daripada makan dari hasil kerja tangannya sendiri, dan sesungguhnya Nabi Daud makan dari hasil tangannya sendiri.” (HR. Al-Bukhari)
Islam juga memerintahkan agar di dalam mencari rezeki itu hendaklah dengan cara yang baik dan halal. Allah ﷻ berfirman, artinya, “Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah.” (QS. Al-Baqarah: 172)
Dalam ayat lain, “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah setan, karena setan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 168)
Al-Hafidz Ibnu Mardawaih meriwayatkan hadits dari Ibnu Abbas bahwa ketika dia (Ibnu Abbas) membaca sebuah ayat, berdirilah Sa’ad bin Abi Waqqash kemudian berkata, “Ya Rasulullah, doakan kepada Allah agar aku senantiasa menjadi orang yang dikabulkan doanya oleh Allah.”
Maka Rasulullah ﷺ bersabda, “Wahai Sa’ad perbaikilah makananmu (makanlah makanan yang halal) niscaya engkau akan menjadi orang yang selalu dikabulkan doanya.
Dan demi jiwaku yang ada di tangan-Nya, sungguh jika ada seseorang yang memasukkan makanan haram ke dalam perutnya, maka tidak akan diterima amal-amalnya selama 40 hari, dan seorang hamba yang dagingnya tumbuh dari hasil menipu dan riba maka neraka lebih layak baginya.” (HR. At-Thabrani) (Lihat Ad-Durar Al-Mantsur fi Tafsir bil Ma’tsur Juz. II, hal. 403)
Berdasar pada nas-nas di atas, pada kesempatan berbahagia ini khatib akan menyampaikan tiga perkara penting:
1. Perintah dari Allah agar memakan makanan yang halal.
2. Makanan yang halal merupakan sebab terkabulnya doa.
3. Salah satu dampak dari memakan yang haram adalah tidak diterimanya amalan kita.
Hadirin sidang jama’ah Jum’at yang dirahmati Allah.
Perintah Memakan Yang Halal
Tentang perintah untuk mencari yang halal dan memakan yang halal, Allah ﷻ juga telah memerintahkan kepada para Rasul-Nya dengan firman-Nya, yang artinya, “Wahai para rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik dan kerjakanlah amal shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mu’minun: 51)
Maksud makan yang baik di sini adalah yang halal. Demikian itu diperintahkan terlebih dahulu sebelum mengerjakan amal shalih karena dengan memakan yang halal akan membantu untuk melaksanakan amal shalih.
Allah ﷻ berfirman tentang larangan mendapatkan harta dengan cara yang haram, artinya, “Dan janganlah sebagian kalian memakan harta sebagian yang lain di antara kalian dengan cara yang batil.” (QS. Al-Baqarah: 188)
Jama’ah sidang Jum’at yang dirahmati Allah.
Sebab Tidak Terkabulnya Doa
Sesungguhnya manhaj Islam dalam hal makanan adalah sebagaimana manhaj Islam dalam masalah yang lainnya yaitu untuk menjaga akal, jiwa dan raga. Diperbolehkannya makanan yang halal adalah karena bermanfaat bagi badan dan akal.
Allah ﷻ memerintahkan kepada para hamba-Nya agar meninggalkan makanan yang kotor dan haram karena memiliki dampak negatif terhadap hati, akhlak dan menghalangi hubungan dirinya dengan Allah ﷻ, serta menyebabkan tidak terkabulnya doa.
Abu Hurairah menyebutkan dalam sebuah hadits bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah itu baik, dan tidak menerima sesuatu kecuali yang baik.
Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada orang-orang beriman, seperti Dia perintahkan kepada para rasul-Nya dengan firman-Nya, yang artinya, ‘Wahai para Rasul, makanlah kalian dari makanan yang baik-baik dan kerjakanlah amal shalih. Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang kalian kerjakan.’
Dan firman-Nya, ‘Wahai orang-orang yang beriman, makanlah kalian dari makanan yang baik-baik, dan bersyukurlah kamu kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah.”
Kemudian Rasulullah menyebutkan seorang laki-laki yang menempuh perjalanan jauh, rambutnya kusut lagi berdebu. Orang tersebut menengadahkan kedua tangannya ke langit seraya berdoa, ‘Ya Tuhanku. Ya Tuhanku.’
Sedangkan makanannya haram, minumannya haram, dan baju yang dipakainya dari hasil yang haram. Maka bagaimana mungkin doanya akan dikabulkan?” (HR. Muslim)
Hadits di atas menerangkan bahwa makanan yang haram merupakan sebab tidak terkabulnya doa.
