Agar Waktu Tak Berlalu Sia-Sia
“Sungguh saya telah berjumpa dengan beberapa kaum, mereka lebih bersungguh-sungguh dalam menjaga waktu mereka daripada kesungguhan kalian untuk mendapatkan dinar dan dirham” (Al-Hasan Basri)
dan waktu ibarat keping uang logam yang memiliki dua sisi yang tak terpisahkan. Keduanya saling mengisi dan melengkapi. Ketika hilang satu sisi, maka hal itu akan menjadikan uang logam tidak berguna, juga tidak berhraga. Demikian juga adanya waktu bagi manusia. Tanpanya, manusia tidak bisa menjalankan aktivitas harian. karena semua membutuhkan waktu.
Begitu berharganya waktu, sampai seorang salaf saat di kamar kecil (WC) sekalipun digunakan untuk membaca atau mendengar ilmu. Di kisahkan dalam buku Dzailuth Thabaqatil Hanabilah ,Ibnu Qayyim rahimahullah berkata, “Telah memberitahukan kepadaku saudara Syaikh kami, Abdur Rahman bin Abdul halim Bin Taimiyah dari ayahnya berkata, “Adalah kakek (yaitu Majdudin Bin Taimiyah) apabila ia masuk WC, dia berkata kepadaku, “Bacalah buku ini untukku, keraskanlah suaramu sehingga aku mendengarkannya.” Maka Ibnu Rajab mengomentari, “Hal ini menunjukkan akan kuatnya antusias beliau terhadap ilmu, sekaligus semangatnya untuk menggapainya, dan juga penjagaan beliau terhadap waktunya.”
Dalam kitab Thabaqat Asy-Syafi’iyah Al-Wustha, As Subki menulis kisah Imam Sulaim Ar-Razi yang wafat pada tahun 447 H. Beliau amat militan dalam menjaga sifat waranya. Beliau selalu melakukan introspeksi dalam soal waktu. Beliau tidak pernah membiarkan waktu berlalu tanpa manfaat, dengan terus menulis, mengajar, membaca tau menyalin ilmu dalam jumlah banyak. Abu faraj menuturkan, “Al-mualli bin Hasan pernah menceritakan kepadaku bahwa ia melihat Sulaim Ar-Razi sedang memegang pena yang matanya sudah habis. Ia memotong kayu diujung penanya, sambil bibirnya bergerak-gerak. Al-Mu’amil akhirnya tahu, bahwa ia membaca sesuatu sambil memperbaiki penanya, sehingga tidak ada waktu yang terbuang sia-sia”. Yakni, saat kedua tangannya bekerja, beliau menggerak-gerakkan bibirnya untuk berzikir, agar tidak ada waktu berlalu sia-sia, tanpa melakukan ibadah kepada Allah.
Waktu yang dimiliki manusia terbagi menjadi tiga bagian. Pertama, waktu individu yaitu waktu yang dimiliki oleh setiap manusia, mulai dari lahir sampai meninggal. Waktu individu ini unik yakni tidak akan pernah sama antara waktu yang dimiliki seseorang dengan orang lain. Dan waktu inilah yang akan diambil pertanggungjawabannya oleh Allah. Kedua, waktu sosial yaitu waktu yang digunakan oleh seseorang ketika berinteraksi dengan individu lainnya. Waktu ini juga akan dimintai pertanggungjawabannya. Ketiga, waktu sejarah yang bisa dikatakan waktu investasi. Yakni, ketika kita sudah meninggal, berapa lama dan berapa banyak orang mengenang kita sebagai orang baik dan mendoakan kita.
Ancaman kerugian untuk semua manusia
Dalam surat Al ‘Ashr, Allah telah menegaskan bahwa al insaan (laki-laki maupun perempuan, berapapun usianya, apapun pekerjaan dan profesinya) berada dalam kerugian. Kerugian di sini tentunya bukan berupa kerugian materi di dunia yang sering difikirkan dalam benak banyak orang, tetapi kerugian yang dimaksud ayat ini adalah kerugian yang menyangkut kehidupan akhirat berupa dimasukkannya manusia ke dalam neraka.
Namun, Allah maha bijksana, solusi sudah disiapkan agar kita terlepas dari kerugian tersebut. Tentu hal ini hanya berlaku kepada orang yang melaksanakan syarat dan ketentuanyya, bukan hanya sekedar menghafal teori dan dalilnya saja. Upaya lepas dari kerugian dapat ditempuh dengan cara:
Pertama, menjaga dan meningkatkatkan kualitas keimanan
Iman adalah tiket kita masuk surga. Itu sudah jaminan Allah bahwa orang beriman pasti masuk surga, silakan baca Al Quran banyak sekali ayat yang menerangkan tentang iman dan surga.
وَبَشِّرِ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ …..
“Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang beriman dan berbuat kebajikan, bahwa untuk mereka (disediakan) surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai…” (QS. Al Baqarah 2 : 25)
Kedua, meningkatkan kualitas amal
Sebagaimana tiket pada umumnya selalu ada syarat dan ketentuan yang berlaku. Bagi orang-orang beriman yang lulus saat proses hisab (penghitungan), mizan (penimbangan), dan shirat (perlintasan) tentulah akan langsung menemui rabb-NYA di surga dengan penuh kenikmatan. Berlakulah apa yang difirmankan Allah,
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلا وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ.
