Adab Memberi Nasihat
Diantara indahnya agama Islam adalah adanya syariat untuk saling menasihati diantara kaum muslimin. Nasihat termasuk syiar Islam yang sangat agung. Namun, di zaman ini tidak banyak kita dapati orang yang memiliki kesungguhan untuk menasihati sesama kaum muslimin. Di sisi lain kita dapati orang-orang yang sulit menerima nasihat padahal yang dinasihatkan adalah suatu kebenaran. Kalau kita cermati sebab menyebarnya penyimpangan dan kesalahan adalah karena diremehkannya masalah saling menasihati ini. Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Hak muslim atas muslim..” beliau menyebut diantaranya “Jika dia meminta nasihat maka nasihatilah” [HR Muslim 2162].
Setiap orang tentu sangat memahami bahwa memberi nasehat adalah perkara yang baik dan sangat bermanfaat. Namun tidaklah sesuatu yang baik itu betul betul akan bermanfaat jika tidak dilakukan dengan cara dan adab yang baik pula. Untuk itu mari kita lihat beberapa adab yang dianjurkan jika memberi nasehat, diantaranya adalah:
Pertama: Meluruskan niat
Sesungguhnya niat adalah perkara yang utama sebelum melakukan suatu amal kebaikan. Niat yang baik akan memberikan manfaat yang baik pula begitupun sebaliknya. Oleh karena itu, dalam memberi nasehat seseorang perlu lebih dahulu meluruskan niatnya. Tidak ada tujuan memberi nasehat kecuali ikhlas semata mata ingin mengharapkan Wajah-Nya dan pahala dari-Nya serta mencari keridhaan-Nya.
Janganlah memberi nasehat karena tujuan yang lain. Ingin dinilai sebagai orang yang berilmu, Ingin pujian manusia atau ingin mendapatkan keuntungan dunia, apalagi materi dan yang lainnya.
Kadang-kadang kita mendengar keluhan dari yang sudah memberi nasehat kepada seseorang atau sekelompok orang. Saya sudah berkali-kali memberi nasehat tapi tidak didengar. Jika ini terjadi maka jangan tergesa-gesa menyalahkan orang orang yang dinasehati. Adalah sangat baik jika sebagai pemberi nasehat memeriksa kembali niatnya apakah sudah lurus atau belum. Ketahuilah bahwa niat yang baik yang dilakukan dengan cara yang baik, insya Allah akan berbuah baik pula. Sesuatu yang keluar dari hati yang tulus akan mencapai hati yang tulus pula, insya Allah.
Kedua : Berilah nasehat walaupun tidak diminta
Memberi nasehat kepada seseorang yang tidak minta dinasehati bukanlah bermakna mencampuri hak pribadi atau privasi seseorang. Jika engkau mendapati saudaramu hampir jatuh kepada suatu keburukan, melanggar ketentuan syar’i, berbuat sesuatu yang memudharatkan dirinya atau yang lainnya, maka segeralah nasehati saudaramu itu walaupun ia tidak memintanya. Yang demikian itu bukanlah termasuk sikap lancang. Bahkan ini merupakan kesempurnaan nasehat dan bentuk kepedulianmu kepadanya.
Hendaklah pula engkau bersabar terhadap kemungkinan tanggapan tidak baik yang engkau terima darinya. Bisa jadi dia menuduhmu sebagai pihak luar yang suka turut campur sesuatu yang bukan urusanmu atau yang lainnya. Bersabarlah, jangan engkau berhenti memberikan nasehat kepadanya. Sesungguhnya engkau melakukannya hanya dengan ikhlas dan mengharap kebaikan dari Allah.
Ketiga : Memberi nasehat harus dengan ilmu
Jangan sembarang memberi nasehat apalagi menyalahkan. Bisa jadi nasehat kita salah bila ditimbang dengan dalil syar’i. Jadi haruslah berilmu dulu sebelum berkata, sebelum berbuat apalagi memberi nasehat. Tidak cukup dengan niat baik saja. Kalau mau memberi nasehat tentang cara shalat yang baik, maka harus punya ilmu tentang cara shalat yang benar. Jika tidak, maka bisa mendatangkan kesalahan bahkan kesesatan.
Allah berfirman :
وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا
“Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kami ketahui. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati nurani , semua itu akan diminta pertanggung jawabannya.” (Q.S al Israa’ 36).
Keempat : Perhatikan cara, waktu dan keadaan
Dalam meluruskan suatu kesalahan atau memberi nasehat hendaklah dengan memperhatikan caranya yang sesuai, waktunya yang tepat dan kondisi yang yang pas dengan yang akan diberi nasehat. Ada yang suka diberi nasehat dengan perkataan langsung. Ada yang senang dengan contoh dan ada pula yang mau menerima nasehat melalui orang yang diseganinya atau panutannya.
Perhatikan pula tingkat kesalahannya. Lihat manfaat dan mudharat. Betapa banyak orang yang tidak mau menerima kebenaran ketika dinasehati. Hal ini bukan karena dia menolak kebenaran tetapi karena cara menasehatinya yang dia tidak suka.
Pada umumnya, seseorang tidak suka bila dinasehati dihadapan orang banyak. Dia menganggap itu merendahkannya dan membuka aibnya. Orang yang dinasehati secara diam diam, tidak dihadapan orang banyak, memiliki potensi yang besar untuk menerima nasehat.
Imam asy Syafi’i lewat sebuah sya’ir mengatakan : Berilah nasehat kepadaku ketika aku sendiri. Dan janganlah memberiku nasehat ditengah keramaian. Karena nasehat ditengah tengah manusia itu termasuk satu jenis pelecehan yang aku tidak suka mendengarnya. Jika engkau menyelisihiku dan menolak saranku maka janganlah engkau marah jika kata katamu tidak aku turuti.
