Kedudukan DNA Dalam Menetapkan Nasab
Oleh : Abdullah al-Faruq
Islam adalah agama yang sangat menghormati kedudukan manusia, begitu juga syariatnya. Syariat Islam bertujuan untuk merealisasikan kemaslahatan di muka bumi ini, terkhusus dalam kemaslahatan manusia dalam kehidupannya, baik itu menarik kebaikan baginya ataupun menolak keburukan darinya.
Maka dari itu Islam sangat menjaga dan melindungi dharuratul khamsah atau lima hal yang mendasar sebagai kebutuhan primer[1] manusia. Yakni menjaga agama, jiwa, akal, harta dan keturunan. Untuk menyelamatkan agama, Islam mewajibkan ibadah sekaligus melarang hal-hal yang merusaknya.
Untuk menjaga jiwa, Islam membolehkan makan tetapi melarang berlebih-lebihan. Untuk menjaga akal, Islam mewajibkan mencari ilmu sekaligus melarang hal-hal yang merusaknya seperti meminum minuman keras.
Untuk menjaga agama, Islam mensyari’atkan hukum mu’amalah sekaligus melarang hal-hal yang merusaknya seperti mencuri dan merampok. Untuk menjaga keturunan Islam mensyari’atkan hukum pernikahan dan melarang perzinaan.
Dewasa ini fakta yang terjadi di antara manusia adalah sikap tak acuh mereka terhadap syariat Islam, mereka meremehkan dharuratul khamsah. Terutama masalah keturunan atau nasab. Banyaknya perzinaan di antara manusia menjadi sumber utama rusaknya nasab ini, baik itu dari pergaulan bebas, perselingkuhan ataupun yang lainnya. Maka, Islam memiliki kaedah-kaedah khusus yang meluruskan dan menetapkan nasab keturunan sebagaimana yang dicontohkan Nabi dahulu.
Dengan berjalannya waktu, peradaban manusia menemukkan penemuan-penemuan baru di berbagai disiplin ilmu, dan penemuan DNA sebagai pembawa gen turunan adalah salah satunya. Hal ini menarik karena dengan ditemukannya DNA sebagai pembawa gen turunan dari orang tua akan memuncululkan pertanyaan, bisakah ia menjadi alat bukti adanya nasab bagi seorang atau tidak, sedangkan DNA telah teruji secara ilmiah dan diakui kevalidan datanya.
Contohkanlah kasus yang baru booming belum lama ini, kasus Mario Teguh yang dikenal sebagai motivator ulung Indonesia yang tidak mengakui Kiswinar sebagai anak kandungnya. Maka hari Jum’at, 25 November 2016 lalu Hasil tes DNA Ario Kiswinar Teguh dan motivator Mario Teguh telah keluar.
Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Metro Jaya Komisaris Besar Awi Setiyono membenarkan kabar tersebut. Dari hasil tes DNA, Kiswinar dinyatakan positif anak biologis Mario Teguh dan Aryani Soenarto. “Hasil tes DNA menyatakan Ario Kiswinar Teguh positif anak biologis dari Sismaryono Teguh dan Aryani Soenarto,” kata Awi Setiyono dalam keterangannya.[2]
Namun, permasalahannya sekarang adalah apakah DNA dengan semua pernak-perniknya bisa menjadi alat untuk menetapkan nasab dan sah menurut hukum Islam serta bisa menggantikkan kaedah-kaedah yang sebelumnya sudah dilakukan Nabi?
Maka dengan rasa penasaran itu kami berusaha merangkai makalah yang sedikit ini untuk membahas dan mengulasnya. Semoga sedikit tulisan ini bisa menjawabnya dan bisa bermanfaat untuk kita semua. Wallahu ‘alam.
Pentingnya Nasab Dalam Islam
Secara etimologi, nasab berasal dari kata نسب-ينسب-نسبا yang mempunyai makna menyandarkan. Ibnu as-Sikiti berkata, “Nasab itu mengikut pada bapak dan ibunya”.[3] Maka jika dikatakan nasab fulan dari bani Tamim, maksudnya fulan tadi termasuk sala seorang dari bani Tamim dikarenakan nasab kepada kedua orang tuanya.
Secara terminologi, nasab bermakna kerabat. Maksudnya kerabat adalah hubungan darah di antara dua individu manusia, baik hubungan darah itu jauh maupun dekat. Madzhab Malikiyah menambahkan; nasab hanya diambil dari bapak yang sah.[4]
Sementara yang dimakud dengan istilah kekerabatan atau kekeluargaan adalah hubungan antara tiap individu yang memiliki asal usul silsilah yang sama, baik melalui keturunan biologis, sosial, maupun budaya. Dalam antropologi, sistem kekerabatan termasuk keturunan dan pernikahan, sementara dalam biologi istilah ini termasuk keturunan dan perkawinan.
