(Koreksi Terhadap Wacana Kesetaraan Gender Dan Gerakan Feminisme)
Oleh: Ryan Arief Rahman
Wacana kesetaraan gender akhir akhir ini telah berkembang menjadi program sosial yang didesain secara akademik dan disosialisasikan secara politis. Konsep yang menjadi basis wacana gender ini berasal dari masyarakat barat yang telah lama mengalami problem hubungan antara wanita dan laki laki. Konsep itu terbentuk dari protes para wanita dalam sebuah gerakan yang disebut gerakan feminism. Istilah feminism berasal dari bahasa latin yaitu femina artinya perempuan.
Dewasa ini barat menjual faham feminism dan gender ke Negara Negara dunia ketiga, khususnya Negara-negara islam. Diantara strategi penyebarannya adalah dengan menyebarluaskan wacana ini dari media massa hingga wacana akademik. Hasilnya kini di perguruan tinggi dibentuk pusat studi wanita (PSW). Strategi lainnya adalah dengan menjadikan kesetaraan gender sebagai neraca kemajuan, sehingga PBB pun mempunyai standar kemajuan suatu Negara berdasarkan ukuran GDI (gender development index). Karena ukuran itu maka kini disyaratkan agar supaya 20% anggota dewan perwakilan rakyat berasal dari wanita.
Masalah yang lebih serius lagi adalah munculnya cendekiawan muslim yang menjadi agen impor paham feminism dan gender ini, baik dengan sukarela atau dengan biaya. Mereka kemudian mencari-cari justifikasi paham feminism dan kesetaraan gender ini dari al-qur’an dan hadits. Jika tidak mereka meniru-niru para pengkritik bible di barat dan balik mengkritik al-qur’an dan syari’at islam sebagai bias gender. Bahkan kini konsep kesetaraan gender telah menjadi pembahasan penting dalam studi islam. Di berbagai universitas islam topic atau tema feminism dan kesetaraan gender telah diangkat kedalam kajian setingkat thesis dan dissertasi. Malahan kini konsep kesetaraan gender telah dan sedang disusun menjadi kurikulum pendidikan.
Adanya unsur asing yang masuk kedalam kajian islam, maka banyak masalah yang yang perlu didudukan atau dijawab. Seperti masalah peranan wanita dalam keluarga, kepemimpinan laki laki dalam keluarga, kontroversi kepemimpinan wanita, kelemahan wanita, persamaan hak dan bagian dalam pembagian waris yang hari ini termasuk tuntutan kaum femenis untuk menyuarakan keadilan dan persamaan hak antara laki-laki dan wanita, serta tema-tema lainnya. Maka, makalah ini insya allah akan mendudukan salah satu tema gender di atas, yaitu tentang konsep gender equality dalam hak waris.
Hak Waris Perspektif Syar’i
Dalam ajaran islam, besar kecilnya bagian waris tidak ditentukan oleh jenis kelamin, baik itu laki laki atau perempuan, tapi lebih ditentukan oleh beberapa factor berikut: Pertama, tingkat kekerabatan antara ahli waris (baik laki laki atau perempuan) dan orang yang meninggal. Semakin dekatnya hubungan kekerabatan, maka semakin besar juga bagian warisan yang diterima.
Kedua, kedudukan tingkat generasi. Maka generasi muda dari kalangan pewaris yang masa depannya masih panjang terkadang memperoleh bagian warisan yang lebih besar dibanding generasi tua, tanpa memandang kelelakian atau kewanitaannya. Sebagai contoh anak perempuan (bint) mendapat warisan yanglebih banyak dari ibunya atau ayahnya, anaklaki laki (ibn) mendapatkan warisan lebih banyak dari ayahnya (ab).
Ketiga, tanggung jawab untuk menanggung kehidupan keluarga. Poin inilah yang terkadang membuahkan perbedaan bagian hak waris antara laki laki danperempuan, walaupun berada pada tingkat kekerabatan yang sama. Sebab kedudukan anaklaki laki menanggung nafkah istri dan keluarganya. Sedangkan anak perempuan tidak diberi tanggungjawab seperti laki laki.
