Hukum Menunda Haid Untuk Ibadah Dengan Obat
Oleh: Mukhlisin
Seluruh manusia wajib beribadah kepada Allah baik laki-laki maupun wanita. Meskipun pada prakteknya, porsi pelaksanaan ibadah laki-laki lebih banyak dibanding dengan wanita. Hal itu disebabkan karena wanita mengalami siklus alami yang disebut dengan haid/menstruasi. Oleh karenanya, Rasulullah mengatakan bahwa diin/agama serta akal wanita adalah setengah dari diin dan akal laki-kali.[1]
Namun, kondisi itu bukan menjadi penghalang bagi wanita untuk memperoleh pahala disisi Allah sebagaimana laki-laki. sebab para wanita memiliki amalan-amalan tersendiri yang pahalanya setara dengan ibadah laki-laki. Hanyasaja, secara fitrah kewanitaan terkadang masih ada wanita yang merasa tidak nyaman dengan adanya haid ini. Walhasil, mereka selalu punya keinginan agar ibadahnya dapat sempurna sebagaimana laki-laki. Akhirnya, tak sedikit di antara mereka hari ini menempuh berbagai cara untuk memenuhi keinginan itu.
Dewasa ini, muncul berbagai penemuan dari hasil riset yang dilakukan oleh para ilmuan, para dokter dan para ahli medis. Salah satunya adalah ditemukannya obat/pil dan segala macam mediasi untuk menunda haid wanita. Obat-obatan ini juga sudah menyebar luas ditengah-tengah masyarakat dan bisa didapatkan dengan mudah. Akibatnya, banyak kaum muslimah terkhusus yang ada di Indonesia ini lebih memilih untuk mengkonsumsinya dengan alasan lebih praktis dan tak ada bahaya. Ditambah lagi, obat ini dapat membantu wanita menyempurnakan ibadah-ibadah yang selama ini tak sempurna.
Oleh kerena itulah, tulisan ini rasanya penting untuk dibahas guna menambah dan meperkaya wawasan serta khazanah keilmuan ummat khusunya dalam memahami hukum syar’i berkaitan dengan menunda haid dengan obat-obatan medis. Akhirnya, mudah-mudahan tulisan ini memberi manfaat bagi kaum muslimin secara umum dan khususnya bagi kaum muslimah. Amiin.
Definisi Haid
Secara bahasa haid berasal dari kata haadho-yahiidhu حاض ـ يحيض[2] yang artinya adalah mengalir ( سال-يسيل). Dikatakan حاض الواضي maknanya adalah اذا سال
Dalam bahasa inggris haid/menstruasi berasal dari kata mensis artinya adalah bulan. Dalam bahasa Inggris mensis berarti periode haid.[3]
Menurut istilah Syara’ haid adalah darah yang keluar[4] dan mengalir dari rahim[5] wanita secara alami, tidak muncul karena sebab luka[6], penyakit, sebab kehamilan/persalinan dan lain-lain.
Menurut istilah medis,haid adalah mengalirnya darah dari rongga rahim wanita (ureterus) sekali dalam hitungan bulan qomariah[7]. Keluarnya darah haid ini juga merupakan persiapan untuk proses kehamilan.
Sebab terjadinya haid adalah tidak terjadinya pembuahan pada rahim. Akibatnya rahim akan melepas darah yang lebih akibat besarnya ukuran dan volume selaput yang melapisi rahim.[8] Darah inilah yang disebut darah haid/menstruasi. Darah haid ini keluar bersamaan dengan cairan selaput lendir yang muncul saat itu.
Bertambah dan berkurangnya kuantitas darah saat haid disebabkan adanya penebalan yang terjadi pada selaput yang melapisi rahim. Jika terus menebal maka darah akan semakin bertambah banyak sedangkan jika mengecil maka darah akan berkurang. Beberpa penelitian membuktikan bahwa darah yang hilang pada wanita normal selama satu periode menstruasi adalah 25-60 ml.