Hubungan kekerabatan manusia melalui pernikahan umum disebut sebagai “hubungan dekat” ketimbang “keturunan”, meskipun kedua hal itu bisa tumpang tindih dalam pernikahan di antara orang-orang yang satu nenek moyang.[5]
Dalil Tentang Nasab
Di dalam Al-Qur’an Al-Karim kata nasab terdapat dalam 3 ayat;
- Al-Furqan (25): 54
وَهُوَ الَّذِي خَلَقَ مِنَ الْمَاءِ بَشَرًا فَجَعَلَهُ نَسَبًا وَصِهْرًا ۗ وَكَانَ رَبُّكَ قَدِيرًا
“Dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air lalu dia jadikan manusia itu (punya) keturunan dan mushaharah (kekerabatan), dan adalah Tuhanmu Maha Kuasa.” Ayat ini menjelaskan tentang kehidupan manusia yang dimulai dari air yang menjijikan (mani), kemudian lahirlah keturunan. Setelah dewasa dia kelak akan menikah dan memiliki keluarga juga kerabat dan seterusnya.[6]
- Ash-Shaffat (37): 158
وجَعَلُوا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجِنَّةِ نَسَبًا ۚ وَلَقَدْ عَلِمَتِ الْجِنَّةُ إِنَّهُمْ لَمُحْضَرُونَ
“Dan mereka adakan (hubungan) nasab antara Allah dan antara jin. Dan sesungguhnya jin mengetahui bahwa mereka benar-benar akan diseret (ke neraka).” Dahulu kaum musyrik Quraisy menjadikan para malaikat sebagai anak perempuan Allah dengan jin. Meyakini hal tersebut sama saja menasabkan malaikat kepada Allah dan itu adalah perbuatan yang batil, maka mereka diancam akan diseret kedalam siksa neraka yang pedih.[7]
- Al-Mu’minun (23): 101
فإذَا نُفِخَ فِي الصُّورِ فَلَا أَنسَابَ بَيْنَهُمْ يَوْمَئِذٍ وَلَا يَتَسَاءَلُونَ
“Apabila sangkakala ditiup maka tidaklah ada lagi pertalian nasab di antara mereka pada hari itu, dan tidak ada pula mereka saling bertanya.” Dari ayat ini dapat diketahui bahwa hubungan nasab seseorang itu tidak ada artinya di hari kiamat, tidak pula pertologan seseorang kepada anak ataupun kerabatnya, karena sangking sibugnya mengurus diri sendiri.[8]
Adapun di dalam As-Sunah As-Syarif, diantaranya;
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ زِيَادٍ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : الْوَلَدُ لِلْفِرَاشِ وَلِلْعَاهِرِ الْحَجَرُ
Menceritakan kepada kami Muhammad bin Ziyad, dia berkata; aku mendengar Abu Hurairah menuturkan; Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Anak bagi pemilik kasur dan bagi pezina adalah batu”[9]
Dalam hadits di atas Nabi Muhammad ﷺ menjelaskan bahwa asal nasab seorang anak yang lahir itu diberikan pada pemilik ranjang, yakni lelaki yang menghamilinya secara sah. Adapun orang yang berzina itu hanya mendapat batu, yakni sebuah kiasan untuk hukuman rajam bagi pezina muhshan.[10]
عَنْ سَعْدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ ادَّعَى إِلَى غَيْر ِأَبِيهِ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّهُ غَيْرُ أَبِيهِ فَالْجَنَّةُ عَلَيْهِ حَرَامٌ فَذَكَرْتُهُ لِأَبِي بَكْرَةَ فَقَالَ وَأَنَا سَمِعَتْهُ أُذُنَايَ وَوَعَاهُ قَلْبِي مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Dari Sa’d radliallahu ‘anhu mengatakan, aku mendengar Nabi ﷺ bersabda, “Barangsiapa menasabkan diri kepada selain ayahnya padahal ia tahu (kalau itu) bukan ayahnya maka surga haram baginya.” Maka aku sampaikan hadits ini kepada Abu Bakrah dan ia berkata; ‘Aku mendengarnya dengan kedua telingaku ini dan hatiku juga mencermati betul dari Rasulullah shallallahu’ alaihiwasallam’.[11]
Makna yang tersirat dari hadits di atas sangat gamblang, seorang yang menasabkan diri bukan kepada orang tua kandungnya adalah dosa besar, sampai-sampai pelakunya diancam bahwa surga akan haram baginya.[12]
