Adakah batasan usia anak untuk dibawa ke masjid?
Oleh Izuddin Hadidullah (Staf Pengajar Ma’had Aly An-Nuur)
Apabila ditelisik kembali perihal hukum membawa anak ke masjid, acuan yang paling kabur dalam mengategorikan anak yang boleh dibawa ke masjid adalah acuan usia. Sebagian kalangan menganggap jika usia di bawah balig maka tidak boleh sama sekali membawa mereka ke rumah Allah.
Atau sebagian yang lain mengira cukup anak itu mencapai usia mumayiz maka dibolehkan. Padahal status anak sendiri menurut para ulama adalah periode usia dari sejak lahir dari perut ibu hingga usia balig yang ditandai dengan mimpi basah.[1]
Semua pembatasan usia anak berdasarkan hujjah apa pun terbantahkan dengan beberapa kabar Hadits Nabawi. Seperti tatkala Rasulullah mencontohkan hal tersebut tatkala membawa Umamah yang masih bayi untuk shalat bersamanya.
Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits dari Qotadah, “Tatkala kami duduk di masjid, Rasulullah keluar ke arah kami sambil membawa Umamah binti Abul Ash bin Rabi’ anak dari Zainab binti Rasulullah.
Kala itu ia masih bayi dan dibawa di atas bahu beliau. Lantas Rasulullah shalat dalam keadaan membawanya, jika rukuk ditaruhlah dan kembali digendong ketika berdiri, demikian seterusnya hingga selesai shalat dengan demikian. (Abu Dawud 918)
Jika sebagian kalangan menganggap larangan atas anak usia belia untuk dibawa ke masjid sebab menimbulkan gaduh dan karena dunia mereka memang dunia bermain. Maka hal tersebut juga bertentangan dengan apa yang dilakukan Nabi ketika melihat Hasan dan Husain yang sedang lewat, bahkan beliau memutus khotbahnya hanya karena kedatangan mereka.
Diriwayatkan dari Abdullah bin Buraidah, ia berkata
خطبنا رسول الله صلى الله عليه وسلم، فأقبل الحسن والحسين رضي الله عنهما عليهما قميصان أحمران يعثران ويقومان، فنزل فأخذهما فصعد بهما المنبر، ثم قال: “صدق الله، إنما أموالكم وأولادكم فتنة، رأيت هذين فلم أصبر”، ثم أخذ في الخطبة
“Rasulullah berkhotbah di hadapan kami. Lalu Hasan dan Husain datang ke masjid dengan memakai gamis berwarna merah, berjalan dengan sempoyongan jatuh bangun (karena masih kecil). Lalu Rasulullah turun dari mimbar masjid dan menggendong kedua cucu tersebut, dan membawanya naik ke mimbar.
Lalu beliau bersabda, “Maha Benar Allah, bahwa harta dan anak-anak itu adalah fitnah (ujian), aku melihat kedua cucuku ini aku tidak bisa bersabar”. Lalu Rasulullah kembali melanjutkan khotbahnya.” (HR. Abu Daud no. 1109)
Syekh al-Albani menjelaskan perihal ini, “Dalam hadis-hadis ini (hadis-hadis mengenai Rasul bersama anak kecil ketika Shalat) menunjukkan bolehnya memasukkan anak ke masjid-masjid. Walaupun mereka masih kecil dan masih tertatih saat berjalan, bahkan kemungkinan mereka akan menangis keras. Karena Nabi menyetujui hal itu dan tidak mengingkarinya.”[2]
Jadi tidaklah tepat manakala menentukan kebolehan membawa anak ke masjid berdasarkan usia tertentu sebelum mumayiz tanpa menimbang berbagai hal yang lain.
Sehingga konteks hadits yang mengatakan, “Ajarkan shalat kepada anak ketika berusia tujuh tahun dan pukullah ia untuk melaksanakannya ketika berusia sepuluh tahun!” (Tirmidzi, no. 407) adalah perintah untuk mengajarkan dan mengerjakan shalat bagi anak yang sudah mumayiz terlebih balig. Juga mengajak mereka ke masjid yang merupakan turunan hukum tersebut.
[1] Majma’ Anhar fi Syarh Multaqa Abhar, Abdurrahman bin Muhammad al-Kalibuli. (2:188)
[2] Ats-Tsamaru al-Mustathab, Nashiruddin al-Albani, 761)
Comments 1