Nash Al-Qur’an Dan As Sunnah Tentang Haid
Allah berfirman :
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ ۖ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ ۖ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ يَطْهُرْنَ ۖ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh.[9] Katakanlah: “Haidh itu adalah suatu kotoran”. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri” ( QS Al Baqarah : 222
Dari hadis Nabi :
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ قَالَ سَمِعْتُ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ الْقَاسِمِ قَالَ سَمِعْتُ الْقَاسِمَ يَقُولُ سَمِعْتُ عَائِشَةَ تَقُولُ خَرَجْنَا لَا نَرَى إِلَّا الْحَجَّ فَلَمَّا كُنَّا بِسَرِفَ حِضْتُ فَدَخَلَ عَلَيَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا أَبْكِي قَالَ مَا لَكِ أَنُفِسْتِ قُلْتُ نَعَمْ قَالَ إِنَّ هَذَا أَمْرٌ كَتَبَهُ اللَّهُ عَلَى بَنَاتِ آدَمَ فَاقْضِي مَا يَقْضِي الْحَاجُّ غَيْرَ أَنْ لَا تَطُوفِي بِالْبَيْتِ قَالَتْ وَضَحَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ نِسَائِهِ بِالْبَقَرِ
Dari Ali bin Abdillah dari sufyan, bahwa ia berkata, “ aku mendengar Abdurrahman Bin Qashim berkata bahwa ia mendengar Qashim berkata, aku mendengar Aisyah RA ia berkata, ‘kami keluar tidak lain tujuannya adalah melaksanakan haji, lalu ketika kami tiba di sarif, tiba-tiba aku haid. Kemudian Rasulullah SAW masuk menemuiku sedang aku dalam kondisi menangis, kemudian beliau bertanya, ‘apa yang terjadi denganmu?’, apakah engkau haid?, lalu aku berkata,’iya’, kemudian beliau berkata kembali, ‘sesungguhnya haid ini adalah perkara yang sudah tertulis (pasti) bagi anak wanita keturunan adam. Maka kerjakanlah apa yang dikerjakan orang yang haji selain thawaf !’ kemudian setelah itu beliau menyembelih sapi yang beliau niatkan untuk seluru istrinya”. ( HR Bukhari )[10]
Haidh Dalam Fiqih Islam
- Warna dan sifat darah haid
Darah haid yang keluar dari rahim wanita adakalanya hitam, merah, kuning,atau keruh (pertengahan antara hitam dan putih). Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini.
Hanafiyah berpendapat warna darah haid ada enam : hitam, merah, kuning, keruh, kehijauan dan warna seperti tanah.[11]
Syafi’iyah berpendapat warna haid ada lima : hitam, merah, coklat, kuning dan keruh.[12]
Adapun sifat dari darah haid ada empat, yang paling kuat adalah menggumpal dan bau, anyir, hanya gumpalan, tidak menggumpal dan tidak bau.[13]
- Periode wanita mengalami haid (awal dan akhir)
Haidh mulai keluar dari rahim wanita saat ia memasuki usia baligh yaitu ketika berumur kurang lebih 9 tahun[14] qamariyah.[15] Namun, jika ia kemudian melihat ada darah yang keluar sebelum 9 th maka itu bukan darah haid tapi ia adalah darah fasid / nazif.
Sedangkan masa berakhirnya haid adalah ketika wanita berada pada masa Al Ya’su (manopouse). Mengenai usia manopouse ini, para ulama berbeda pendapat. Hal itu dikarenakan tidak ada nash yang jelas berkenaan tentang hal itu.
Hanafiyah berpendapat usia manopouse adalah 55 tahun. Malikiyah berpendapat usia putus haid adalah 70 tahun. Adapun menurut Syafi’iyah tidak ada batasan kapan seorang wanita mengalami putus haid. Sedangkan madzhab Hambali berpendapat 52 tahun.[16] Hanya saja data diatas bisa berubah-ubah sesuai dengan kebiasaan dan sensus dari data lapangan setiap tempat yang hasilnya terkadang berbeda.[17]
- Durasi haid / waktu lamanya wanita mengalami haid
Durasi haid antara satu wanita dengan wanita lainnya berbeda-beda. Oleh karenanya para ulama berbeda dalam menentukan masa minimal dan maksimal seseorang mengalami haid.