عَنْ إِبْرَاهِيمَ التَّيْمِيِّ عَنْ أَبِيهِ قَالَ خَطَبَنَا عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ فَقَالَ … وَمَنْ ادَّعَى إِلَى غَيْرِ أَبِيهِ أَوْ انْتَمَى إِلَى غَيْرِ مَوَالِيهِ فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللَّهِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ لَا يَقْبَلُ اللَّهُ مِنْهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ صَرْفًا وَلَا عَدْلًا
Dari Ibrahim At-Taimi dari ayahnya dia berkata, “Ali bin Abi Thalib berkhutbah, seraya mengatakan; … ‘Barangsiapa yang menisbatkan diri kepada selain ayahnya, atau kepada selain walinya, maka ia berhak mendapatkan laknat dari Allah, para Malaikat dan manusia seluruhnya, Allah tidak akan menerima tebusan orang tersebut kelak di hari Kiamat’.”[13]
Dalam hadits yang terakhir sahabat Ali bin Abi Thalib mengabarkan bahwa Allah, para Malaikat, dan manusia melaknat siapa saja yang menasabkan diri kepada selain orang tuanya, bahkan Allah tidak akan menerima apapun alasan dan hujahnya.[14]
Pernikahan Sebab Adanya Nasab
Para ulama telah sepakat bahwa asal usul nasab seorang anak disandarkan pada ibunya disebabkan karena lahirnya anak tersebut. Baik itu melalui pernikahan ataupun tidak. Sementara asal usul nasab seorang anak disandarkan pada bapaknya dapat terjadi karena tiga hal:
- Pernikahan yang sah
Ulama telah sepakat akan nasab seorang anak yang lahir dari perkawinan yang sah antara ibu dan bapaknya. Sebagaimana hadits “الولد للفراش“ al-firasy disini bermakna pemilik ranjang yakni suami yang sah.
- Pernikahan yang fasid
Pernikahan fasid artinya pernikahan yang sebelumnya tidak diketahui kerusakannya seperti kerusakan akad. Penetapan nasab anak yang lahir dari pernikahan fasid itu sama seperti pernikahan yang sah,[15] karena dalam penetapan nasabnya terkandung fungsi penjagaan dan pemeliharaan anak dari kesia-siaan.
- Pernikahan syubhat
Di jelaskan maksud syubhat di sini tidak dalam akad sah atau fasid, namun ia terjadi karena ada kesalahan teknis. Misalnya ada seorang wanita yang masuk ke rumah suaminya tanpa melihat-lihat terlebih dahulu dan di sana ada seorang lelaki lain yang menduga bahwa wanita tadi adalah istrinya, maka terjadilah syubhat di antara keduanya. [16]
Pada kasus ini jika si wanita tadi melahirkan di atas waktu enam bulan lebih, maka nasab anak yang lahir tadi dinasabkan kepada lelaki yang menyetubuhinya. Namun bila di bawah waktu enam bulan, maka tidak bisa dinasabkan kepadanya karena terdapat indikasi bahwa kehamilan itu sudah ada sebelum peristiwa syubhat tadi. [17]
Penetapan Nasab Dalam Islam
Penetapan nasab dalam Islam bisa ditempuh dengan lima metode, yaitu :
- Al-Firasy (pemilik ranjang)
Ijma’ ulama menjelaskan bahwa al-firasy ini adalah metode yang paling kuat dalam menetapkan nasab. Ibnu Qayyim al-Jauzy juga menambahkan; ‘penetapan nasab dengan al-firasy telah masyhur dikalangan umat’.[18]
Rasulullah ﷺ bersabda,
اَلْوَلَدُ لِلْفِرَاشِ وَلِلْعَاهِرِ اَلْحَجَرِ
“Anak adalah milik pemilik firasy (tempat tidur), dan bagi pezina adalah batu.”[19]
Maksud dari al-firasy (pemilik tempat tidur) adalah suami sah atau tuan dari budak. Ketika seorang istri atau budak perempuan yang digauli tuannya melahirkan anak, maka anak tersebut dinasabkan pada suami atau tuannya.
- Al-Istilhaq (penghubungan/pengakuan)
Maksud dari pengakuan yaitu seseorang mengaku sebagai ayah dari anak yang tidak diketahui nasabnya atau seorang yang mengaku sebagai anak dari orang lain yang ia akui. Syarat dari pengakuan ini ada enam, yaitu:
- Anak yang diakui tidak diketahui nasabnya atau masih simpangsiur.
- Anak tersebut tidak memiliki hubungan nasab dengan orang lain.
- Pengakuan tersebut adalah pengakuan yang masuk akal/logis. Misalnya dengan adanya kemiripan di antara keduanya.