Jama’ah sidang shalat Jum’at yang dirahmati Allah.
Alkisah, ketika Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi berhasil menguasai Irak dan menugaskan seseorang untuk menjabat dan mengatur rakyat di sana, umurnya tidak pernah panjang. Orang-orang Irak yang tidak rela dengan kezaliman yang merajalela mendoakan kebinasaan bagi siapa saja yang menjadi wakil Hajjaj di Irak.
Hajjaj pun memutar otak liciknya. Ia meminta seluruh penduduk Irak untuk memberinya masing-masing sebutir telur ayam dan meletakkannya di beranda masjid Jami’. Penduduk Irak menganggapnya sebagai sesuatu yang sepele dan bukan kemungkaran.
Mereka merasa tidak punya alasan untuk menolaknya. Maka berbondong-bondong rakyat menuju masjid Jami’ dengan sebutir telur di tangan masing-masing. Tanpa menaruh curiga sedikitpun mereka meletakkan telur-telur itu begitu saja di beranda masjid.
Setelah semua orang meletakkan telur-telur yang mereka bawa, Hajjaj melancarkan siasat busuknya. Dikatakannya, ia berubah pikiran. Dia tidak butuh telur-telur ayam itu. Dia mempersilakan penduduk Irak untuk membawa pulang telur-telur itu.
Beribu tanya berlompatan di hati penduduk Irak. Apa gerangan maunya si pendosa durjana itu. Dengan mulut terkunci atau sekedar bisik dan gumam, masing-masing pulang dengan membawa sebutir telur. Mereka pikir, jika yang diambilnya bukan telur miliknya, pastilah itu telur milik saudaranya yang pasti merelakannya barang miliknya tertukar.
Dari kejauhan, Hajjaj memandang kepulangan penduduk Irak dengan tersenyum puas. Pendosa itu tahu, rencananya berhasil tanpa cela. Dia lega. Kini bisa menjanjikan keselamatan bagi siapa saja yang menjadi wakilnya, tanpa takut doa dan kutukan penduduk Irak.
Sampai di rumah masing-masing, penduduk Irak belum menyadari bahwa Hajjaj telah berhasil menipu mereka. Mereka menjalani hari-hari seperti biasa dan seperti biasa pula mereka mendoakan kebinasaan wakil si pendosa durjana yang duduk di kursi tertinggi di Irak.
Hari berganti pekan, pekan berganti bulan, penduduk ‘Irak menunggu kebinasaan penguasa baru itu. Namun, kabar kematian yang biasanya tak pernah mereka tunggu lama tak kunjung tiba. Mereka mulai mawas diri dan menyadari bahwa mereka telah ditipu mentah-mentah oleh Hajjaj.
Telur yang mereka bawa pulang yang kemudian mereka rebus atau goreng beberapa
waktu yang lalu, mereka pastikan bukan telur milik mereka. Telur syubhat telah menghalangi pengabulan doa-doa mereka.
Jama’ah sidang Jum’at yang dirahmati Allah.
Mengomentari kisah di atas, Ibnul Haj (737 H.) berkata, “Karena hal inilah hari ini kezaliman merata. Banyak doa dipanjatkan agar para pelakunya binasa, namun sedikit sekali yang dikabulkan atau malah tak ada. Sekiranya penduduk suatu negeri selamat dari keadaan itu lantas berdoa, niscaya doa mereka dikabulkan.”
Ahlussunnah menjadikan perkara makan yang halal ini sebagai salah satu akidahnya. Fudhail bin ‘Iyadh berkata, “Sesungguhnya ada hamba-hamba Allah yang karenanya Allah menghidupkan negeri dan memberi hidup untuk penghuninya.
Mereka adalah para pengikut Sunnah. Barangsiapa yang memastikan apapun yang memasuki rongga perutnya adalah makanan yang halal, dia termasuk hizbullah, golongan Allah ﷻ.”
Jama’ah sidang Jum’at yang dirahmati Allah.
Pengaruh Makanan Haram
Hendaknya kita bertakwa kepada Allah dengan cara memakan makanan yang halal dan menjauhi makanan yang haram. Sebab makanan yang baik itu mempunyai pengaruh yang besar bagi manusia, terhadap akhlak, kehidupan hati, kejernihan pandangan, dan diterimanya amal-amal.
Sedangkan makanan yang haram mempunyai dampak buruk bagi manusia, yang kalaulah dampak itu hanyalah tidak dikabulkannya doa sekali pun, niscaya hal itu merupakan kerugian yang besar. Sebab seorang hamba tidak lepas dari kebutuhan berdoa kepada Allah ﷻ.