Oleh karena itu, adalah suatu hal yang sangat bijak bila merahasiakan nasehat dan insya Allah akan lebih bermanfaat.
Kelima: Beri nasehat dengan lemah lembut
Sebesar apapun kesalahan seseorang, tetaplah menasehatinya dengan lemah lembut. Allah berfirman :
اذْهَبَا إِلَى فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَى. فَقُولا لَهُ قَوْلا لَيِّنًا لَعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى
“ Pergilah kalian (Musa dan harun) kepada Fir’aun. Sesungguhnya dia telah melampaui batas. Dan berbicaralah kepadanya dengan perkataan yang lemah lembut. Mudah mudahan dia sadar (atas kesalahannya) atau takut (kepada Allah). “(Q.S. Thaaha: 43-44).
Allah Ta’ala menyuruh Nabi Musa dan Harun untuk mendatangi Fir’aun dan memberi nasehat agar dia sadar kesalahannya dan takut kepada Allah. Meskipun yang akan diberi nasehat oleh Musa dan Harun adalah Fir’aun, manusia yang paling durhaka, namun Allah menyuruh agar berkata dengan lemah lembut kepada Fir’aun.
Ini adalah pelajaran yang sangat Agung yang Allah ajarkan kepada kita untuk senantiasa berlemah lembut dalam memberi nasehat. Ketahuilah bahwa saudara saudara kita yang mungkin perlu dinasehati karena suatu kesalahan, tentu lebih berhak mendapatkan nasehat yang lemah lembut dari kita. Biarpun dia memiliki kesalahan yang besar, tentu tidak ada seorangpun dari saudara saudara kita, teman teman kita yang lebih buruk dari Fir’aun.
Selanjutnya, dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, dijelaskan bahwa pada suatu kali ada seorang Yahudi lewat dan mengucapkan salam kepada Rasulullah. Ucapan salamnya diplesetkan yaitu dengan ucapan: Assamu ‘alaikum (semoga matilah engkau). Mendengar ucapan si Yahudi ini, A’isyah yang ada disitu menjadi tersinggung lalu menjawab : Kematian dan laknat Allah bagimu, wahai anak keturunan kera dan babi. Rasulullah bersabda : “Innar rifqa laa yakuunuu fi syai-in illa zanalu walaa yunza’u min syai’in illah syanah” Sesungguhnya lemah lembut itu tidaklah ada pada sesuatu kecuali menghiasinya dan tidaklah dia dicabut dari sesuatu itu kecuali akan memburukkannya. (H.R Imam Muslim)
Rasulullah juga bersabda: “Innallaha yuhibbu rifqa fil amri kullih” Sesungguhnya Allah mencintai lemah lembut dalam segala perkara. (H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim).
Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Alu Syaikh dalam kitab beliau tentang bagaimana menyikapi fitnah, berkata: Maka wajib bagi kalian untuk berlemah lembut atau berhati hati. Jangan cepat marah atau berlaku kasar. Kalian tidak akan menyesal selama lamanya bila berlemah lembut.
Keenam : Beri nasehat sesuai tingkat kesalahan
Kesalahan yang dilakukan seseorang bertingkat-tingkat. Mulai dari yang paling ringan sampai yang paling berat seperti kesyirikan ataupun mengolok-olok ayat-ayat Allah dan Sunnah Rasul-Nya. Sangatlah dianjurkan untuk memperbaiki dan menasehati secara bertahap. Utamakan pada hal-hal yang lebih mendesak dan membahayakan terhadap iman dan aqidah.
Jika ada seseorang yang cara rukuk dan sujudnya dalam shalat kurang sempurna dan diketahui pula bahwa dia suka berkunjung ke dukun atau para normal maka prioritas nasehat adalah tentang kebiasaannya ke dukun. Ini yang mendesak untuk diperbaiki. Contoh lain adalah jika ada seorang wanita belum melaksanakan kewajiban shalat dan sehari hari tidak pula menutup aurat, tidak berjilbab maka yang prioritas adalah menasehatinya agar shalat. Sedangkan untuk menutup aurat menjadi nasehat berikutnya. Mudah mudahan kalau dia telah mengerjakan shalat akan timbul kesadarannya untuk menutup aurat.
Ketujuh : Beri nasehat dalam urusan akhirat dan dunia
Sesungguhnya wajib atas setiap muslim untuk mencintai saudaranya dalam segala urusan yang ia sukai bagi dirinya. Oleh karena itu memberikan nasehat haruslah meliputi semua hal. Bukan hanya terbatas urusan akhirat tapi juga untuk urusan dunia yang bermanfaat. Apabila ada seseorang yang lalai melakukan amalan yang sunat apalagi yang wajib maka berilah nasehat. Selain itu, apabila ada seseorang tidak melakukan sesuatu urusan dunia padahal itu memberi manfaat dan mashlahat baginya maka ini juga merupakan ruang untuk memberinya nasehat.
Kedelapan : Jangan bosan memberi nasehat
Jika keadaan membutuhkan berilah nasehat dengan berulang ulang. Jangan pernah bosan apalagi putus asa. Apakah nasehat diterima dan diamalkan, jangan terlalu dipermasalahkan. Allah berfirman : “Wa dzakkir fainna dzikraa tanfa’ul mu’miniin” Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang orang yang beriman. (Q.S adz Dzaariyaat 55).
Demikianlah delapan macam adab diantara sedemikian banyaknya adab adab dalam memberi nasehat. Semoga ada manfaatnya. [ydsui]