- Yang diakui sebagai anak masih kecil. Adapun jika sudah baligh, maka pengakuan ini berlaku jika si anak tidak memungkirinya.
- Orang yang mengaku sebagai ayah baligh lagi berakal.
- Tidak mengakui nasab anak dari hasil zina.[20]
Jika keenam syarat ini terpenuhi, maka anak yang sebelumnya tidak diketahui nasabnya secara syar’i dapat dinasabkan pada orang yang mengaku sebagai ayahnya karena Allah memuliakan hubungan nasab.
- Asy-Syahadah (persaksian)
Persaksian menjadi syarat bagi orang yang mengaku sebagai ayah. Maka mayoritas ulama sepakat persaksian itu harus dari dua lelaki yang adil dan terpercaya. Namun berbeda dengan Madzhab Hanafi yang membolehkan persaksian; dari satu lelaki adil serta dua wanita yang adil. Jika persaksian itu diterima oleh qadhi maka semua kosekuensi hukum darinya harus dilaksanakan.[21]
- Al-Qiyafah (pengikut jejak)
Al-Qiyafah atau qaif secara bahasa artinya mengikuti suatu jejak. Sedang secara syar’i ia diartikan dengan ‘orang yang mengetahui nasab seseorang secara pasti melalui hubungan sah suami istri ataupun melalui indikasi-indikasi, seperti mencocokkan anggota badan dan lainnya’.[22]
Dalam satu riwayat, Ibunda Aisyah pernah berkata, “Suatu ketika Nabi ﷺ mengunjungiku dengan keadaan suka cita, guratan kegembiraan nampak di wajah beliau. Lalu beliau bersabda, ‘Tidakkah kamu tadi melihat Mujazzir (seseorang ahli nasab) memandang Zaid bin Haritsah dan Usamah bin Zaid, lalu berkata; kaki-kaki ini memiliki kesamaan antara satu dengan yang lain‘.”[23]
Abu Daud menambahi, “Warna kulit Zaid lebih hitam dari pada Usama yang lebih putih.”[24]
Imam Syafi’i berkata, “Rasulullah ﷺ langsung membenarkannya dan tidak mengingkari. Bila Mujazzir salah, pasti beliau mengingkarinya karena perkara itu menyangkut qadzaf (tuduhan zina) dan pembatalan nasab.[25]
- Al-Qur’ah (undian)
Seorang anak tidak boleh memiliki nasab lebih dari satu. Al-Qur’ah (undian) adalah cara terakhir untuk menentukan nasab ketika tidak ada bukti dan keterangan yang pasti mengenai nasab anak. Metode al-qur’ah (undian) hanya digunakan oleh Madzhab Azh-Zhahiriyah.
Zaid bin Aqram meriwayatkan bahwa ketika Ali di Zaid bin Aqram meriwayatkan bahwa ketika Ali di Yaman, didatangkan kepada beliau seorang perempuan yang digauli oleh tiga orang pada satu masa suci. Ali bertanya kepada dua di antaranya, “Apakah kalian mengakui anak ini sebagai anak kalian?” Keduanya tidak mengakuinya.
Kemudian keduanya ditanya lagi, “Apakah kalian mengakui anak ini sebagai anak kalian?” Keduanya tidak mengakuinya. Kemudian keduanya ditanya lagi sampai Ali risau.
Akhirnya Ali mengundi ketiganya dan anak akan dinasabkan pada nama yang akan keluar dari undian tersebut. Orang yang memenangkan undian juga harus membayar 2/3 diyat. Ketika kisah ini diceritakan kepada Rasulullah ﷺ, beliau tertawa hingga gigi gerahamnya terlihat.[26]
Penetapan Nasab Dengan DNA
Pengertian DNA
Asam deoksiribonukleat, atau yang lebih dikenal dengan singkatan DNA (Deoxyribonucleic Acid) dalam bahasa Arab disebut dengan al-bashmah al-waratsiyah. Kata al-bashmah sendiri berasal dari akar kata bashama-yabshimu-bashman yang mengikuti wazan fa’ala-yaf’ilu-fa’lan yang berarti tanda di ujung jari.
Al-Bashmu[27]atau al-bushmu adalah sela di antara jari manis dan jari kelingking. Jika kata al-bashmah dimutlakkan, maka yang dimaksud adalah bashmatul ashabi’ (sidik jari) atau al-bashmah al-waratsiyah (DNA).
