Generasi Pejuang: Menjadi Permata Di Antara Manusia
Oleh Tim Shahafah Ma’had Aly An-Nuur
Permata adalah harta yang diidamkan banyak orang karena jumlah yang langka dan corak keindahan yang melebihi batu mulia lainnya.
Banyak orang yang ingin memiliki permata akan tetapi malas berusaha mendapatkannya. Akibatnya, mereka justru hanya mendapatkan hal-hal yang tidak berharga.
Permisalan orang beriman yang sungguh-sungguh menjalankan syariat Islam adalah seperti permata: sulit ditemukan, tetapi sangat berharga di sisi Allah ﷻ.
Nabi Muhammad ﷺ adalah manusia terbaik di antara para dermawan, manusia paling mulia di antara para raja, manusia paling bertakwa di antara para ahli ibadah, dan beliaulah suri tauladan bagi orang beriman juga seluruh manusia di muka bumi.
Sebagimana firman Allah ﷻ
لَّقَدۡ كَانَ لَكُمۡ فِي رَسُولِ ٱللَّهِ أُسۡوَةٌ حَسَنَةٞ لِّمَن كَانَ يَرۡجُواْ ٱللَّهَ وَٱلۡيَوۡمَ ٱلۡأٓخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرٗا
“Sungguh telah ada pada diri Rosulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah.” (QS. Al-Ahzab: 21)
Beliau adalah permata yang sangat berharga, sehingga nilai-nilai luhur yang ada pada diri beliau dengan senang hati diteladani oleh para sahabat radhiyallahu ta’ala ‘anhum. Sebab hal tersebut pula para sahabat menjadi generasi permata di tengah tumpukan sampah orang-orang kafir dan munafik.
Sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ
خَيْرُ الْقُرُونِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ
“Sebaik-baik generasi adalah generasiku, kemudian generasi setelahku, kemudian generasi setelahku.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah, At-Tirmidzi, An-Nasa’i)
Generasi Pejuang
Sejatinya, mereka yang disebut Rasulullah ﷺ sebagai generasi terbaik (permata) tidak meraih kehormatan itu dengan mudah, dan bukan hanya semata karena mereka hidup di zaman beliau.
Sebab, banyak pula orang yang hidup sezaman dengan Rasulullah ﷺ, tetapi justru menjadi penentang dan pecundang. Akibatnya, mereka mendapatkan balasan yang setimpal dengan perbuatannya.
Sebagaimana firman Allah ﷻ
وَقَدۡ نَزَّلَ عَلَيۡكُمۡ فِي ٱلۡكِتَٰبِ أَنۡ إِذَا سَمِعۡتُمۡ ءَايَٰتِ ٱللَّهِ يُكۡفَرُ بِهَا وَيُسۡتَهۡزَأُ بِهَا فَلَا تَقۡعُدُواْ مَعَهُمۡ حَتَّىٰ يَخُوضُواْ فِي حَدِيثٍ غَيۡرِهِۦٓ إِنَّكُمۡ إِذٗا مِّثۡلُهُمۡۗ إِنَّ ٱللَّهَ جَامِعُ ٱلۡمُنَٰفِقِينَ وَٱلۡكَٰفِرِينَ فِي جَهَنَّمَ جَمِيعًا
“Dan sungguh, Allah telah menurunkan (ketentuan) bagimu dalam kitab (Al-Qur’an) bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olok (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk bersama mereka, sebelum mereka memasuki pembicaraan yang lain.
Karena (kalau duduk bersama mereka) tentulah kamu serupa dengan mereka. Sungguh, Allah akan mengumpulkan semua orang munafiq dan semua orang kafir di dalam neraka jahannam.” (QS. An-Nisa’: 101)
Para sahabat dan dua generasi setelahnya disebut sebagai generasi terbaik karena mereka senantiasa berjuang mengikuti petuah dan petunjuk yang Rasulullah ﷺ. Senantiasa berusaha mematuhi syariat yang Allah ﷻ tetapkan dan sunah yang telah beliau ajarkan.
Mereka adalah generasi permata, bukan karena menempuh jalan yang mudah atau menjalani pekerjaan yang santai, melainkan karena keteguhan mereka berpegang pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dengan itu, mereka meraih janji Allah ﷻ berupa petunjuk menuju jalan yang lurus.