Hanafiyah berpendapat minimal masa haid tiga hari tiga malam. Jika keluar kurang dari tiga hari maka ia bukan darah haid. Maksimal keluarnya adalah sepuluh hari sepuluh malam. Malikiyah berpendapat tidak batasan waktu. Sedangkan Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat bahwa haid adalah sekurang-kurangnya satu hari satu malam dan maksimal tujuh hari tujuh malam dengan keluar terus menerus.[18] Adapula pendapat yang mengatakan bahwa masa terlama haid adalah lima belas hari.[19]
- Ibadah yang boleh dan dilarang saat haid
Ketika seorang wanita mengalami haid ia diharamkan mengerjakan Secara global ada tujuh hal yang diharamkan baginya mengerkjakan amalan-amalan yang sifatnya diiniyah[20] sebagaimana yang dilarang bagi orang junub. Ketujuh hal tersebut adalah Shalat, sujud tilawah, menyentuh mushaf Al Qur’an, membaca Al Qur’an, masuk masjid, I’tikaf dan Thawaf.[21]
Ia juga dilarang mengerjakan shaum baik fardhu maupun sunnah. Karena haid menghalangi sahnya puasa. Hanya saja ia tetap diharuskan mengqadha shaum yang telah ia tinggalkan namun dalam shalat ia tidak perlu mengqadha shalat yang telah ia tinggalkan.
Diharamkan pula bagi seorang suami menggauli istrinya saat sedang haid[22]. Diharamkan pula bagi laki-laki mentalak seorang wanita yang sedang haid hingga ia suci kembali.
Obat Pil Penunda Haid
- Definisi dan cara kerja obat penunda haid
Obat penunda haid adalah obat yang biasa dipakai oleh wanita pada umumnya untuk mengatur saat datangnya haid sesuai dengan waktu dan jarak yang di inginkan.
Cara kerja obat ini adalah biasanya memajukan datangnya haid dari waktu biasanya atau menunda dan memundurkan datangnya haid dari waktu yang normal terjadinya haid.
- Jenis obat penunda haid
Berdasarkan ilmu kedokteran dan farmasi yang hingga hari ini masih terus berkembang, pil dan obat penunda haid ada beberapa macam dan jenisnya.
Pertama, pil kombinasi yaitu pil yang cara kerjanya adalah mengistirahatkan ovarium dan hormone yang terkandung dalam pil ini mengganti hormone normal yang dihasilkan oleh ovum itu sendiri.[23] sehingga darah akan terhenti dan haid tidak terjadi ketika itu.
Kedua, pil mini yaitu pil yang didalamnya terkandung Progesteron, PMP ) yang fungsinya adalah untuk meningkatkan variasi yang tidak kelihatan sebelumnya ketika haid.[24]
Ketiga, depo profera yaitu jenis obat yang didalamnya berupa Progesteron yang cara memindahkannya adalah dengan disuntikkan ke tubuh wanita. Obat ini bekerja selama kurang lebih tiga bulan memberikan kontraseptif mencegah adanya ovulasi. Cara kerjanya hampir sama sebagaimana pil mini.
Keempat, sterelisasi tuba.[25] Yaitu jenis obat penunda haid yang berbahaya bagi tubuh. Karena efek yang ditimbulkan dari pemakaian obat ini tidak seringnya tidak bisa dikembalikan alias dipulihkan kembali seperti sedia kala.
Salah satu obat yang hari ini beredar dimasyarakat adalah Primolut N. obat ini biasa dipakai oleh para calon jamaah haji wanita yang ingin haji ke makkah. Secara medis obat ini mengandung hormone progestin dan progesterone yang fungsinya adalah mempercepat atau memperlambat siklus haid dari biasanya. Obat jenis inilah yang sering di konsumsi jamaah haji wanita yang akan berangkat ke mekkah beberapa sebelum keberangkatan.
