Sifat manusia pada umumnya menyukai hal yang mudah. Termasuk dalam hal bepergian atau pun safar, entah dari segi apapun itu, kemudahan selalu menjadi hal pilihan, apalagi ditambah dengan ongkos yang murah, menjadi nilai lebih tersendiri. Peluang ini pun dimanfaatkan penyedia jasa taksi online, Grab, GoCar dan sejenisnya.
Sehingga, hadirlah banyak angkutan taksi online yang memberikan layanan berupa kemudahan di dalam pemesanan (cukup lewat smartphone), maka pemesan akan dijemput dan diantar sampai tempat tujuan.
Namun, dengan tidak adanya filter penumpang, akan terjadi di mana seorang perempuan memesan taksi online sementara yang menyopiri adalah seorang laki-laki yang bukan mahram ataupun juga sebaliknya. Apakah masuk kategori ikhtilath? Sebuah pertanyaan.
Meluruskan: Antara Ikhtilath Dengan Khalwat
Dua kata ini memang semakin familier terdengar di telinga kaum muslimin, dan itu patut disyukuri. Istilah ikhtilath mungkin lebih sering didengar daripada khalwat. Namun terkadang orang salah dalam menggunakannya, karena memang hampir memiliki kesamaan atau memang belum mengetahui makna dan perbedaannya.
Ketika ada seorang perempuan dan laki-laki yang berada pada suatu tempat yang tertutup dari pandangan manusia lainnya maka itu termasuk ke dalam kategori khalwat yakni menyepi, menyendiri, mengasingkan diri atau bersama dengan seseorang (berdua) tanpa mengikutsertakan orang selain keduanya (Mu’jam al-Wasith, 1/254). Secara istilah kata khalwat sering digunakan untuk hubungan antara dua orang, yang mana mereka menyepi dari campur tangan orang ketiga.
Demikian juga kata khalwat sering digunakan untuk hubungan kepada Allah, misal seseorang di tengah malam menyendiri, menyepi untuk memanjatkan doa kepada Allah hingga menitikkan air mata, merasakan bahwa hanya ada Allah dan dirinya saat itu, maka ini disebut juga khalwat.
Sedangkan kata ikhtilath maknanya lebih kepada bercampur atau berbaur antara laki-laki dan perempuan lebih dari dua orang (Mu’jam al-Wasith, 1/250). Ketika ada laki-laki dan perempuan lebih dari dua orang melakukan suatu aktivitas bersama, berbaur tanpa adanya pemisah di antara mereka, maka ini disebut ikhtilath. Bedanya dengan khalwat yang bersifat menyendiri atau hanya dua orang, sedangkan ikhtilath lebih bersifat bersama, kolektif, lebih dari dua orang.
Maka pertanyaan yang tepat adalah khalwatkah dengan seorang perempuan yang berada dalam taksi yang disopiri seorang laki-laki bukan mahram ataupun sebaliknya? Lantas bagaimana kacamata syar’i memandang ini?
Hukum Dasar Tentang Khalwat
Dalam hubungan pergaulan antara laki-laki dan perempuan, di mana mereka berduaan, menyepi tanpa menghendaki keikutsertaan pihak lain, sebagaimana pengertian di atas maka ini disebut berkhalwat.
Berkhalwatnya laki-laki dan perempuan yang bukan mahram diharamkan dalam syariat Islam. Dan Rasulullah telah bersabda akan keharamannya,
لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ وَمَعَهَا ذُو مَحْرَمٍ وَلَا تُسَافِرْ الْمَرْأَةُ إِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَمٍ
“Janganlah sekali-kali seorang laki-laki berduaan dengan seorang perempuan kecuali wanita itu disertai mahramnya. Dan seorang wanita juga tidak boleh bepergian sendirian, kecuali ditemani oleh mahramnya.” (HR. Bukhori No. 4832, Muslim No. 2391)
لَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلَّا كَانَ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ
“Tidaklah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita kecuali ketiganya adalah setan.” (HR. Tirmidzi No. 1091, Ahmad No. 172)
Islam secara tegas mengharamkan terjadinya khalwat antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram, ketika itu terjadi maka yang ketiga adalah setan. Disebutkan setan tersebut akan membisikkan hal-hal yang bisa membangkitkan syahwat mereka berdua sehingga bisa terjatuh kepada perbuatan zina (Tuhfah al-Ahwadzy; Syarh Sunan Tirmidzi, hlm. 6/320)
Hukum Khalwat Dalam Kasus Taksi Online
Lantas bagaimana dalam kasus taksi online sebagaimana disebutkan di atas? Maka para ulama ketika ditanya masalah itu, sebagaimana Syaikh Sholih al-Utsaimin, wafat 1421 H (Majmu’ Fatawa wa Rasail, 19/129-130), Syaikh Abdul Aziz bin Baz, wafat 1420 H (Majmu’ Fatawa bin Baz, 5/78), Syaikh Abdurrahman al-Jibrin, wafat 1430 H (Fatawa Ibn Jibrin, 13/24) berpendapat sama, yakni tidak memperbolehkan dengan dasar dalil larangan berkhalwat antara laki-laki dan perempuan tersebut.
Walaupun secara hukum asal, angkutan taksi adalah jual beli jasa yang diperbolehkan. Namun, pelarangan disini adalah bersifat tahrim wasail (pelarangan karena menjadi perantara kepada perbuatan haram). Sebab berkhalwatnya antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram bisa menjadi jalan kepada perbuatan zina.
Walaupun juga ada yang berpendapat memperbolehkan, seperti Syaikh Mustafa bin Ahmad az-Zarqo (wafat 1320 H).
Namun, itu pun dengan syarat-syarat yang ketat di dalamnya, seperti penumpang harus duduk di belakang, berada dalam area kota atau berada dalam jalan yang ramai dengan kaca mobil yang transparan, sehingga banyak orang bisa melihat, dan hanya ketika kondisi darurat serta bukan dalam kondisi safar.
Sebab safar haruslah ditemani oleh mahram. Sebagaimana hadits dari Rasululullah, “Dan seorang wanita juga tidak boleh bepergian sendirian, kecuali ditemani oleh mahramnya.” (HR. Bukhori No. 4832, Muslim No. 2391). Beliau menambahkan, kebolehan ini karena bagaimanapun juga jasa taksi di masa sekarang menjadi suatu kebutuhan (Fatawa al-Zarqa 1/83).
Namun, fatwa ini pun dikhususkan untuk transportasi taksi resmi dengan identitas yang dipahami semua orang. Sedangkan taksi online, yang mana tidak jelas akan simbol sebagai transportasi resmi, dihukumi sebagaimana mobil pribadi dengan wilayah privasi di dalamnya.
Maka demi kehati-hatian lebih baik untuk bisa menghindarinya demi menjaga kesucian diri dan menghindarkan diri dari fitnah. Kalaupun memang sangat membutuhkan, maka lebih baik mencari teman sejenis atau mahram agar tidak terkena hadits larangan berkhalwat tersebut. Wallahu a’lam bi ash-Showab. [mjb]
Alhamdulillaah, saya tercerahkan dengan tulisan ini, terima kasih