DNA adalah sebuah molekul raksasa yang tersembunyi di dalam inti setiap sel hidup. Semua ciri fisik makhluk hidup dikodekan dalam molekul berbentuk rantai heliks ini. Semua informasi tentang tubuh kita, dari warna mata hingga struktur organ-organ dalam, juga bentuk serta fungsi sel-sel manusia, terkodekan dalam bagian yang disebut gen dalam DNA.[28]
Komponen DNA
Molekul DNA memiliki susunan kimia yang sangat kompleks dan rantai nukleotida yang panjang. DNA merupakan rangkaian nukleotida dan setiap nukleotida tersusun dari substansi dasar seperti berikut :
- Senyawa Fosfat
Senyawa fosfat berfungsi untuk mengikat molekul gula satu dengan gula yang lain.
- Gula Pentosa (deoksiribosa)
Gula pentosa membentuk rangkaian gula fosfat yang merupakan tulang punggung atau kekuatan dari struktur double helix DNA.
- Basa nitrogen
Basa nitrogen ini terikat pada setiap molekul gula. Basa nitrogen dibedakan menjadi dua; 1) Basa purin dengan struktur cincin gkamu yaitu Adenin (A) dan Guanin (G). 2) Basa pirimidin dengan struktur cincin tunggal yaitu Timin (T) dan Sitosin (S)[29]
Sejarah DNA
DNA pertama kali berhasil dimurnikan pada tahun 1868 oleh ilmuwan Swiss Friedrich Miescher di Tubingen, Jerman, yang menamainya nuclein karena berdasarkan lokasinya di dalam inti sel. Namun, penelitian terhadap peranan DNA di dalam sel baru dimulai pada awal abad 20, bersamaan dengan ditemukannya postulat genetika Mendel.
DNA dan protein dianggap dua molekul yang paling memungkinkan sebagai pembawa sifat genetis. Berdasarkan teori tersebut, misteri yang belum terpecahkan ketika itu adalah ‘bagaimanakah struktur DNA itu? sehingga ia mampu bertugas sebagai materi genetik’.
Maka hadiah Nobel Kedokteran pada 1962 pun di berikan kepada Francis Crick dan koleganya James Watson,[30] karena keduanya telah berhasil menjawab persoalan di atas, dengan penelitian mereka yakni hasil difraksi sinar X pada DNA.
Maka di tahun 1953, James Watson dan Francis Crick mendefinisikan DNA sebagai polimer yang terdiri dari 4 basa dari asam nukleat, dua dari kelompok purina:adenina dan guanina; dan dua lainnya dari kelompok pirimidina:sitosina dan timina. Keempat nukleobasa tersebut terhubung dengan glukosa fosfat.[31]
Informasi dalam DNA
Informasi genetik, mulai dari informasi tentang tubuh kita, dari warna mata hingga struktur organ-organ dalam, juga bentuk serta fungsi sel-sel kita itu tersimpan di dalam DNA yang sangat luar biasa.
Begitu banyaknya informasi, hingga satu molekul DNA manusia dapat menyimpan informasi yang cukup untuk mengisi sejuta halaman ensiklopedia, atau mengisi sekitar seribu buku. Catatan pentingnya bahwa semua informasi itu untuk mengatur fungsi tubuh manusia.
Sebagai analogi, kita dapat katakan bahwa Ensiklopedia Britannica[32] yang banyaknya 23 jilid besar, yang menjadi salah satu ensiklopedia terbesar di dunia itu masih kalah dengan beberapa molekul DNA.[33]
Fungsi DNA
Apabila kita ibaratkan suatu tubuh, maka DNA diibaratkan sebagai otak yang dapat mengatur segala proses di dalam tubuh. Di samping itu, DNA juga mempunyai peran penting dalam pewarisan sifat. DNA merupakan suatu senyawa kimia yang penting pada makhluk hidup.
Tugas utamanya membawa materi genetik dari suatu generasi ke generasi berikutnya. DNA juga merupakan senyawa polinukleotida yang membawa sifat-sifat keturunan yang khas pada kromosom manusia.[34]
Fungsi atau peranan DNA ini sebenarnya tidak sekadar sebagai pembawa materi genetik, melainkan juga menjalankan fungsi yang sangat kompleks pula, antara lain:
- Sebagai pembawa materi genetika dari generasi ke generasi berikutnya.
- Mengontrol aktivitas hidup secara langsung maupun tidak langsung.
- Melakukan sintesis protein.
- Sebagai autokatalis, yaitu kemampuan DNA untuk menggandakankan diri (replikasi).
- Sebagai heterokatalis, yaitu kemampuan DNA untuk dapat mensintesis senyawa lain.[35]
- Penggunaan DNA
Adapun yang dimaksud tes DNA adalah metode untuk mengidentifikasi fragmen-fragmen dari DNA itu sendiri. Atau secara sederhananya adalah metode untuk mengidentifikasi, menghimpun dan menginventarisir file-file khas karakter tubuh.
