Imam Ibnu Katsir menceritakan dalam kitabnya An-Nihayah Fil Fitan Wal Malahim tentang huru hara hari kiamat yang diawali dengan tiupan sangkakala Israfil yang pertama sehingga menghancurkan langit, bumi beserta suluruh isinya. Lalu Allah memerintahkan tiupan sangkakala kedua untuk mematikan jiwa-jiwa penduduk langit dan bumi yang masih hidup. Setelah itu Allah memerintahkan tiupan sangkakala ketiga yang menjadi hari kebangkitan bagi seluruh jiwa yang pernah hidup di muka bumi.
Kemudian seluruh manusia berkumpul di padang mahsyar untuk menanti keputusan atas mereka. Pada saat itu matahari didekatkan hingga jarak satu atau dua mil, padahal jarak aslinya yang sekarang antara langit dan bumi sekitar 93 juta mil, jarak yang sudah tetap tidak akan berkurang dan bertambah. Sekiranya berkurang setengah saja dari yang sekarang maka akan terbakarlah dedaunan yang ada di bumi dan sekiranya bertambah dua kali lipat dari jarak yang sekarang maka seluruh permukaan bumi akan dilanda kedinginan yang sangat mencekam dan bisa memusnahkan seluruh makhlup hidup di bumi.
Telaga Nabi
Ditengah kondisi Padang Mahsyar yang begitu panasnya, hingga keringat mengucur deras dari tubuh mereka sampai-sampai sebagian manusia tenggelam dalam keringatnya sendiri kecuali mereka yang mendapat naungan dari Allah.
Namun, Allah ‘Azza wa jalla telah mempersiapkan di depan mereka telaga-telaga yang suci dan jernih yang akan diminum sesuai tempatnya masing-masing. Disebutkan dalam sebuah hadits, “Sesungguhnya setiap Nabi mempunyai al-haudh (telaga) dan mereka saling berbangga diri, siapa di antara mereka yang paling banyak peminumnya (pengikutnya). Dan sungguh aku berharap, akulah yang paling banyak pengikutnya.” (HR. At-Tirmidzi no. 2443)
Nabi ﷺ juga bersabda, “Telagaku (panjang dan lebarnya) satu bulan perjalanan. Airnya lebih putih daripada susu, baunya lebih harum daripada kasturi, cawannya sebanyak bintang di langit. Sesiapa yang minum darinya, dia tidak akan haus untuk selamanya.” (HR. Bukhari, no. 6093 dan Muslim, no. 4294)
Semua umat Nabi Muhammad ﷺ akan melewati dan meminumnya. Tatkala turun surat Al-Kautsar Nabi bertanya kepada para sahabat, “Apakah kalian tahu apakah Al-Kautsar itu?” Kami (para sahabat) menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.” Rasulullah ﷺ bersabda, “Sesungguhnya Al-Kautsar adalah sungai yang dijanjikan oleh Rabb-ku ‘Azza wa Jalla untukku. Di sana, terdapat kebaikan yang banyak. Ia adalah (sumber air) telaga yang akan didatangi umatku pada hari Kiamat. Jumlah gayungnya sebanyak bintang-bintang.” (HR. Muslim no. 400)
Mereka Yang Terhalang
Ternyata ada pengecualian kepada beberapa golongan dari umat Nabi Muhammad ﷺ yang terhalang dari mecicipi manisnya air telaga Nabi ﷺ dari hadits di atas. Sebagaimana diriwayatakan oleh Ka’ab bin Ujrah ia berkata Rasulullah ﷺ keluar menemui kami, ketika itu kami sembilan orang, lalu beliau bersabda, “Sesungguhnya akan ada setelahku para penguasa, barang siapa yang mempercayai kedustaan mereka dan membantu kezhaliman mereka, maka ia bukan termasuk golonganku dan aku bukan darinya, ia tidak akan menemuiku di telaga, dan barangsiapa yang tidak mempercayai kedustaan mereka dan tidak membantu kezhaliman mereka maka ia adalah termasuk golonganku dan aku bagian darinya, ia akan datang menemuiku di telaga.” (HR. An-Nasa’i, no. 4136)
Allah ‘Azza wa jalla sendiri telah mewanti-wanti agar tidak dekat-dekat dan memberi dukungan kepada orang-orang zhalim. Allah berfirman, “Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolongpun selain daripada Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan.” (QS. Hud: 113)
Bahkan mereka akan menyesal dengan penyesalan yang sangat mendalam diakibatkan perbuatan mereka yang cenderung kepada pemimpin-pemimpin zalim dan lebih mentaati perintah mereka ketimbang perintah Allah dan Rasul-Nya. Hal ini dijelaskan oleh Allah dalam firman-Nya:
“Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikan dalam neraka, mereka berkata: “Alangkah baiknya, andaikata kami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul”. Dan mereka berkata: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah mentaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar). Ya Tuhan kami, timpakanlah kepada mereka azab dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar”.” (QS. Al-Ahzab: 66-68)
Begitulah akibat dari salah memilih pemimpin, karena Islam tidak hanya menuntut amal tapi juga menempatkan pilihan, dukungan, dan loyalitas kepada pemimpin yang tepat, adil dan mengikuti petunjuk Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya. Dan hal ini juga menuntut kita untuk lebih jeli dalam memilih dan memberikan dukungan kepada pemimpin agar tidak salah memilih dan berakibat fatal. Wallahu A’lam Bis Shawab. [Syathiri]