Bulan Dzulhijjah dengan segala macam keutamaan dan pernak perniknya alhamdulillah telah kita lalui, sebentar lagi kita masuk bulan baru, Muharram, yang didalamnya juga terdapat segudang keutamaan.
Bagi seorang muslim yang serius, yang menjadikan orientasi tertingginya adalah akhirat tentunya tak ingin ada moment terbaik yang tertinggal, setiap detik, menit, jam, hari, bulan, bahkan tahun tak luput dari perhatiannya. Siapa tahu diantara rentang waktu tersebut ada hari-hari dimana pahala akan dilipatgandakan sebagai bekal menuju alam keabadian, alam akhirat kelak dan ia tak ingin waktu-waktu itu berlalu begitu saja.
Bulan Muharram merupakan bulan yang agung lagi penuh berkah, Muharram adalah awal bulan pada tahun Hijriyah dan termasuk salah satu dari bulan-bulan haram, sebagaimana firman Allah:
“ Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu … ” (QS. At Taubah :36)
Pada ayat ini menerangkan kepada kita bahwa setelah penciptaan langit dan bumi Allah menciptakan bulan yang berjumlah 12 bulan yang mana bulan tersebut merupakan bulan tahun Hijriah. Dalam bulan-bulan tersebut terdapat 4 bulan yang paling istimewa diantara bulan yang lainnya, salah satunya adalah bulan Muharram.
Pada bulan Muharram Allah mengharamkan umat Islam melakukan perbuatan yang dilarang, (membunuh, berperang). Akan tetapi pada terusan ayatnya disana juga menjelaskan bahwa orang muslim harus memerangi orang kafir yang selalu mengajak kepada kehancuran. Yang dilakukan orang kafir, adalah bukan karena ingin merampas harta seperti yang dilakukan sebelum datangnya islam, merebut kekuasaan, balas dendam seperti yang telah dialami ketika umat islam mengusir orang kafir untuk meninggalkan Makkah dan Madinah, tetapi mereka menginginkan agama Islam hancur.
Adapun maksud dari firman : “Janganlah kamu menganiaya diri kamu yakni, pada bulan-bulan haram ...” karena kesalahan atau dosa yang dikerjakan waktu itu lebih besar dibandingkan dengan kesalahan atau dosa yang dikerjakan pada bulan-bulan selainnya.
Berkata Qatadah: “Sesungguhnya kezholiman yang dikerjakan pada bulan-bulan haram lebih besar dosanya dibandingkan jika dikerjakan di luar bulan-bulan haram, walaupun sebenarnya kezholiman di dalam segala hal dan keadaan merupakan dosa besar akan tetapi Allah senantiasa mengagungkan dan memuliakan beberapa perkara/urusan menurut kehendakNya”. (Lihat; Tafsir Ibnu Katsir surat at–Taubah: 36).
Apa sajakah empat bulan itu?, diriwayatkan dari Abu Bakrah bahwa Rasulullah bersabda :
السنة اثنا عشر شهرا منها أربعة حرم ثلاث متواليات ذو القعدة وذو الحجة والمحرم ورجب مضر الذي بين جمادى وشعبان
“Setahun terdiri dari dua belas bulan di dalamnya terdapat empat bulan haram, tiga diantaranya berurutan, yakni Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan keempat adalah Rajab yang diantarai oleh Jumadil (awal dan tsani) dan Sya’ban” (HR. Bukhari)
Keutamaan Bulan Muharram
Ibnu Rajab al-Hambali dalam kitabnya, Lathaif al-Ma’arif mengatakan bahwa dari keempat bulan tersebut para ulama berbeda pendapat manakah bulan yang paling agung dari empat bulan tersebut. Namun kebanyakan para ulama seperti mengatakan yang paling utama adalah bulan Muharram (Latha’if al-Ma’arif, hal. 79)
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu ia telah berkata, Rasulullah bersabda :
شَهْرِ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ ، وَإِنَّ أَفْضَلَ الصَّلاَةِ بَعْدَ الْمَفْرُوضَةِ صَلاَةٌ مِنَ اللَّيلْ أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ
“Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah bulan Allah Muharram, dan sebaik-baik shalat setelah shalat fardhu adalah sholat malam” (HR. Muslim).
Lafadz “شهر الله” (Bulan Allah), penyandaran “bulan” kepada “Allah” dimaksudkan sebagai bentuk pengagungan-Nya kepada bulan tersebut”. Meskipun begitu Rasulullah tidak berpuasa sebulan penuh kecuali pada bulan Ramadhan saja, jadi hadits ini hanya menunjukkan keutamaan memperbanyak puasa pada bulan Muharram, bukan berpuasa dengan sebulan penuh.