- Efek penggunaan obat penunda haid
Dalam pemakaiannya ternyata obat ini memiliki dua dampak sekaligus yaitu dampak positif dan negatif. Diantara dampak positifnya adalah sebagai berikut ;
- Siklus haid menjadi teratur dan sesuai keinginan.
- Lamanya haid berubah menjadi singkat.
- Kuantitas darah haid berkurang.
- Berkurangnya gejala sakit perut dan tegangan pra haid.
- Rasa nyeri saat haid berkurang
- Pemakaian obat kombinasi juga bisa berfungsi mengobati pendarahan pada wanita, menambah berat badan, mencegah anemia, karsinoma ovarium[26]
Sedangkan dampak negatif dari pemakaian obat ini adalah :
- Rasa mual dan muntah-muntah
- Sakit kepala yang hebat
- Cepat lelah dan gelisah.
- Darah tinggi (hipertensi)
- Pigmentasi pada muka.
- Keputihan
- Bercak darah
- Nafsu makan dan berat bertambah dan tak beraturan.
- Alasan wanita mengkonsumsi obat penunda haid
Berbagai alasan diungkapkan oleh wanita yang mengkonsumsi haid. Ada motif yang dibenarkan dan ada juga yang tidak dibenarkan oleh syariat. Diantara alasan yang sering diutarakan oleh mereka adalah sebagai berikut :
Pertama, Menyempurnakan ibadah haji terkhusus ketika thawaf. Dalam hal ini ada sebuah kasus dimana ada seorang wanita ketika sedang melakukan thawaf tiba-tiba ia ia mengeluarkan darah haid. Tentu hal ini tidak di inginkan oleh wanita tersebut. Hal yang di alami ini akhirnya di adukan kepada dokter setempat yang ahli dan seorang muslim. Kemudian pihak dokter memberikan solusi dengan memberikan obat dengan cara disuntikkan ditubuh pasien. Fungsinya adalah menghentikan darah haid yang datang tiba-tiba beberapa saat tergantung keinginan pasien.
Kedua, menyempurnakan ibadah shaum dan hal yang berkaitan dengannya. Misalnya untuk menyempurnakan ibadah di sepuluh malam terakhir dibulan ramadhan, I’tikaf dan lain-lain. Hasilnya jika wanita mengkonsumsi obat penunda haid saat itu, maka ia dapat mengerjakan puasa sebulan penuh bersama manusia secara umum tanpa ada halangan sedikitpun.
Ketiga, menyempurnakan kebahagiaan pasutri dimalam pernikahan (lailatus Zafaf). Hal ini sering terjadi pada pasangan suami istri yang menikah sedangkan sang istri sedang dalam keadaan haid. Sehingga baik pihak suami maupun istri sama terganggu dengan adanya haid tersebut. hal itu di keranakan dengan datangnya haid mereka tidak bisa melakukan sesuatu yang sudah menjadi hak mereka disaat yang di inginkan. Sehingga salah satu solusi yang diambil adalah dengan mengkonsumsi obat penunda haid.
Keempat, tujuan lain yang tidak diperbolehkan oleh syariat seperti seorang wanita yang memilih meminum obat perangsang haid agar ia terbebas dari kewajiban shalat dan shaum dan ibadah-ibadah lainnya.
Hukum Menunda Haid
- Pendapat ulama mengenai hal ini
Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini. ada yang membolehkan, ada juga yang melarangnya bahkan sampai pada derajat haram.
Pertama, Di antara ulama yang membolehkan mengkonsumsi pil penunda haid adalah Imam Ahmad bin Hambal[27], Abdul Aziz bin Abdullah Bin Baz, Syeikh Muhammad Bin Shalih Bin Sulaiman al Utsaimin, dan ulama kontemporer lainnya. Mereka membolehkan seorang wanita mengkonsumi obat yang dapat mencegah datangnya haid. Bahkan para ulama tersebut juga membolehkan mencegah haid dengan segala macam cara yang bisa ditempuh seperti dengan minum ramuan tradisional, dengan bantuan alat penyumbat dan lain sebagainya. Alasannya adalah tidak ada nash secara jelas yang melarangnya serta dalil bahwa segala sesuatu itu pada dasarnya hukumnya boleh sampai ada dalil yang melarangnya.