Sebagaimana firman Allah ﷻ
وَمَن يَعۡتَصِم بِٱللَّهِ فَقَدۡ هُدِيَ إِلَىٰ صِرَٰطٖ مُّسۡتَقِيمٖ
“Barang siapa berpegang teguh kepada (agama Allah), maka sungguh, dia diberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (QS. Ali ‘Imran: 101)
Imam Ibnu Katsir rahimahullahu ta’ala menafsirkan ayat ini di dalam kitabnya
فَالِاعْتِصَامُ بِاللَّهِ وَالتَّوَكُّلُ عَلَيْهِ هُوَ العُمْدة فِي الْهِدَايَةِ، والعُدَّة فِي مُبَاعَدَةِ الغَواية، وَالْوَسِيلَةُ إِلَى الرَّشَادِ، وَطَرِيقِ السَّدَادِ، وَحُصُولِ الْمُرَادِ
“Berpegang teguh kepada Allah dan bertawakal kepada-Nya adalah pilar utama dalam meraih hidayah, bekal untuk menjauhi kesesatan, sarana menuju kebenaran, jalan untuk mencapai keistiqamahan, serta sarana meraih tujuan yang sebenarnya.” (Tafsir Qur’anil ‘Adzim, juz. 1, hlm. 63)
Pada masa sekarang ini Islam terasa semakin asing, syariat dianggap sesuatu yang tidak relevan untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Manusia berlomba-lomba mengejar urusan dunia tanpa mempedulikan urusan akhirat, bahkan untuk sekedar shalat saja berat rasanya.
Gejolak Zaman
Akhir zaman, manusia yang berkualitas permata semakin hilang dilahap usia dan masa. Maka cukuplah sabda Rasulullah ﷺ ketika memberi wasiat kepada para sahabat sebagai sebuah bekal
أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ، وَإنْ تَأَمَّر عَلَيْكُمْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ، وَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اختِلافًا كَثيرًا، فَعَليْكُمْ بسُنَّتِي وسُنَّةِ الخُلَفاءِ الرَّاشِدِينَ المَهْدِيِيِّنَ، عَضُّوا عَلَيْهَا بالنَّواجِذِ، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ؛ فإنَّ كلَّ بِدعَةٍ ضَلَالَة
“Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah ﷻ, dan mendengarkan serta taat meskipun kalian dipimpin oleh seorang budak habasyah, karena orang-orang yang hidup setelah kalian akan saling berselisih dengan perselisihan yang banyak.
Hendaknya kalian mengikuti sunahku dan sunah khulafa’ur rasyidin, gigitlah sunah-sunah itu dengan gigi geraham, dan hendaknya kalian menjauhi perkara-perkara yang baru, karena setiap yang baru (dalam urusan agama) adalah kesesatan.” (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi)
Hadits di atas menjelaskan tentang tibanya zaman yang penuh dengan perselisihan serta perintah untuk berpegang teguh dengan sunah-sunah generasi permata dan menjauhi segela jenis perbuatan bid’ah dalam urusan agama.
Hidup di zaman sekarang terasa begitu berat. Namun, siapa pun yang mampu mengikuti syariat Allah ﷻ dan sunah Rasulullah ﷺ serta teguh dalam menjalankannya, ia bagai permata di antara tumpukan sampah.
Karena itu, mari menjadi manusia berkualitas permata, yang menjaga kemuliaan dengan ketaatan. Jangan sampai perbuatan yang menyelisihi dan melanggar syariat dianggap sebagai sesuatu yang wajar.
Allah ﷻ berfirman
وَمَنۡ أَرَادَ ٱلۡأٓخِرَةَ وَسَعَىٰ لَهَا سَعۡيَهَا وَهُوَ مُؤۡمِنٞ فَأُوْلَٰٓئِكَ كَانَ سَعۡيُهُم مَّشۡكُورٗا
“Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akherat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh, sedangkan dia adalah seorang yang beriman, maka mereka itulah yang usahanya di balas dengan baik.” (QS. Al-Isra’: 19)
Imam Ibnu Jarir Ath-Thabari rahimahullahu ta’ala menafsirkan ayat ini di dalam kitabnya,
“Siapa pun yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha meraihnya dengan melakukan amal-amal ketaatan kepada Allah ﷻ serta hal-hal yang dirhidai-Nya, sementara ia beriman dan meyakini janji pahala dari-Nya, maka Allah ﷻ akan memberikan kepadanya kebaikan, mengganjarnya dengan pahala, dan Allah ﷻ akan mengampuni dosa-dosanya.” (Jami’ Al-Bayan, juz. 9, hlm. 71)
Semoga di kehidupan dunia ini kita bisa berpegang teguh kepada kebaikan dan berlepas diri dari segala jenis keburukan maupun perkara-perkara yang menjauhkan dari ridha-Nya, sehingga setelah kehidupan dunia berakhir akan ada ganjaran yang lebih baik di kehidupan akhirat.