Selain itu, masih ada dampak lain dari memakan yang haram, yaitu tidak diterimanya amal-amal yang telah kita laksanakan. Dalam sebuah hadits disebutkan, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi ﷺ bersabda,
“Barangsiapa memperoleh harta dengan cara yang haram, kemudian ia sedekahkan, maka tidak akan mendatangkan pahala, dan dosanya ditimpakan kepadanya.” (HR. Ibnu Hibban dengan sanad hasan)
Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu berkata, “Barangsiapa membeli baju dengan sepuluh ribu dirham, namun dari sepuluh ribu dirham tersebut ada satu dirham yang haram, maka Allah tidak menerima amalnya selama baju itu masih menempel di tubuhnya.”
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata, “Allah tidak menerima shalat seseorang yang di dalam perutnya ada sedikit makanan haram.”
Para salafus shalih sangat berhati-hati sekali terhadap apa yang akan masuk ke dalam mulut dan perut mereka. Mereka amat bersikap wara’ di dalam menjauhi hal-hal yang syubhat apalagi yang haram.
Dalam kitab shahih Al-Bukhari disebutkan, Aisyah radhiyallah ‘anha menceritakan bahwa Abu Bakar mempunyai pembantu yang selalu menyediakan makanan untuknya. Suatu kali pembantu tersebut membawa makanan maka ia pun memakannya.
Setelah tahu bahwa makanan tersebut didapatkan dengan cara yang haram, maka dengan serta merta ia memasukkan jari tangannya ke kerongkongan, kemudian ia memuntahkan kembali makanan yang baru saja masuk ke dalam perut.
Jama’ah sidang Jum’at yang dirahmati Allah.
Imam An-Nawawi ketika hidup di negeri Syam, ia tidak mau memakan buah-buahan di negeri tersebut. Tatkala orang menanyakan tentang sebabnya, maka ia menjawab, “Di sana ada kebun-kebun wakaf yang telah hilang, maka saya khawatir memakan buah-buahan dari kebun tersebut.”
Makanan haram bisa disebabkan memang zatnya yang haram, seperti bangkai, daging babi, darah dan sebagainya. Atau karena haram cara mendapatkannya, seperti dengan cara mencuri, riba, curang dalam jual beli, korupsi, suap dan lain sebagainya.
Praktik mendapatkan harta dengan cara yang haram dapat dengan mudah kita saksikan di zaman ini. Segala macam cara akan digunakan manusia dalam rangka untuk mendapatkan harta yang sebanyak-banyaknya.
Perampokan, penipuan, riba, korupsi, kolusi, dan yang semisalnya hampir-hampir selalu diekspos setiap hari oleh koran dan televisi atau media lainnya. Seolah-olah hal tersebut sudah menjadi masalah yang biasa.
Rasulullah ﷺ telah bersabda, “Akan datang suatu zaman, seseorang tidak akan peduli terhadap apa yang ia ambil, apakah itu halal atau haram.” (HR. Bukhari)
Padahal, harta yang haram selain berdampak tidak terkabulnya doa dan ditolaknya amal, ia juga merupakan sebab mendapatkan azab Allah di akhirat nanti.
Dalam sebuah hadits shahih disebutkan bahwa tidak bergerak dua telapak kaki anak cucu Adam di hari kiamat nanti sampai ditanya (salah satunya) tentang hartanya dari mana didapatkan dan ke mana ia belanjakan. (Matan lengkapnya lihat Sunan At-Tirmidzi, hadits no.2417)
Maka hendaknya kita bermuhasabah dan introspeksi diri. Berapa banyak doa yang telah kita panjatkan kepada Allah, berapa banyak istighatsah digelar dalam rangka mengatasi berbagai krisis yang mendera bangsa kita, dan berbagai bencana yang menimpa negeri kita.
Namun pada kenyataannya bencana demi bencana tetap melanda, berbagai krisis tidak teratasi dan berbagai kesulitan tak kunjung usai.
Mungkinkah ini karena bangsa Indonesia sudah terbiasa dengan praktik-praktik mendapatkan harta dengan cara yang haram? Sudah terbiasa mengonsumsi barang-barang haram, sehingga Allah tidak mengabulkan doa-doa kita? Mari bersama kita merenunginya.
باَرَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآياَتِ وِالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ بِتِلاَوَتِهِ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمِ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمِ
Khutbah Kedua
اَلْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوْا اللهَ فِيْمَا أَمَرَ، وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى، وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى
بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ
وَقَالَ تَعاَلَى: إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِى يَآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدّعَوَاتِ
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِنْ لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّار
سُبْحاَنَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَأَقِمِ الصَّلاَةَ