Hanya saja ada tiga syarat yang harus terpenuhi :
- Tidak menimbulkan bahaya/madharat bagi dirinya. Dalilnya adalah firman Allah SWT :
وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ وَأَحْسِنُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
“ Janganlah kalian menjatuhkan diri-diri kalian sendiri dalam kebinasaan dan berbuat baiklah, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik” ( Al Baqarah : 195)
- Harus mendapat izin dari suami (bagi yang sudah bersuami) dan disertai resep dari dokter.[28]
- Adanya niat yang benar[29] dalam pemakaiannya. Yaitu dalam rangka niat untuk semata-mata beribadah kepada Allah. Bukan untuk niat lainnya seperti agar terhinfar dari ibadah dan lain-lain.
Komisi fatwa MUI Indonesia tanggal 12 Januari 1997, memutuskan bahwa menggunakan pil/obat penunda haid mubah hukumnya yang sukar mengqadha shaumnya pada hari lainnya dan Makruh jika ia sebenarnya mampu mengqadha di hari lainnya tanpa ada kesulitan yang dialami. Demikian halnya dengan pelaksanaan ibadah haji.
Kedua, pendapat yang tidak membolehkan, hal itu jika pil/obat penunda haid ini diketahui membahayakan bagi tubuh dan kesehatan wanita. Dalam kitab fiqih empat madzhab disebutkan bahwa penggunaan obat penunda haid diharamkan jika benar membahayakan. Namun, berhentinya haid seorang wanita akibat pengaruh obat tersebut dianggap sah dan saat itu dia sudah suci.[30]
Dalam kesempatan lainnya syeikh Shalih Al Utsaimin ketika ditanya tentang hukum mengkonsumsi obat penunda haid, beliau berkata, “Menurut saya, hendaknya ia tidak melakukannya (mengkonsumsi obat penunda haid tersebut), lebih baik ia bersabar dengan ketetapan Allah padanya. Karena dalam haid terdapat hikmah yang mana hikmah itu memang sejalan dengan fitrah dan tabiat wanita. Sehingga jika wanita menahan datangnya haid ini akan timbul bahaya bagi wanita itu sendiri”.[31]
Hal ini didasarkan pada hadis nabi yang diriwayatkan oleh imam Daruqutni dari sahabat Abu Sa’id Al Hudry bahwa Rasulullah SAW bersabda:
لا ضرر ولا ضرار
“ Tidak boleh melakukan perbuatan yang mencelakakan” ( HR Ibnu majah dan Daruqutni, hadis ini hasan)[32]
- Kesimpulan hukum/ analisa fiqih tentang menunda haid dengan menggunakan pil
Dari pendapat diatas baik yang membolehkan ataupun yang melarang, dapat ditarik kesimpulan bahwa mengkonsumsi obat-obatan penunda haid hukumnya boleh dengan syarat tertentu dan tidak diperbolehkan juga dalam keadaan tertentu. Pendapat ini sebagaimana yang telah disampaikan oleh mufti Abdullah al Faqih dalam menjawab permasalahan ini. beliau berkata :
“ Yang lebih utama dalam hal ini adalah meninggalkannya. Karena meskipun seorang wanita tidak bisa shalat, shaum, thawaf dan ibadah lainnya lantaran karena haidnya, ia tetap tercatat sebagai wujud ibadah kepada Allah serta tetap ada pahala di dalamnya jika semua itu dilandasi karena taat kepada Allah dengan menerima ketetapannya. Sebab lain tidak diperbolehkannya menunda haid dengan obat ini adalah karena ia menimbulkan bahaya yang nyata bagi kesehatan wanita serta akan menimbulkan kegelisahan”.[33]
Kesimpulan
Haid merupakan sebuah ketetapan dari Allah bagi wanita. Di dalamnya terkandung banyak manfaat dan hikmah yang bisa dipetik. Menerima kehadirannya adalah suatu bentuk keridhaan terhadap ketentuan Allah. Menolaknya merupakan bentuk penolakan terhadap ketentuan Allah.