Setiap orang memiliki DNA yang berbentuk rantai ganda atau double helix. Dimana satu rantai diturunkan dari ibu dan satunya dari ayah. Dengan demikian secara sederhana test DNA ini dikerjakan. Sehingga test DNA yang umum dikerjakan adalah antara orang tua dengan anaknya dan orang yang memiliki hubungan darah dengannya. [36]
Metode tes DNA secara umum ada dua metode;
- Elektroforesis gel DNA
Elektroforesis gel merupakan suatu teknik analisis penting dan sangat sering dipakai dalam bidang biokimia dan biologi molekular. Secara prinsip, teknik ini mirip dengan kromatografi: memisahkan campuran bahan-bahan berdasarkan perbedaan sifatnya. Dalam elektroforesis gel, pemisahan dilakukan terhadap campuran bahan dengan muatan listrik yang berbeda-beda (menggunakan prinsip dalam elektroforesis).[37]
- Probe
Metode kedua adalah metode baru yang menggunakan kemampuan partikel emas berukuran nano, fungsinya untuk berikatan dengan DNA. Prinsip metode ini adalah mempergunakan untai pendek DNA yang disebut Probe yang telah diberi zat pendar.
Probe ini dirancang spesifik untuk gen sampel tertentu dan hanya akan menempel atau berhibridisasi dengan DNA sampel tersebut, sampai melalui proses selanjutnya. Partikel emas berukuran nano dalam metode ini berperan dalam mengikat probe yang tidak terhibridasi.
Pendeteksian dilakukan dengan penyinaran pada panjang gelombang tertentu. Keberadaan DNA yang sesuai dengan DNA Probe dapat dilihat dari pendaran sampel tersebut. Jumlah DNA target tersebut kira-kira berbanding lurus terhadap intensitas pendaran sinar yang dihasilkan.[38]
Validitas DNA Dalam Menetapkan Nasab
Untuk akurasi kebenaran, tes DNA hampir mencapai 100% akurat. Adanya kesalahan bahwa kemiripan pola DNA bisa terjadi secara random (kebetulan) sangat kecil kemungkinannya, mungkin satu diantara satu juta.
Jikapun terdapat kesalahan itu disebabkan oleh faktor human error terutama pada kesalahan interprestasi fragmen-fragmen DNA oleh operator (manusia). Tetapi dengan menerapkan standard of procedur yang tepat kesalahan human error dapat diminimalisir atau bahkan ditiadakan.[39]
Oleh karena itu ada syarat-syarat yang harus dimiliki oleh seorang penyidik DNA, antara lain; ia harus seorang muslim yang adil, sudah baligh, merdeka. Ia bisa melihat, mendengar, berbicara secara normal. Ia memiliki pengetahuan tentang DNA, memiliki kapabilitas dalam melakukan uji DNA. Ia tidak memiliki kepentingan dengan DNA seseorang yang ia uji dan ia disyaratkan dua orang atau lebih menurut jumhur.[40]
Fatwa Ulama
Fatwa al-Majma’ al-Fiqhi al-Islami di bawah naungan Rabithah al-‘Alam al-Islami, pada muktamar ke-16 yang bertempat di Mekkah dan berlangsung pada 21-26 Syawal 1422 H/5-10 Januari 2002 M memutuskan fatwa mengenai uji DNA, yaitu:
1. Uji DNA boleh digunakan untuk menentukan pelaku tindak kriminal. Dalam hal ini uji DNA hanya digunakan dalam tindak kejahatan kriminal yang tidak ada had syar’i-nya, juga tidak ada qishashnya. Ketetapan ini berdasarkan sabda Rasulallah ﷺ,
ادْرَؤوا الحُدُودَ بالشُّبُهاتِ
”Tolaklah hukuman had karena masalahnya masih samar.”[41] Penggunaan uji DNA dalam permasalahan ini bertujuan untuk merealisasikan keadilan dan keamanan dalam masyarakat. Dengan pelaksanaan uji DNA hukuman dapat dijatuhkan pada orang yang tepat.
Uji DNA dalam permasalahan yang berhubungan dengan nasab harus dilakukan dengan kehati-hatian penuh. Uji DNA adalah jalan terakhir. Nash dan kaidah syar’i tetap harus didahulukan dari uji DNA.
2. Secara syar’i, menggunakan uji DNA untuk nafyun nasab (meniadakan nasab) tidak diperbolehkan. Uji DNA juga tidak boleh didahulukan dari li’an.