Selanjutnya, hak waris perempuan tidak selamanya lebih sedikit dari laki. Sebaliknya dalambanyak hal, perempuan mendapatkan bagian harta waris lebih banyak dari lakilaki, seperti pada hal berikut ini:
- Ada empat kondisi/kasus, dimana bagian waris perempuan lebih sedikit dari bagian waris laki laki.
- Dalam banyak kasus, perempuan mendapatkan bagian waris yang persis sama dengan bagian waris laki laki.
- Terdapat sepuluh kasus, dimana bagian waris perempuan lebih banyak dari bagian waris laki laki.
- Dalam banyak kasus, perempuan mendapatkan bagian waris yang tidak didapatkan oleh laki laki.
Adapun sebagai penjelasan singkat keempat poin di atas adalah sebagai berikut:
- Kondisi/Kasus, Dimana Bagian Waris Perempuan Lebih Sedikit Dari Bagian Waris Laki Laki Adalah Sebagai Berikut;
- Ahli waris hanya anak laki laki (ibn) dan anak perempuan (bint), yaitu seperti yang terkandung dalamfirman-Nya, “Allah mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak anakmu. Yaitu: bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan.” QS.4:11
Misalnya: seorang wafat dan meninggalkan:
|
Anak Laki Laki (Ibn) |
Anak Perempuan (Bint) |
Bagian |
2 |
1 |
- Ahli waris hanya orang tua mayit, dan simayit tidak mempunyai anak maupun suami/istri, yaitu seperti yang difirmankan Allah,”..jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisioleh ibu bapaknya(saja), maka ibunya mendapat sepertiga..” QS.4:11
Misalnya: seorang wafat dan meninggalkan:
|
Ayah (Ab) |
Ibu (Umm) |
Bagian |
2 |
1 |
- Ahli waris hanya saudara dan saudari kandung mayit, atau saudara dan saudari seayah dari si mayit, yaitu seperti yang difirmankan Allah,”dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara saudara laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki laki sebanyak bagian dua orang saudara perempuan.” QS.4:176
Misalnya: seorang wafat dan meninggalkan:
Saudara Kandung (Akh Syaqiq) |
Saudari Kandung (Ukht Syaqiqah) |
Atau |
Saudara Seayah (Akh Li Lab) |
Saudari Seayah (Ukht Lil ab) |
|
Bagian |
2 |
1 |
2 |
1 |
- Perbandingan antara bagian suami dan bagian istri,seperti firman-Nya, “Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika istri-istrimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayar utangnya. Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar utang-utangmu..”QS.4:12
|
Suami (zauj) |
Istri (zaujah) |
Atau |
Suami (zauj) |
Istri (zaujah) |
Jika tidak punya anak |
Jika punya anak |
||||
Bagian |
1/2 |
1/4 |
1/4 |
1/8 |
- Kondisi/Kasus, Dimana Bagian Waris Perempuan sama dengan Bagian Waris Laki Laki adalah sebagai berikut:
Ahli Waris |
Ayah (Ab) |
Ibu (Umm) |
Anak Laki Laki (Ibn) |
Bagian |
1/6 |
1/6 |
Sisa (Ashobah) |
Ahli Waris |
Ayah (Ab) |
Ibu (Umm) |
2 Anak Pr (Bintani) |
Bagian |
1/6 + Sisa (Ashobah) |
1/6 |
2/3 |
Jumlah |
1 |
1 |
4 |
Ahli Waris |
Suami (Zauj) |
Ayah (Ab) |
Ibu (Umm) |
1 Anak Pr (Bint) |
Bagian |
1/4 |
1/6+Sisa |
1/6 |
1/2 |
Jumlah |
3 |
2 |
2 |
6 |
Ahli Waris |
Ayah (Ab) |
Nenek Dr Ibu (Jaddah Li Umm) |
Anak Lk (Ibn) |
Atau |
Ayah |
Nenek Dr Ibu (Jaddah Li Umm) |
2 Anak Pr (Bintani) |
Bagian |
1/6 |
1/6 |
Sisa |
1/6 +sisa |
1/6 |
2/3 |
Nb: bagian ayah dan nenek pada table yang keempat ini sama jumlahnya, padahal hubungan kekerabatan nenekdari ibu (ibunya ibu) dengan si mayit lebih jauh dari pada ayah.
- Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu. QS.4:12.
Ahli Waris |
Suami (Zauj) |
Ibu (Umm) |
Saudara Seibu (Akh Lil Umm) |
|
Suami (Zauj) |
Ibu (Umm) |
Saudari Seibu (Ukht Lil Umm) |
Bagian |
1/2 |
1/3 |
1/6 |
1/2 |
1/3 |
1/6 |
|
Jumlah |
3 |
2 |
1 |
3 |
2 |
1 |
Ahli Waris |
Suami (Zauj) |
Ibu (Umm) |
Saudara Seibu (Akh Lil Umm) |
Saudari Seibu (Ukht Lil Umm) |
Bagian |
1/2 |
1/6 |
Bersekutu dalam yang sepertiga |
|
Jumlah |
3 |
1 |
1 |
1 |
Ahli Waris |
Suami (Zauj) |
Ibu (Umm) |
2 Saudari Seibu (Ukhtan Lil Umm) |
Saudara Kandung (Akh Syaqiq) |
Pendapat Ali Bin Abi Thalib Dan Ibn Abbas |
Bagian |
1/2 |
1/6 |
1/3 |
Sisa tapi sudah habis |
|
Jumlah |
3 |
1 |
2 |
Nol |
Ahli Waris |
Suami (Zauj) |
Ibu (Umm) |
2 Saudari Seibu (Ukhtan Lil Umm) |
Saudara Kandung (Akh Syaqiq) |
Pendapat Umar,Zayd Ibn Tsabit Dan Utsman |
Bagian |
1/2 |
1/6 |
Bersekutu Dalam Yang Sepertiga |
||
Jumlah |
3 |
1 |
1 |
1 |
- Bagian yang sama antara laki laki dan perempuan saat mereka dalam kedudukan tunggal/sendiri
Ahli Waris |
Suami (Zauj) |
Anak Lk (Ibn) |
|
Istri (Zaujah) |
Anak Pr (Bint) |
Bagian |
1/4 |
Sisa |
1/8 |
½ + Sisa |
Ahli Waris |
Istri (Zaujah) |
Saudara (Akh) |
|
Istri (Zaujah) |
Saudari (Ukht) |
Bagian |
1/4 |
Sisa |
1/4 |
½ + Sisa |
Ahli Waris |
Suami (Zauj) |
Saudara Kandung (Akh Syaqiq) |
|
Suami (Zauj) |
Saudari Kandung (Ukht Syaqiqah) |
Bagian |
1/2 |
sisa |
1/2 |
½ + sisa |
- Mkmm
Ahli Waris |
Suami (Zauj) |
Anak Pr (Bint) |
Saudara Kandung (Akh Syaqiq) |
|
Suami (Zauj) |
Anak Pr (Bint) |
Saudari Kandung (Ukht Syaqiqah) |
Bagian |
1/4 |
1/2 |
Sisa |
|
1/4 |
1/2 |
Sisa Bersama Bint (‘Ashobah Ma’al Ghoir) |
Jumlah |
1 |
2 |
1 |
|
1 |
2 |
1 |
- Kondisi/Kasus, Dimana Bagian Waris Perempuan Lebih Banyak Dari Bagian Waris Laki Laki.
