Ibadah sejatinya merupakan tugas yang diemban tiap insan. Tugas itu akan lepas ketika nyawa beranjak dari badan.
Namun ada kalanya seseorang beribadah bukan untuk dirinya, melainkan diperuntukkan atas orang yang telah meninggal dengan niat menghadiahkan pahala dari ibadah tersebut untuk si mayit, bukan ibadah dalam arti menggugurkan kewajiban ibadah si mayit yang belum dikerjakan.
Apakah ibadah dengan niat mentransfer pahala atas nama mayit bermanfaat untuknya dan pahalanya sampai atau malah tidak. Para ulama berbeda pendapat mengenai perihal ini.
Pendapat Pertama: Ibadah Mutlak Tidak Bermanfaat Bagi Si Mayit
Ibadah yang dikerjakan atas nama si mayit secara pelaksanaan sah-sah saja namun pahala tetap untuk orang yang mengerjakannya.
Pendapat ini berdasarkan keumuman dalil, bahwa manusia mempunyai tanggung jawab masing-masing dalam beribadah. Berdasarkan dalil keumuman teks ayat Al-Qur’an, ”…Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya…” (QS. Al-Baqarah: 286).
Pendapat ini biasanya dipakai oleh mereka yang mencukupkan diri dengan Al-Qur’an. Dan juga kelompok mu’tazilah pun mengambil pendapat ini (al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, 3/2097)
Pendapat Kedua: Ibadah Maliyah Saja Yang Bermanfaat, Ibadah Badaniyah Tidak
Pendapat kedua adalah ibadah maliyah (dalam bentuk harta) atas nama si mayit seperti shadaqah, zakat dan ibadah-ibadah lainnya, termasuk pula ibadah haji akan bermanfaat bagi si mayit .
Sedangkan ibadah badaniyah seperti sholat, puasa, bacaan Al-Qur’an tidaklah bermanfaat. Ini pendapat dari Madzhab Maliki dan Madzhab Syafi’i. (al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, 3/2097).
Kalimat hampir serupa juga diungkapkan Syaikh Shalih al-Utsaimin dalam fatwanya. (Majmu’ Fatawa wa Rasail al-Utsaimin, 2/309 , 7/209).
Syaikh Dr. Abdullah bin Hammad al-Jalali juga mengaminkan pendapat ini, sebab ada dalil yang mengatakannya. Sedangkan ibadah badaniyah tidak ada dalil yang menyebutkan akan hal tersebut. (Durus li Syaikh Abdullah al-Jalali, 14/24).
Adapun adanya dalil tentang ibadah badaniyah seperti puasa (HR. Bukhari No. 1953, Muslim No. 1148), hakikatnya adalah untuk menggantikan hutang puasa (qadha’) si mayit yang ditinggalkannya sebab meninggal pada bulan ramadhan.
Pendapat Ketiga: Semua Ibadah Bermanfaat, Namun Yang Berdalil Saja
Jika pendapat kedua membagi ibadah menjadi ibadah maliyah dan badaniyah, maka pendapat ketiga meratakan bahwa semua ibadah bermanfaat dan pahalanya akan sampai kepada si mayit, namun hanya ibadah-ibadah yang memiliki dalil saja.
Dengan kata lain, bahwa semua ibadah tidak bermanfaat dan pahala tidak akan sampai pada si mayit kecuali pada ibadah-ibadah yang ada dalilnya saja.
Diantara ibadah-ibadah yang bermanfaat untuk si mayit ialah:
- Doa dan permohonan ampunan untuknya (QS. Al-Hasyr: 10)
- Shadaqah (HR. Muslim No. 1630, An-Nasai No. 3652).
- Qadha’ Puasa untuk mayit (HR. Bukhori No. 1953, Muslim No. 1148).
- Haji badal atau pengganti bagi si mayit (HR. Bukhori No. 1852)
- Membayarkan hutang si mayit (HR. Bukhori No. 2298)
- Menunaikan nadzar amalan dari mayit (HR. Bukhori No. 2761)
Termasuk ibadah-ibadah lainnya yang memiliki dalil, seperti sholat jenazah, doa kepada mayit saat dikuburkan, dan doa ketika ziarah kubur.
Pendapat ini disebutkan para ulama yang berhati-hati dalam menghukumi ibadah, sebab ibadah bersifat paten (tauqifiyyah), sehingga tidak boleh mengqiyaskan hukum suatu ibadah dengan ibadah lainnya, juga hukum asal suatu ibadah adalah dilarang sampai ada dalil yang memerintahkannya.
Maka tidak dibenarkan mengqiyaskan sholat, baca Al-Qur’an, dan ibadah lainnya untuk si mayit dengan ibadah-ibadah lain yang memilik dalil.
Diantara ulama yang berpendapat seperti ini adalah Syaikh Abdullah bin Baz (w 1420 H) dalam fatwanya. (Fatawa Nur ‘ala al-Darbi, No. 137, 14/196). Juga pendapat dari sebagian Madzhab Maliki dan Madzhab Syafi’i, yang disebutkan Syaikh Abdurrahman Ar-rajihi, salah seorang murid Syaikh bin Baz di dalam kitabnya. (Syarh Umdah al-Fiqh, 39/17).
BACA JUGA: Gegara Dikira Menghina Nabi, Imam Waki’ Nyaris di Salib
Pendapat Keempat: Semua Ibadah Bermanfaat Untuk Si Mayit
Pendapat terakhir mengatakan bahwa semua ibadah yang diperuntukkan si mayit akan bermanfaat baginya dan pahala akan sampai, ibadah dalam bentuk apapun, baaik ibadah maliyah atau ibadah badaniyah serta tidak terbatas pada dalil. Ini pendapat dari selain dua madzhab di atas yakni pendapat Madzhab Hanafi dan Madzhab Hambali. (al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, 15/57).
Berdasarkan dalil firman Allah dalam surah Muhammad ayat: 19,
“…Mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan…”
Bukan Boleh Atau Tidak Boleh, Tetapi Bermanfaat atau Tidak Bermanfaat
Permasalahan ulama dalam masalah ini, sejatinya bukan pada boleh atau tidak boleh beribadah atas nama si mayit, melainkan pembahasan ulama adalah pada bermanfaat atau tidak bermanfaat ibadah yang diperuntukkan bagi si mayit dan pahala sampai atau tidak sampai.
Maka dalam memilih pendapat ini terdapat banyak keluasaan. Oleh karenanya, sah-sah saja mengambil pendapat kedua yaitu menganggap ibadah yang bermanfaat bagi si mayit hanyalah ibadah maliyah, atau pendapat ketiga yang mencukupkan diri pada yang berdalil saja. Namun untuk pendapat pertama telah tebantahkan dengan dalil-dalil yang ada. Wallahu ‘alam. [A. Mujib]