3. Penggunaan uji DNA untuk menguatkan nasab yang tidak bermasalah tidak diperbolehkan.
4. Menetapkan nasab menggunakan uji DNA hanya diperbolehkan pada keadaan berikut:
– Ketika terjadi persengketaan atas nasab seorang anak yang tidak diketahui nasabnya. Persengketaan ini dapat muncul karena tidak adanya bukti yang jelas mengenai nasab anak, ketika bukti yang digunakan oleh orang yang bersengketa sama kuatnya, ketika terjadi wath’u syubhat, atau yang semisalnya.
– Ketika muncul kesamaran mengenai nasab anak-anak yang lahir di rumah sakit dan yang semisalnya serta ketika ada kesamaran nasab pada bayi tabung.
– Menentukan nasab anak-anak ‘hilang’ yang terpisah dari keluarganya ketika terjadi bencana alam atau peperangan.[42]
5. Dilarang memberikan secara cuma-cuma atau memperjualbelikan genom[43] manusia kepada siapa pun dengan tujuan apa pun.
6. Al-Majma’ al-Fiqhi al-Islami menasihatkan:
– Negara tidak diperbolehkan melaksanakan uji DNA kecuali atas permintaan dari pengadilan. Pelaksanaannya juga hanya untuk perkara tertentu. Pelaksanaan uji DNA demi keuntungan individu juga dilarang.
– Setiap negara hendaknya membentuk dewan khusus pelaksana uji DNA yang terdiri dari ulama, dokter, dan pengawas yang nantinya akan mengawasi jalannya uji DNA sehingga hasil uji DNA dapat dijadikan hujjah atau bukti yag valid.
– Harus ada pengambilan sumpah atau peraturan ketat agar tidak terjadi plagiat dan kecurangan sehingga hasil uji DNA yang dilaporkan benar-benar sesuai dengan hasil aslinya. Pengambilan sampel juga tidak boleh berlebihan agar tidak muncul keragu-raguan.[44]
Sementara fatwa lajnah Ifta’ atau yang lebih dikenal dengan Lajnah ad-Daimah tentang DNA sebagai alat penetap dan penghilang nasab, pada tanggal 11 April 2013. No. fatwa 2794. Yaitu;
DNA adalah suatu perkara baru dalam pengadilan sebagai sarana penetap nasab, dan ia bisa disamakan dengan al-qiyafah dalam menetapkan nasab sebagaimana perkataan fuqaha’ di zaman sekarang. Bahkan penetapan nasab melalui DNA itu lebih utama dibandingkan dengan qiyafah, karena penetapan melalui DNA bisa dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
Untuk itu maka diputuskan :
– Penetapan nasab dan penghilangan nasab melalui DNA itu tidak boleh didahulukan dari kaedah-kaedah syar’i yang lebih kuat, seperti al-firasy
– DNA hanya dilakukan ketika terjadi perselisihan dan tidak jelasnya suatu nasab, seperti anak hilang, tertukar, perebutan anak dsb.
– DNA tidak boleh menetapkan nasab seorang yang sudah masyhur dan nasab anak dari hubungan zina. [45]
Kesimpulan
Pada dasarnya nasab dalam Islam itu ada disebabkan ketiga hal; dari pernikahan sah, pernikahan fasid dan syubhat dalam pernikahan. Dan itu telah menjadi ijma’ para ulama’. Adapun tentang al-firasy, al-istilhaq, al-bayyinah, al-qiyafah dan al-qura’ adalah metode atau cara yang ditempu bila terdapat ketidak jelasan dalam masalah nasab seseorang.
Adapun mengenai DNA maka dapat disimpulkan menjadi tiga poin besar, yaitu:
- Nasab anak hasil zina tidak bisa ditetapkan walaupun itu dengan DNA.
- DNA tidak digunakan pada nasab yang telah jelas secara syar’i.
- DNA hanya dilakukan setelah melakukan kaedah-kaedah syar’i pada nasab yang bermasalah. Wallahu ‘alam bishawab.
Referensi
[1] Primer dalam khazanah hukum Islam dikenal dengan Dharuriyyah. Selain itu ada juga Hajiyyah atau kebutuhan skunder, kemudian Tahsiniyyah atau kebutuhan tersier. (Dr. Abdul Aziz bin Abdurrahman bin Ali bin Rabi’ah, Ilmu maqasid asy-syari’, 1/125.
[2] https://metro.tempo.co/read/news/2016/11/25/083823135/hasil-tes-dna-polisi-kiswinar-anak-biologis-mario-teguh. Diakses pada hari Jum’at 10-01-2017, di jam 09:52.
[3] Ahmad bin Muhammad bin Ali al-Fayuniy, Al-Misbahul munir fii gharibi syarhil kabir , 9/262.