Dalam hadits lain Rasulullah bersabda:
وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ فَقَالَ « يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ ». قَالَ وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَاشُورَاءَ فَقَالَ « يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ
Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ditanya mengenai keutamaan puasa Arafah? Beliau menjawab, “Puasa Arafah akan menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.” Beliau juga ditanya mengenai keistimewaan puasa ’Asyura? Beliau menjawab, ”Puasa ’Asyura akan menghapus dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim no. 1162)
Syari’at Puasa ‘Asyura dan Tasu’a
Puasa ‘asyura sebenarnya telah ada sebelum zaman Nabi Muhammad, ‘asyura telah ada pada zaman para Nabi sebelum Nabi Muhammad, bahkan Nabi Nuh dan Nabi Musa telah melaksanakannya, begitu juga dengan ahlul kitab, begitu juga dengan orang Quraisy pada zaman Jahiliyah.
Ibnu Rajab mengatakan bahwa Rasulullah puasa ‘asyura dalam empat keadaan:
- Rasulullah melakukan puasa ‘asyura di Mekkah, namun beliau tidak memerintahahkan para sahabat untuk melakukan hal yang
- Ketika tiba di Madinah beliau kembali memerintahkan dan menganjurkan untuk puasa ‘asyura, bahkan sampai anak-anak mereka, pasalnya Rasulullah melihat ahlul kitab di Madinah melaksanakannya. Sebagaiamna yang diceritakan oleh Ibnu Abbas;
قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى الهُم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ فَرَأَى الْيَهُودَ تَصُومُ يَوْمَ عَاشُورَاءَ فَقَالَ مَا هَذَا قَالُوا هَذَا يَوْمٌ صَالِحٌ هَذَا يَوْمٌ نَجَّى الهُل بَنِي إِسْرَائِيلَ مِنْ عَدُوِّهِمْ فَصَامَهُ مُوسَى شُكْرًا قَالَ فَأَنَا أَحَقُّ بِمُوسَى مِنْكُمْ نَحْنُ نَصُوْمُهُ تَعْظِيْمًا لَهُ
“Setelah Nabi tiba di Madinah, beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa pada hari ‘Asyura, beliau bekata: “apakah ini?”, mereka menjawab: “Ini adalah hari yang baik dimana Allah menyelamatkan bani Israil dari musuh-musuhnya hingga Musa berpuasa pada hari itu”, selanjutnya beliau berkata: “Saya lebih berhak atas Musa dari kalian”, maka beliau berpuasa dan memerintahkan shahabatnya untuk berpuasa pada hari itu (HR. Bukhari).
ِApa Pelajaran Yang Dapat Diambil?
- Ketika diwajibkan puasa Ramadhan Rasulullah tidak menganjurkan para sahabat untuk melakukan puasa ‘asyura dan tidak memerintahkan para sahabat juga tidak melarangnya, siapa yang ingin melaksanakan dipersilahkan begitupun sebaliknya.
- Hal ini terjadi menjelang akhir hayat Rasulullah, beliau berkeinginan untuk tidak berpuasa pada tanggal 10 Muharram saja, tapi juga pada tanggal 9, namun hal ini tidak terlaksana karena beliau wafat terlebih dahulu, alasannya untuk menyelisihi kaum Yahudi dan Nashrani yang mereka melakukannya pada tanggal 10 saja. Meskipun pada awalnya tujuan puasa disyari’akannnya untuk menyamai mereka.
حِينَ صَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ ، قَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ . قَالَ : فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. رواه مسلم
“Ketika Rasulullah melakukan puasa pada pada hari ‘asyura, kemudian beliau memerintahkan para sahabat untuk melaksanakannya, para sahabat kemudian berkata; “Wahai Rasulullah, hari itu adalah hari yang diagungkan oleh orang Yahudi dan Nashrani?”, maka Rasulullah kemudian menjawab, “ Insya Allah tahun depan kita akan melakukan puasa juga pada tanggal 9”, namun ini tidak terlaksana karena Rasulullah wafat terlebih dahulu (HR. Muslim) (Lihat;Latha’if al-Ma’arif, hal. 678)
Maka, alangkah baiknya bagi kita untuk puasa pada tanggal 9 maupun 10 pada bulan Muharram tersebut. Wallahu a’lam bi shawab.