Sebelum memaparkan kedudukan/kondisi, dimana perempuan mendapatkan hak waris yang lebih besar dari laki laki, akan dijelaskan terlebih dulu system bagian waris dalam syari’ah. Besaran bagian waris dalam syari’ah ditentukan dengan dua jalan, pertama; Al Mirast Bil Fardi yang termaktub dalam al-qur’an dan al-sunnah. Yaitu jumlah bagian tertentu yang diberikan kepada ahli waris, seperti 2/3, 1/3, 1/6, ½, ¼, atau 1/8. Kedua; Al Mirast Bit Ta’sib, yaitu sisa bagian yang telah dikurangi dari bagian tertentu. Untuk lebih jelasnya siapa penerima bagian ini, silahkan memperhatikan table berikut:
Perincian Bagian Waris Dalam Al-Qur’an Dan As-Sunnah
2/3 |
1/2 |
1/3 |
1/6 |
1/4 |
1/8 |
2 Anak Pr (Bintani) | 1 Anak Pr (Bint) | Ibu (Umm) | Ibu (Umm) | Suami (zauj) | Istri (zaujah) |
2 Cucu Pr Dari Anak Lk (Binta Al Ibn) | 1 Cucu Pr Dari Anak Lk (Bint Al Ibn) | Saudari Seibu (Ukht Lil Umm) | Nenek | Istri (zaujah) | |
2 Saudari Kandung (Ukhtani Syaqiqataini) | 1 Saudari Kandung (Ukht Syaqiqah) | Saudara Se Ibu(Akh Lil Umm) | Cucu Dari Anak Lk (Bintul Ibn) | ||
2 Saudari Se Ayah (Ukhtani Li Lab) | 1 Saudari Seayah (Ukht Li Lab) | Saudari Seayah (Ukht Lil Ab) | |||
Suami (Zauj) | Saudari Seibu (Ukht Lil Umm) | ||||
Saudara Seibu (Akh Lil Umm) | |||||
Ayah | |||||
Kakek |
Dari table di atas dapat dipahami sebagai berikut:
- Bagian terbesar dalamhukumwaris yaitu 2/3 hanya diperuntukan bagi wanita.
- Bagian ½ tidak didapati oleh laki laki, kecuali hanya suami pada kasus yang jarang terjadi, diantaranya karena si mayit (istri) tidak memeliki anak maupun tidak adanya ahli waris lainnya yang mengurangi hak 1/2nya, sedangkan selebihnya bagian ½ didapatkan oleh para wanita dalam empat kasus.
- Sedangkan bagian terkecil 1/8 diperoleh istri karena adanya para ahli waris lainnya yang mengurangi hak 1/4nya. Namun demikian dalam ketentuan bagian ahli waris yang disebutkan dalam al-qur’an dan as-sunnah terdapat 17 kasus dimana penerimanya adalah wanita, dibanding laki laki yang hanya enam kasus.
- Kondisi/Kasus, Perempuan Mendapatkan Bagian Waris Yang Tidak Didapatkan Oleh Laki Laki seperti pada table berikut:
Bila seorang wanita wafat dan meninggalkan harta 195hektar dengan ahli waris sbb:
Ahli Waris |
Suami |
Ayah |
Ibu |
Anak Pr |
Cucu Pr Dari Anak Lk |
Bagian |
1/4 |
1/6+Sisa |
1/6 |
1/2 |
1/6 |
Jumlah |
3 |
2 |
2 |
6 |
2 |
Jml. Waris |
39 Ha |
26 Ha |
26 Ha |
78 Ha |
26 Ha |
Bandingkan Jika Ahli Warisnya:
Ahli Waris |
Suami |
Ayah |
Ibu |
Anak Pr |
Cucu Lk Dari Anak Lk |
Bagian |
1/4 |
1/6 |
1/6 |
1/2 |
Sisa |
Jumlah |
3 |
2 |
2 |
6 |
|
Jml. Waris |
45 |
30 |
30 |
90 |
Nol |
Demikianlah pemaparan singkat tentang pembagian waris menurut perspektif syar’I, dari uraian di atas jelaslah bahwa tuntutan kaum femenis terhadap rendahnya bagian perempuan dalam hak waris jelas tidak berdasar dan tidak argumentative, jika sekiranya mereka sungguh-sungguh dalam mengkaji dan mengamalkan tuntutan syar’I niscaya mereka dapati bahwa syari’ah islam secara umum dan dalam hak waris secara khusus benar benar menjungjung dan menghargai hak wanita. Sehingga yakinlah wahai para pembaca bahwa syari’at islam telah Allah integrasikan untuk kemaslahatan manusia. Wallahu a’lam
Referensi:
- Dr. Sholahuddin Sultan, Mirast Al-mar’ah Wa Qadiyah Al-Musawah, (Dar Al-Nahdah Masr, Kairo: 1999)
- Al-Thahir Al Haddad, Imro’atuna Fi As Syari’ah Wa Al Mujtama, (Dar Al Tunisyyah Li An Nasr, Tunisiya: 1992)
- Jurnal Pemikiran Dan Peradaban Islam Islamiya, Vol III No 5
Sumber: Majalah YDSUI edisi September 2011