[4] Sholih Abdus Sami’ al-Aby, Al-Jawahirul iklil, 2/100.
[5] Wikipedia_offline, search-kerabat. Diakses pada 24 januari 2017, pada jam 22:20.
[6] Dr. Abdullah Muhammad bin Abdurrahman, Tafsir Ibnu Katsir, 19/120.
[7] Ibid, hal. 39.
[8] Ibid, hal. 608
[9] HR. Bukhari, no. 6319. (Imam Abu Abdillah bin Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shohih al-bukhari, 4/144)
[10] Imam Ibnu Hajar al-As’qalany, Fathul Bari bisyarhi shohih al-bukhori, 1/127.
[11] Ibid, no. 6269. Hal. 4/133
[12] Ibid, 1/592.
[13] HR. Muslim, no. 2774. (Imam Muslim bin Hajjaj al-Qushairi an-Naisaburi, Shohih muslim, 10/102)
[14] Syaikh al-Utsaimin, Syarh riyadhus shalihin, 1/2172
[15] Ibnu ‘Abidin al-Hanafy, Khasiyah Ibnu ‘Abidin, 3/540.
[16] Wahba az-Zuhaili, al-Fiqhul Islami wa adilatuhu, 3/213
[17] Ibid, 3/214
[18] Umar bin Muhammad bin Abdullah as-Sabil, al-Bashma al-waritsiyyah, 1/8. versi syamilah
[19] HR. Bukhari, no. 6319. (Imam Abu Abdillah bin Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shohih al-bukhari, 4/144)
[20] ibid. hal. 9
[21] Ali bin Abi Bakr bin Abdul Jalil ar-Rusydani, Al-Hidayah syarhu bidayah al-mubtadi. 1/117.
[22] Ibnu Idris al-Thalaqani, Al-Muhith fil lugha, 5/403.
[23] Ibnu Qoyyim al-Jauziyah, Zadu al-ma’ad fii hadyi khoiri ah-‘ibad, 5/418.
[24] Imam asy-Syaukani, Nailu al-author min akhadits al-akhyar syarhu muntaqa al-akhbar, 7/49.
[25] Ibid, hal : 418.
[26] Ibnu Hazm al-Andalusy, al-Muhallah bil atsar, 19/85.
[27] Ibnu Idris al-Thalaqani, al-Muhith fil lugha, 6/187.
[28] Wahyu P.P. Apakah DNA? Cet. 2 hlm. 29.
[29] Ibid, hal : 37-38.
[30] Ibid, hal : 36.
[31] Wikipedia_offline, searc-DNA. Diakses pada 27 januari 2017, pada jam 19:16
[32] Ensiklopedia umum berbahasa Inggris yang diterbitkan oleh Encyclopædia Britannica, Inc. dan merupakan ensiklopedia tertua di dunia yang masih terbit, ada 100.000 lebih artikel didalamnya. (Ibit, searc- Ensiklopedia Britannica. Diakses pada 05 Januari 2017, pada jam 14: 12)
[33] Harun Yahya / Rahasia DNA. Hal, 8.
[34] Wahyu P.P. Apakah DNA? Cet. 2 hlm. 27.
[35] Ibid, hal. 81
[36] http://postingbebo.co.id/read/news/2013/01/03/4513739200/bagaimana-cara-kerja-test-DNA. Diakses pada hari sabtu 4 februari 2017. Jam. 17: 35
[37] Wikipedia_offline, searc- elektroforesis gel, Diakses pada 07 Februari 2017, pada jam 22:40
[38] Wahyu P.P. Apakah DNA? Cet. 2 hal. 67-68
[39] Ibid, hal. 67
[40] Syaikh Umar bin Muhammad bin Abdullah as-Sabil, al-Bashma al-waritsiyyah, hal. 26.
[41] HR. Baihaqi, no. 16374. (Abu Bakr bin al-Husain bin Ali al-Baihaqy, As-sunan al-kubra wa fii dhilihi al-jawahir an-naqy, 8/31).
[42] Syaikh Umar bin Muhammad bin Abdullah as-Sabil, al-Bashma al-waritsiyyah, hal. 23. Versi syamilah
[43] Satu gugus kromosom yg selaras dengan segugus sel dari suatu jenis, (KBBI_offline, searc-genom. Diakses pada 06 Januari 2017, pada jam 14:20).
[44] http://www.ahlalhdeeth.com/vb/sh
owthread.php?t=190860. Diakses pada hari kamis 19-01-2017 jam, 08:51.
[45] http://www.iifa-aifi.org/2364.html. Diakses pada kamis 19 Januari 2016. Jam, 10: 10