Hanya saja wanita boleh menundanya beberapa waktu dan dalam keadaan tertentu Seperti ketika ia ingin menyempurnakan ibadah haji, shaum sebulan penuh atau ketika ingin menyenangkan hati suaminya di malam pertama dan pada semua hal yang tujuannya adalah kemaslahatan yang diperbolehkan syari’at. Ia boleh mengkonsumsi obat-obatan tersebut manakala obat yang di konsumsi itu memang benar-benar zatnya halal, tidak mengandung unsur bahaya di dalamnya, mendapat izin dari suami serta mendapat rekomendasi dari dokter muslim yang tahu dalam masalah ini. hal ini dikarenakan pada dasarnya hukum segala sesuatu selain ibadah itu boleh sampai ada dalil pelarangnanya.
Hanya saja, lebih baik jika wanita lebih memilih untuk tidak mengkonsumsi obat-obatan tersebut, hal itu dikarenakan dampak /efek negatif yang timbul dari obat tersebut dapat diketahui dengan jelas. Inilah yang terbaik menurut penulis. Pasalnya wanita mengalami haid, ia tetap dapat mendapat pahala yang banyak lewat amalan-amalan lainnya. Dengan kata lain datangnya haid bukan merupakan penghalang seorang wanita memperoleh kemuliaan disisi Allah. Wallahu a’lam Bis Shawab.
[1] Rasululllah dalam hadisnya pernah ditanya tentang sebab kurangnya akal wanita lalu beliau menjelaskan, “ yang dimaksud wanita kurang akalnya adalah bahwa persaksian dua orang wanita setara dengan satu orang laki-laki, sedangkan yang dimaksud kurang diennya adalah ia berbuka sekian hari dan berpuasa sekian hari dibulan ramadhan”. Lihat : Fatawa Syabakah Islamiyah, Vol.6, Hal. 3430
[2] Az Zabidi, Taaj Al Aruusy, Hal. 3, Lihat juga : Ibnu Mandzur, Lisaan Al Arab, (Beirut : Daar Ihyaau At Turats Al Araby, 1993).
[3] Wikipedia.
[4] Darah yang keluar dari farj (wanita ada tiga. Darah haid yaitu darah yang keluar ketika wanita sehat/kondisi normal, darah Istihadhah keluar dikarenakan sakit dan berbeda dengan darah haid, darah nifas keluar setelah persalinan. Lihat : Wahbah Zuhaili, Fiqih Islami Wa Adillatuhu, Vol.1, Hal.536,
[5] Al Buty mengatakan bahwa haid adalah darah yang keluar dari rahim wanita. Lihat : Raudh Al Murbi’- hasyiah Ibnu Qashim, Vol. 1, Hal. 370
[6] Lihat : Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyah, ( Kuwait : Daar As Salaasil ), Vol. 3, Hal. 197,
[7] Adil Fahmi, Menyingkap Rahasia Wanita Dar A – z, (Jakarta : Daar Al Haq, 1432 H), Hal. 35
[8] Ibid.
[9] Imam Al Qurtuby menambahkan bahwa nama dan Istilah lain dari haid ada delapan : haid, a’rik, faarik, thomis, daaris, dhohik, thomits. Lihat : Abu Abdillah Syamsuddin Al Qurtuby, Al Jami’ Liahkamil Qur’an, ( Kairo : Daar Al Kutub Al Mishriyah, 1964 ), Vol. 3, Hal. 82
[10] Lihat : Muhammad bin Ismail Bin Bardizbah AL Bukhari, Al Jaami’ Al Musnad As Shahih Al Mukhtashar Min Umuuri Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam Sunanihi Wa Ayyamihi, (Daar Turuq An Najah, 1422 H), Vol. 1, Hal. 304
[11] Wahbah Zuhaili, fiqh Al Islami Wa Adillatuhu, (Damaskus : Daar Al Fikr, Cet: IV), vol.1, hal. 539.