. “Yang Menciptakan mati dan hidup, untuk Menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa, Maha Pengampun.” (QS. Al Mulk 67:2)
Ketiga, Saling menguatkan dalam kebenaran
Pepatah lama menyebutkan, kalau mau berlari cepat sendirianlah, tapi kalau mau berjalan jauh maka bersama-samalah. Ingatlah bahwa perjalanan kita menuju surga begitu panjang setelah kehidupan pertama kita, yaitu kematian, alam barzakh, mahsyar, hisab, mizan, shirat yang akhirnya ke surga atau ke neraka. Saling menasihati agar saling menguatkan dalam kebenaran perjalanan yang panjang itulah yang akan membuat kita tetap bergerak dan bergerak di jalan yang benar.
Keempat, saling menguatkan dalam kesabaran
Tidak ada yang bisa melawan panjangnya waktu selain kesabaran. Bersabar dalam keimanan, bersabar dalam beramal soleh, dan bersabar saat saling mengingatkan dalam kebenaran adalah senjata pamungkas yang akan menghindarkan diri kita dari kerugian. Kalau tidak rugi berarti kita beruntung. Ketika kita memutuskan menjadi hamba Allah yang beruntung dan memperjuangkannya, semoga itu juga adalah kehendak Allah untuk kita.
Di sisi lain, perlu juga menumbuhkan hal-hal yang dapat membantu seseorang untuk dapat mengatur dan menjaga waktu. Hal itu dapat dilakukan dengan cara :
1. Mengambil teladan dari para pendahulu kita dalam mengatur waktunya.
Membaca merupakan salah cara untuk mengetahui rekam jejak para salaf. Banyak pelajaran penting yang dapat kita petik dari perjalanan hidup mereka. Khususnya dalam mengoptimalkan waktu. Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah dalam kitabnya Dzailut Thabaqatil Hanabilah, Ibnu Aqil berkata, “Aku menyingkat semaksimal waktu-waktu makan, sehingga aku lebih memilih memakan kue kering yang dicelup ke dalam air (dimakan sambil dibasahi) dari pada memakan roti kering, karena selisih waktu mengunyahnya (waktu dalam mencelup kue dengan air lebih pendek daripada waktu memakan roti keringi) bisa aku gunakan untuk membaca dan menulis suatu faedah yang sebelumnya tidak aku ketahui.” (Dia melakukan hal itu supaya bisa memanfaatkan waktu lebih).
2. Muhasabah / Introspeksi diri.
Ini merupakan cara jitu untuk menjadikan seseorang menghargai waktu. Muhasabah menjadikan kita tahu apa saja aktivitas yang sudah kita lakukan. Jika akhirnya ada kekurangan atau kesalahan dari perbuatan yang telah kita lakukan, ada upaya untuk melengkapi dan memperbaiki di esok hari. Para salafpun melakukan muhasabah hampir di setiap harinya. Sehingga perbuatan yang dilakukan menjadi terkontrol.
3. Berteman dengan orang yang berdisiplin terhadap waktu.
Secara tidak kita sadari, teman akan banyak mempengaruhi perilaku kita. Karenanya rasul pun mengingatkan kepada kita untuk berhati-hati memilih teman. Ketika kita bergaul dengan teman yang biasa menjaga waktu, lambat laun kitapun pasti akan terpengaruh menjadi orang yang berdisiplin.
4. Melakukan aktivitas yang bervariatif
Jiwa manusia, seperti yang disebutkan dalam ayat, adalah jiwa yang mudah bosan. Sementara orang yang bosan biasanya akan melakukan hal-hal yang banyak membuang waktu, bahkan tenaga dan materinya. Harus ada variasi dalam aktivitas harian agar jiwa tidak terjebak dalam kebosanan. Bukankah rasul juga melarang tiga sahabat yang akan melakukan puasa wishal, qiyamullail semalam suntuk dan membujang tanpa menikah? Karena Rasul tahu hal itu akan menimbulkan kebosanan.
5. Mengingat kematian
Ketika manusia meninggalkan duniaberpindah menuju kehidupan akhirat. Seandainya Aallah berikan kesempatan sekejap saja untuk kembali ke dunia, maka tentu dia akan melengkapi kekurangan dan memperbaiki kesalahan. Tapi hal itu mustahil terjadi ketika semua manusia telah dikumpulkan di akhirat. Karena dunia adalah ladang amal sementara akhirat adalah waktu untuk menuai hasil. Ketika menyadari hal ini, tentu manusia tidak akan pernah menyia-nyiakan waktunya ketika hidup di dunia.
. ﴿حَتَّى إِذَا جَاءَ أَحَدَهُمُ المَوْتُ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ * لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ كَلاَّ إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَائِلُهَا وَمِنْ وَرَائِهِمْ بَرْزَخٌ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ﴾ المؤمنون:99–
(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: “Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia)[99] “agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitkan”.[100] ( QS. Al Mukminun:99-100)
Semoga Allah memberi kemudahan kepada kita untuk mengatur dan memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya. [Abu Mahrus]