[12] Ibid.
[13] Ibid.
[14] Aisyah pernah berkata, “jika seorang sudah sampai pada usia Sembilan tahun maka ia sudah bisa disebut wanita dewasa (imro’ah)” (HR Tirmidzi, 3/418).
[15] Satu tahun qamariyah adalah 354 1/5 hari.
[16] Wahbah Zuhaili, fiqh Al Islami Wa Adillatuhu, (Damaskus : Daar Al Fikr, Cet: IV), vol.1, hal. 537
[17] Ibnu Qudamah, Al Mughni, Vol.1, Hal.363, lihat juga : Al Bahuty, Manshur bin Yunus bin Idris, Kasyful Qana’, Vol.1, Hal. 232
[18] Lihat : Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyah, ( Kuwait : Daar As Salaasil, 1404-1427 H), Vol. 31, Hal. 126.
[19] Lihat : Ulama Najd, Ad Daroru As Sinniyah Fil Ajwibah An Najdiyah, ( Madinah : Maktabah Raqmiyah, 1996 ), Vol. 4, Hal. 190
[20] Abdurrahman Jabir Al Jazairi, Fiqih Ala Al Madzahib Al Arba’ah (Beirut : Daar Al Fikr, 1996) , Vol. 1, Hal. 114
[21] Wahbah Zuhaili, fiqh Al Islami Wa Adillatuhu, (Damaskus : Daar Al Fikr, Cet: IV), vol.1, hal. 548
[22] Lihat : Shalih Bin Abdul Aziz Bin Ali Alu Syeikh, Fiqih Muyassar Fi Dhouil Kitab Wa As Sunnah, Hal. 39
[23] Ainul Millah, Lc, Darah Kebiasaan Wania, Hal. 138
[24] Ibid. Hal. 139
[25] Dalam ilmu kedokteran tuba adalah tabung penghubung yang menghubungkan antara indung telur dan rahim.
[26] Dr. Setiawan Budi Utomo, Fiqih Aktual, (Jakarta : Gema Insani, 2003), Hal.242
[27] Beliau membolehkan wanita mengkonsumsi obat penunda haid sebagaimana seorang seorang laki-laki yang diperbolehkan melakukan azl. Lihat : Al Maqdisi, Muhammad Bin Muflih, Al Adab As Syar’iyah Wal Minah Al Mar’iyah, Vol. 28, Hal. 62
[28] Muhammad Bin Shalih Al Utsaimin, Risalah Fid Dima’ At Thabi’iyah Lin Nisa’, Vol. 1, Hal. 56
[29] Syeikh Shalih Bin Fauzan Al Fauzan menambahkan bahwa diperbolehkan mengkonsumsinya manakala untuk meberhentikan haid sementara waktu saja. lihat : Fauzan Shalih Bin Fauzan Al Fauzan, Majmu Fatawa Syeikh Fauzan, ( Riyadh : Daar Ibnu Huzaimah, 2003 ), Vol. 2, Hal. 570
[30] Abdurrahman Jabir Al Jazairi, Fiqih Ala Al Madzahib Al Arba’ah (Beirut : Daar Al Fikr, 1996) , Vol. 1, Hal. 115
[31] Muhammad bin Shalih bin Muhammad Al Utsaimin, Majmu’ Fatawa wa Rasa’il Fadhilatus Syeikh Muhammad Bin Shalih Al Utsaimin, ( Daar Al Wathn, 1413 H), Vol. 19, Hal. 269
[32] Lihat : Ali Bin Amru Abul Hasan Daaruqtny al Baghdady, Sunan Daaruqutni, ( Beirut : Daar Al Ma’rifah, 1966 ), Vol. 3, Hal. 77
[33] Perkumpulan Mufti Syabakah Islamiyah, Fatawa Syabakah Al Islamiyah, Vol. 2, Hal. 688